Bulan November selain identik dengan musim hujan juga identik dengan jadwal waktu shalat yang lebih awal. Untuk konteks Bandung dan sekitarnya, waktu shubuh ada di kisaran jam 04.00. Waktu shalat zhuhur ada di kisaran jam 11.35. Demikian halnya waktu shalat ashar, maghrib, dan isya yang lebih awal dari biasanya. Bagi golongan as-sabiqun (orang-orang yang selalu terdepan) memang tidak jadi masalah karena mereka selalu sigap dan sedia. Tetapi bagi golongan al-masbuqun (orang-orang yang selalu terlampaui dan terlambat) bulan November seakan menjadi saksi betapa sengsaranya mereka karena selalu luput dari shalat awal waktu.
Eksistensi golongan as-sabiqun (orang-orang yang selalu terdepan) disebutkan dalam al-Qur`an di tiga tempat, yaitu:
إِنَّ ٱلَّذِينَ هُم مِّنۡ خَشۡيَةِ رَبِّهِم مُّشۡفِقُونَ ٥٧ وَٱلَّذِينَ هُم بَِٔايَٰتِ رَبِّهِمۡ يُؤۡمِنُونَ ٥٨ وَٱلَّذِينَ هُم بِرَبِّهِمۡ لَا يُشۡرِكُونَ ٥٩ وَٱلَّذِينَ يُؤۡتُونَ مَآ ءَاتَواْ وَّقُلُوبُهُمۡ وَجِلَةٌ أَنَّهُمۡ إِلَىٰ رَبِّهِمۡ رَٰجِعُونَ ٦٠ أُوْلَٰٓئِكَ يُسَٰرِعُونَ فِي ٱلۡخَيۡرَٰتِ وَهُمۡ لَهَا سَٰبِقُونَ ٦١
Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Tuhan mereka. Dan orang-orang yang beriman terhadap ayat-ayat Tuhan mereka. Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apapun). Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka. Mereka itu bersegera dalam kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang lebih dahulu memperolehnya (QS. al-Mu`minun [23] : 57-61).
ثُمَّ أَوۡرَثۡنَا ٱلۡكِتَٰبَ ٱلَّذِينَ ٱصۡطَفَيۡنَا مِنۡ عِبَادِنَاۖ فَمِنۡهُمۡ ظَالِمٞ لِّنَفۡسِهِۦ وَمِنۡهُم مُّقۡتَصِدٞ وَمِنۡهُمۡ سَابِقُۢ بِٱلۡخَيۡرَٰتِ بِإِذۡنِ ٱللَّهِۚ ذَٰلِكَ هُوَ ٱلۡفَضۡلُ ٱلۡكَبِيرُ ٣٢
Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami. Lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri, dan di antara mereka ada yang pertengahan, dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar (QS. Fathir [35] : 32).
وَٱلسَّٰبِقُونَ ٱلسَّٰبِقُونَ ١٠ أُوْلَٰٓئِكَ الْمُقَرَّبُوْنَ ١١ فِي جَنَّٰتِ ٱلنَّعِيمِ ١٢ ثُلَّةٞ مِّنَ ٱلۡأَوَّلِينَ ١٣ وَقَلِيلٞ مِّنَ ٱلۡأٓخِرِينَ ١٤
Dan orang-orang yang paling dahulu, mereka itulah yang paling dahulu (masuk surga). Mereka itulah yang didekatkan kepada Allah. Berada dalam surga kenikmatan. Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu, dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian (QS. al-Waqi’ah [56] : 10-14).
Di samping itu ada juga perintah untuk selalu menjadi yang terdepan dalam dua ayat, salah satunya tegas menyebutkan dengan lafazh sabiqu:
سَابِقُوٓاْ إِلَىٰ مَغۡفِرَةٖ مِّن رَّبِّكُمۡ وَجَنَّةٍ عَرۡضُهَا كَعَرۡضِ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ أُعِدَّتۡ لِلَّذِينَ ءَامَنُواْ بِٱللَّهِ وَرُسُلِهِۦۚ ذَٰلِكَ فَضۡلُ ٱللَّهِ يُؤۡتِيهِ مَن يَشَآءُۚ وَٱللَّهُ ذُو ٱلۡفَضۡلِ ٱلۡعَظِيمِ ٢١
Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar (QS. al-Hadid [57] : 21. Satu lagi dengan menggunakan lafazh sari’u dalam QS. Ali ‘Imran [3] : 133).
Ayat-ayat semakna yang menganjurkan umat Islam untuk selalu menjadi yang terdepan dalam kebaikan disebutkan juga oleh Allah swt dengan lafazh fa-stabiqul-khairat dalam QS. al-Baqarah [2] : 148 dan al-Ma`idah [5] : 48; dan lafazh yusari’una fil-khairat dalam QS. Ali ‘Imran [3] : 114, al-Anbiya` [21] : 90, dan yang sudah dikutip di atas al-Mu`minun [23] : 61.
Semua ayat di atas mengajarkan umat Islam untuk selalu menjadi orang-orang yang terdepan dalam kebaikan termasuk shalat. Itu adalah identitas utama orang-orang Islam yang membedakannya dari orang-orang munafiq. Mereka yang terhinggapi sifat munafiq identik dengan karakter malas beramal shalih khususnya dalam shalat. Dalam QS. al-Hadid Allah swt mengingatkan penyebab orang-orang munafiq tidak ikut mendapatkan cahaya pada hari kiamat meskipun mereka di dunia hidup bersama dengan orang-orang beriman:
يُنَادُونَهُمۡ أَلَمۡ نَكُن مَّعَكُمۡۖ قَالُواْ بَلَىٰ وَلَٰكِنَّكُمۡ فَتَنتُمۡ أَنفُسَكُمۡ وَتَرَبَّصۡتُمۡ وَٱرۡتَبۡتُمۡ وَغَرَّتۡكُمُ ٱلۡأَمَانِيُّ حَتَّىٰ جَآءَ أَمۡرُ ٱللَّهِ وَغَرَّكُم بِٱللَّهِ ٱلۡغَرُورُ ١٤
Orang-orang munafiq itu memanggil mereka (orang-orang mukmin) seraya berkata: “Bukankah kami dahulu bersama-sama dengan kamu?” Mereka menjawab: “Benar, tetapi kamu mencelakakan dirimu sendiri dan menunggu (kehancuran kami) dan kamu ragu-ragu serta ditipu oleh angan-angan kosong sehingga datanglah ketetapan Allah; dan kamu telah ditipu terhadap Allah oleh (setan) yang amat penipu.” (QS. al-Hadid [57] : 14)
Khusus untuk shalat, orang-orang munafiq identik dengan kusala; malas dan selalu memperlambat diri.
إِنَّ ٱلۡمُنَٰفِقِينَ يُخَٰدِعُونَ ٱللَّهَ وَهُوَ خَٰدِعُهُمۡ وَإِذَا قَامُوٓاْ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ قَامُواْ كُسَالَىٰ يُرَآءُونَ ٱلنَّاسَ وَلَا يَذۡكُرُونَ ٱللَّهَ إِلَّا قَلِيلٗا ١٤٢
Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka mengingat Allah kecuali sedikit sekali (QS. An-Nisa` [4] : 142)
“Mengingat Allah sedikit sekali” itu yakni dengan masih mengamalkan shalatnya, tetapi diamalkan dengan malas, tidak ada gairah.
Dalam ayat lain Allah swt menyinggung:
وَمَا مَنَعَهُمۡ أَن تُقۡبَلَ مِنۡهُمۡ نَفَقَٰتُهُمۡ إِلَّآ أَنَّهُمۡ كَفَرُواْ بِٱللَّهِ وَبِرَسُولِهِۦ وَلَا يَأۡتُونَ ٱلصَّلَوٰةَ إِلَّا وَهُمۡ كُسَالَىٰ وَلَا يُنفِقُونَ إِلَّا وَهُمۡ كَٰرِهُونَ ٥٤
Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya, dan mereka tidak mengerjakan shalat melainkan dengan malas, dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka melainkan dengan rasa enggan (QS. At-Taubah [9] : 54).
Shahabat Ibn Mas’ud pernah ditanya tentang ayat-ayat di atas, apa maksudnya? Shahabat Ibn Mas’ud menjawab:
عَلَى مَوَاقِيتِهَا. قَالُوا: مَا كُنَّا نَرَى ذَلِكَ إِلَّا عَلَى التَّرْكِ؟ قَالَ: ذَاكَ الكفر
“Orang yang lalai dalam hal waktunya.”Ketika dikonfirmasi bukankah yang dimaksud adalah meninggalkan shalat bukan lalai dari waktunya, Ibn Mas’ud menjawab: “Jika sudah meninggalkannya, berarti sudah kufur.” (Tafsir Ibn Katsir QS. Maryam [19] : 59).
Dalam hal ini shahabat Ibn Mas’ud mengingatkan:
قَالَ ابْنُ مَسْعُوْدٍ: لَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنْ الصَّلَاةِ إِلَّا مُنَافِقٌ قَدْ عُلِمَ نِفَاقُهُ أَوْ مَرِيضٌ إِنْ كَانَ الْمَرِيضُ لَيَمْشِي بَيْنَ رَجُلَيْنِ حَتَّى يَأْتِيَ الصَّلَاةَ وَقَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ عَلَّمَنَا سُنَنَ الْهُدَى وَإِنَّ مِنْ سُنَنِ الْهُدَى الصَّلَاةَ فِي الْمَسْجِدِ الَّذِي يُؤَذَّنُ فِيهِ
Ibn Mas’ud berkata: “Sungguh aku telah menyaksikan di antara kami (shahabat) dahulu tidak ada yang meninggalkan shalat (berjama’ah) kecuali seorang munafiq yang benar-benar telah dikenal kemunafiqannya atau seorang yang sakit. Tetapi orang yang sakit pun ada yang sampai berjalan dituntun oleh dua orang agar bisa mendatangi shalat.” Ibn Mas’ud berkata juga: “Sesungguhnya Rasulullah saw telah mengajarkan kepada kami jalan-jalan hidayah, dan di antara jalan hidayah itu adalah shalat di masjid ketika dikumandangkan adzan padanya.” (Shahih Muslim bab shalat al-jama’ah min sunanil-huda no. 1045)
Wal-‘Llahu a’lam wa Huwal-Musta’an