Sahabat Nabi

Pemuda Aneh ‘Abdullah ibn ‘Amr ra

Aneh dalam perspektif hadits bermakna positif. Nabi ﷺ sendiri yang menyebutkan bahwa Islam berawal dengan asing atau aneh dan akan kembali asing atau aneh. Maka berbahagialah orang-orang asing atau aneh. Di antara orang-orang aneh itu adalah ‘Abdullah ibn ‘Amr ibn al-‘Ash ra. Ia sudah masuk Islam sebelum ayahnya, ‘Amr ibn al-‘Ash ra. Ia anak muda terpelajar dan aktif dalam menulis. Ia juga seorang ahli ibadah; sekali shalat malam bisa menuntaskan sampai 10 juz dan shaumnya rajin sampai shaum Dawud. Sebagaimana para shahabat lainnya ia juga tidak pernah absen dari jihad perang yang fardlu ‘ain. Darah perang menitis dari ayahnya yang komandan perang.

‘Abdullah ibn ‘Amr ibn al-‘Ash (7 SH-65 H/616-684 M) ditegaskan oleh adz-Dzahabi dalam Siyar A’lamin-Nubala` masuk Islam sebelum ayahnya, ‘Amr ibn al-‘Ash ra. Belum diketahui data pasti tahun berapanya, selain dari ‘Amr ibn al-‘Ash yang masuk Islam pada tahun 8 H sebelum Fathu Makkah bersama-sama dengan Khalid ibn al-Walid dan ‘Utsman ibn Abi Thalhah. Jika mengukur tahun kelahirannya, berarti ‘Abdullah ibn ‘Amr masuk Islam sebelum usia 15 tahun.

Ia dikenal sebagai seorang anak muda terpelajar, itu terlihat dari keaktifannya dalam menulis al-Qur`an dan hadits. Sebagaimana diriwayatkan:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رضي الله عنه قَالَ كُنْتُ أَكْتُبُ كُلَّ شَىْءٍ أَسْمَعُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ أُرِيدُ حِفْظَهُ فَنَهَتْنِى قُرَيْشٌ وَقَالُوا أَتَكْتُبُ كُلَّ شَىْءٍ تَسْمَعُهُ وَرَسُولُ اللَّهِ ﷺ بَشَرٌ يَتَكَلَّمُ فِى الْغَضَبِ وَالرِّضَا فَأَمْسَكْتُ عَنِ الْكِتَابِ فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ ﷺ فَأَوْمَأَ بِأُصْبُعِهِ إِلَى فِيهِ فَقَالَ اُكْتُبْ فَوَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ مَا يَخْرُجُ مِنْهُ إِلاَّ حَقٌّ

Dari Abdullah ibn ‘Amr ra ia berkata: Aku menulis segala sesuatu yang aku dengar dari Rasulullah saw, agar aku bisa menghafalnya. Kemudian orang-orang Quraisy melarangku dan mereka berkata: “Apakah engkau akan menulis segala sesuatu yang engkau dengar, sementara Rasulullah saw adalah seorang manusia biasa yang berbicara dalam keadaan marah dan senang?” Aku pun tidak menulis lagi, kemudian hal itu aku ceritakan kepada Rasulullah saw. Beliau lalu berisyarat dengan meletakkan jarinya pada mulut, lalu bersabda: “Tulislah, demi jiwaku yang ada di tangan-Nya, tidaklah keluar darinya (mulut) kecuali kebenaran.” (Sunan Abi Dawud kitab al-‘ilm bab fi kitabatil-‘ilm no. 3648).

Shahabat Abu Hurairah ra yang juga seorang pembelajar hadits seperti ‘Abdullah ibn ‘Amr mengakui keunggulan Ibn ‘Amr dalam hal tulis menulis.

مَا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ ﷺ أَحَدٌ أَكْثَرَ حَدِيثًا عَنْهُ مِنِّي إِلَّا مَا كَانَ مِنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو فَإِنَّهُ كَانَ يَكْتُبُ وَلَا أَكْتُبُ

Tidak ada seorang pun dari shahabat Nabi saw yang lebih banyak haditsnya dibandingkan aku, kecuali ‘Abdullah bin ‘Amr, sebab ia menulis sedang saya tidak (Shahih al-Bukhari kitab al-‘ilm bab kitabatil-‘ilm no. 113).

Setelah ayahnya masuk Islam, ‘Abdullah ibn ‘Amr dinikahkan kepada seorang pemudi terhormat dari Quraisy, yakni Ummu Muhammad binti Mahmiyyah. Usianya saat itu berarti sekitar 16-17 tahunan, sebab ketika Nabi saw wafat usia ‘Abdullah ibn ‘Amr 17 tahun. ‘Amr ibn al-‘Ash sangat perhatian kepada menantunya tersebut. Sungguh terkejut ia ketika suatu hari bertanya kepada menantunya dan mendapatkan jawaban yang tidak terduga.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ أَنْكَحَنِي أَبِي امْرَأَةً ذَاتَ حَسَبٍ فَكَانَ يَتَعَاهَدُ كَنَّتَهُ فَيَسْأَلُهَا عَنْ بَعْلِهَا فَتَقُولُ نِعْمَ الرَّجُلُ مِنْ رَجُلٍ لَمْ يَطَأْ لَنَا فِرَاشًا وَلَمْ يُفَتِّشْ لَنَا كَنَفًا مُنْذُ أَتَيْنَاهُ—فَأَقْبَلَ عَلَيَّ يَلُومنِي فَقَالَ : أَنْكَحْتُك اِمْرَأَة مِنْ قُرَيْش ذَات حَسَبٍ فَعَضَلْتهَا—فَلَمَّا طَالَ ذَلِكَ عَلَيْهِ ذَكَرَ لِلنَّبِيِّ ﷺ 

Dari ‘Abdullah ibn ‘Amr ra, ia berkata: Ayahku menikahkanku dengan seorang perempuan terhormat. Ia sangat perhatian kepada menantunya tersebut. Ia bertanya kepadanya tentang suaminya dan jawabannya: “Lelaki yang baik daripada lelaki lainnya. Ia tidak pernah menaiki kasur kami dan menyibak tirai kami semenjak kami datang kepadanya (tidak pernah tidur bersama).” Ia lalu datang menemuiku dan memarahiku sambil berkata: “Aku menikahkanmu dengan seorang perempuan terhormat tetapi kamu menelantarkannya.” Setelah berlangsung lama ia melaporkannya kepada Nabi saw… (Shahih al-Bukhari bab fi kam yaqra`ul-Qur`an no. 5052).

Dalam riwayat lain jelas disebutkan oleh ‘Abdullah ibn ‘Amr bahwa ia tidak pernah tidur malam melainkan shalat semalam suntuk sambil mengkhatamkan al-Qur`an dan shaum setiap hari sepanjang tahun. ‘Amr ibn al-‘Ash ayahnya kemudian melaporkannya kepada Nabi saw. Setelah dipanggil oleh Nabi saw beliau kemudian menginterogasi:

أَلَمْ أُخْبَرْ أَنَّكَ تَقُومُ اللَّيْلَ وَتَصُومُ النَّهَارَ قُلْتُ إِنِّي أَفْعَلُ ذَلِكَ قَالَ فَإِنَّكَ إِذَا فَعَلْتَ ذَلِكَ هَجَمَتْ عَيْنُكَ وَنَفِهَتْ نَفْسُكَ وَإِنَّ لِنَفْسِكَ حَقًّا وَلِأَهْلِكَ حَقًّا فَصُمْ وَأَفْطِرْ وَقُمْ وَنَمْ

“Betulkan aku mendapat kabar bahwa kamu shalat semalaman dan shaum setiap hari?” Aku menjawab: “Aku melakukan itu.” Beliau bersabda: “Sungguh jika kamu melakukan itu pasti sayu matamu dan lemah nafsumu. Sungguh dirimu memiliki hak dan istrimu juga memiliki hak. Shaumlah dan berbukalah. Shalatlah dan tidurlah.” (Shahih al-Bukhari bab ma yukrahu min tarki qiyamil-lail no. 1153)

أَلَمْ أُخْبَرْ أَنَّكَ تَصُومُ الدَّهْرَ وَتَقْرَأُ الْقُرْآنَ كُلَّ لَيْلَةٍ. قُلْتُ بَلَى يَا نَبِىَّ اللَّهِ وَلَمْ أُرِدْ بِذَلِكَ إِلاَّ الْخَيْرَ. قَالَ فَإِنَّ بِحَسْبِكَ أَنْ تَصُومَ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ. قُلْتُ يَا نَبِىَّ اللَّهِ إِنِّى أُطِيقُ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ. قَالَ فَإِنَّ لِزَوْجِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَلِزَوْرِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَلِجَسَدِكَ عَلَيْكَ حَقًّا. قَالَ فَصُمْ صَوْمَ دَاوُدَ نَبِىِّ اللَّهِ ﷺ فَإِنَّهُ كَانَ أَعْبَدَ النَّاسِ. قَالَ قُلْتُ يَا نَبِىَّ اللَّهِ وَمَا صَوْمُ دَاوُدَ قَالَ كَانَ يَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا. قَالَ وَاقْرَإِ الْقُرْآنَ فِى كُلِّ شَهْرٍ. قَالَ قُلْتُ يَا نَبِىَّ اللَّهِ إِنِّى أُطِيقُ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ قَالَ فَاقْرَأْهُ فِى كُلِّ عِشْرِينَ. قَالَ قُلْتُ يَا نَبِىَّ اللَّهِ إِنِّى أُطِيقُ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ قَالَ فَاقْرَأْهُ فِى كُلِّ عَشْرٍ. قَالَ قُلْتُ يَا نَبِىَّ اللَّهِ إِنِّى أُطِيقُ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ. قَالَ فَاقْرَأْهُ فِى كُلِّ سَبْعٍ وَلاَ تَزِدْ عَلَى ذَلِكَ. فَإِنَّ لِزَوْجِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَلِزَوْرِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَلِجَسَدِكَ عَلَيْكَ حَقًّا

“Betulkah kabar yang sampai kepadaku bahwa kamu shaum sepanjang tahun dan membaca al-Qur`an tuntas setiap malam?” Aku menjawab: “Benar, Nabi Allah, tidak ada maksudku kecuali kebaikan.” Beliau bersabda: “Sungguh cukup bagimu shaum setiap bulan tiga hari.” Aku berkata: “Wahai Nabi Allah, sungguh aku mampu yang lebih baik dari itu.” Beliau bersabda: “Sungguh istrimu memiliki hak yang harus kamu penuhi. Tamumu memiliki hak yang harus kamu penuhi. Badanmu memiliki hak yang harus kamu penuhi. Shaumlah shaum Dawud Nabi Allah, karena ia orang yang paling ahli ibadah.” Aku bertanya: “Wahai Nabi Allah bagaimana shaum Dawud itu?” Beliau menjawab: “Shaum satu hari dan buka satu hari.” Beliau melanjutkan: “Bacalah al-Qur`an (pada shalat malam) dalam satu bulan.” Aku berkata: “Wahai Nabi Allah, sungguh aku mampu yang lebih baik dari itu.” Beliau menjawab: “Bacalah dalam 20 hari.” Aku berkata: “Wahai Nabi Allah, sungguh aku mampu yang lebih baik dari itu.” Beliau menjawab: “Bacalah dalam 10 hari.” Aku berkata: “Wahai Nabi Allah, sungguh aku mampu yang lebih baik dari itu.” Beliau menjawab: “Bacalah dalam 7 hari dan jangan lebih dari itu. Sungguh istrimu memiliki hak yang harus kamu penuhi. Tamumu memiliki hak yang harus kamu penuhi. Badanmu juga memiliki hak yang harus kamu penuhi.” (Shahih Muslim bab an-nahy ‘an shaumid-dahr no. 2787)

Dalam riwayat lain diceritakan:

فَقَالَ اقْرَإِ الْقُرْآنَ فِي كُلِّ شَهْرٍ قَالَ إِنِّي أُطِيقُ أَكْثَرَ فَمَا زَالَ حَتَّى قَالَ فِي ثَلَاثٍ

Ibn ‘Amr berkata: “Saya kuat lebih dari itu.” Maka terus-terusan Nabi saw menguranginya (dari 20 malam, 10 malam, 7 malam) sampai beliau bersabda: “Maksimal dalam tiga malam (1 malam 10 juz).” (Shahih al-Bukhari bab shaum yaum wa ifthar yaum no. 1978).

Tampak jelas “keanehan” ‘Abdullah ibn ‘Amr; sebagai pengantin baru yang biasanya lebih condong pada aktivitas duniawi tetapi ia malah tetap dengan amal-amal ibadah rutin yang istimewanya. Dalam hal shalat semalam suntuk dan shaum sepanjang tahunnya sehingga menelantarkan istri memang itu adalah keanehan yang tidak boleh ditiru karena Nabi saw melarangnya. Tetapi dalam hal menawar untuk ibadah yang lebih banyak dan kemudian menyanggupi shaum Dawud dan shalat malam dengan membaca al-Qur`an 10 juz setiap malam ini adalah keanehan yang sepatutnya diteladani, sebab Nabi saw membenarkannya. Maka meskipun belum mampu menyamai ibadah ‘Abdullah ibn ‘Amr—apalagi ibadahnya Nabi saw—tetapi semangatnya sebagai anak muda yang selalu ingin beribadah maksimal patut diteladani oleh anak-anak muda lainnya di sepanjang zaman. Sungguh berbahagialah orang-orang aneh.

Wal-‘Llahu a’lam wa Huwal-Musta’an

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button