Hukum Nikah Sirri Agar Pensiunan Tidak Hilang
Ustadz bagaimana hukumnya pernikahan sirri agar hak pensiunan dari suami sebelumnya yang sudah meninggal tidak hilang? 0813-2406-xxxx
Pernikahan sirri dalam pengertian pernikahan yang tidak didaftarkan kepada Kementerian Agama tetapi dilangsungkan berdasarkan syari’at dengan terpenuhi semua rukun dan syaratnya statusnya sah. Akan tetapi motif yang melatarbelakanginya agar tidak hilang hak pensiun dari suami yang sebelumnya tentu merupakan sebuah kebohongan dan tipu daya untuk mengelabui aturan yang sudah jelas berlaku di Indonesia.
Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai pasal 28 ayat 1 jelas disebutkan:
Pensiun janda/duda atau bagian pensiun janda yang diberikan kepada janda/duda yang tidak mempunyai anak, dibatalkan jika janda/duda yang bersangkutan nikah lagi, terhitung dari bulan berikutnya perkawinan itu dilangsungkan.
Imam al-Bukhari menuliskan satu bab khusus al-hiyal (tipu daya) dalam kitab Shahihnya. Dalam bab tersebut dituliskan hadits-hadits seputar larangan hailah/hiyal dalam shalat, zakat, perdagangan, pernikahan, dan lainnya. Di antara praktik hiyal yang dilarang Nabi saw adalah siasat agar tidak terkena kewajiban zakat. Pemilik ternak kambing 40-120 ekor zakatnya satu ekor kambing. Maka tiga orang peternak yang masing-masing memiliki ternak 40 ekor kambing jangan disatukan ternaknya agar zakat yang dikeluarkannya satu ekor kambing, tetap harus dipisah jika memang berpisah kepemilikannya sehingga seharusnya zakatnya tiga ekor kambing. Demikian halnya yang memiliki ternak 60 ekor kambing jangan dipisahkan sehingga menjadi 30 ekor-30 ekor agar tidak terkena kewajiban zakat. Terkait hal ini Nabi saw bersabda:
وَلَا يُجْمَعُ بَيْنَ مُتَفَرِّقٍ وَلَا يُفَرَّقُ بَيْنَ مُجْتَمِعٍ خَشْيَةَ اَلصَّدَقَةِ
Tidak boleh dikumpulkan antara hewan-hewan ternak terpisah dan tidak boleh dipisahkan antara hewan-hewan ternak yang terkumpul karena takut terkena kewajiban zakat (Shahih al-Bukhari bab fiz-zakat no. 6955).
Praktik hailah dalam pernikahan sebagaimana disinggung al-Hafizh Ibn Hajar ketika mensyarah di awal kitab al-hiyal dalam Fathul-Bari adalah nikah tahlil (menghalalkan yang haram) yang dilarang oleh Nabi saw. Latar belakangnya seorang suami yang menceraikan istrinya ketiga kalinya tidak mungkin rujuk lagi. Diperbolehkan rujuk lagi berdasarkan QS. Al-Baqarah [2] : 230 jika mantan istrinya tersebut dinikahi dulu oleh orang lain lalu diceraikan lagi olehnya. Setelah itu baru boleh rujuk lagi kepada suami semula yang sudah pernah menceraikannya sampai tiga kali. Praktik hailah-nya, suami yang sudah menceraikan istrinya ketiga kalinya tersebut meminta temannya untuk menikahi mantan istrinya tetapi setelah menikah harus menceraikannya lagi, agar ia bisa kembali rujuk dengan mantan istrinya tersebut. ‘Ali ra meriwayatkan sabda Nabi saw:
لَعَنَ اللَّهُ الْمُحَلِّلَ وَالْمُحَلَّلَ لَهُ
Allah melaknat orang yang melakukan dan yang menyuruh praktik tahlil (Sunan Abi Dawud bab fit-tahlil no. 2078)
Dalam dunia perdagangan, Nabi saw juga mengancam dengan keras:
مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّى
Siapa yang menipu maka ia bukan umatku (Shahih Muslim bab qaulin-Nabi man ghasysyana fa laisa minna no. 295).
Hadits-hadits yang melarang berbohong terlalu banyak untuk disebutkan di sini. Semuanya melarang dengan tegas setiap praktik kebohongan untuk menyiasati ketentuan yang sudah diatur syari’at ataupun yang sudah dijadikan aturan oleh Ulil-Amri. Wal-‘Llahu a’lam.