Peristiwa Alam

Shalat Gerhana Ketika Tidak Teramati Gerhananya

Bismillah. Ustadz maaf izin bertanya, tadi malam di masjid tempat kami sudah siap untuk melaksanakan shalat gerhana. Tetapi tiba-tiba Ketua DKM membatalkan shalat tersebut. Alasannya bulan tidak terlihat karena tertutup awan. Tetapi di masjid lain ada yang tetap melaksanakan shalat tersebut. Mohon penjelasannya. 838-2406-xxxx, 0852-2343-xxxx, 0881-0236-xxxx, 0895-3990-xxxx

Hadits-hadits yang mensyari’atkan shalat gerhana semuanya berdasar pada sabda Nabi saw: fa idza raitum; jika kalian melihat/menyaksikan/mengamati gerhana. Artinya jika gerhana tidak terlihat atau teramati maka tidak ada syari’at shalat gerhana.

Akan tetapi pengamatan yang dimaksud bukan hanya dengan mata telanjang saja, melainkan juga dengan kepastian terlihat (imkanur-rukyat) meski kemudian tidak terlihat karena terhalang mendung. Sabda Nabi saw dalam hadits-hadits rukyat hilal Ramadlan jelas mengajarkan bahwa jika hilal Ramadlan tidak terlihat sempurnakan malam tersebut jadi malam ke-30 Sya’ban. Malam dan hari esoknya baru ditetapkan 1 Ramadlan. Untuk hari esoknya tersebut Nabi saw tidak memerintah lagi melihat hilal karena sudah pasti terlihat. Nabi saw memerintahkan menyempurnakan Sya’ban menjadi 30 hari juga bukan karena hilal tidak ada, melainkan diragukan ada. Di sini berlaku kaidah “Yakin tidak hilang dengan ragu”. Karena malam terakhir Sya’ban hilal Ramadlan diragukan adanya dan baru pasti pada malam dan hari esoknya maka malam tersebut ditetapkan tanggal 30 dan malam dan hari esoknya baru ditetapkan 1 Ramadlan meski hilal tidak perlu diamati lagi karena pasti ada. Dari istidlal ini maka kepastian terlihat (imkanur-rukyat) termasuk yakin jika pasti ada. Sementara mendung termasuk ragu karena diragukan ada tiadanya. Seyogianya yang yakin dijadikan pegangan, sementara yang ragu jangan dijadikan pegangan. Tanggal 8 November 2022 kemarin gerhana bulan total pasti adanya, sementara mendung meragukan.

Model fiqih seperti ini sudah diutarakan oleh Taqiyyuddin as-Subki [w. 756 H], Syaikhul-Islam dari madzhab Syafi’i:

وَاعْتِبَارُهُ إكْمَالُ الْعِدَّةِ ثَلَاثِينَ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّهُ لَا يَنْتَظِرُونَ بِهِ الْهِلَالَ وَأَنَّ وُجُودَهُ فِي نَفْسِ الْأَمْرِ مُعْتَبَرٌ بِشَرْطِ إمْكَانِ الرُّؤْيَةِ

Perintah Nabi saw untuk menyempurnakan bilangan Sya’ban menjadi 30 hari jadi dalil untuk tidak menunggu melihat hilal, karena hilal pada saat itu sudah terhitung ada dengan syarat pasti terlihat (Fatawa as-Subki 1 : 208).

Di samping itu rukyat tidak harus berlaku berbeda untuk masing-masing daerah. Sepanjang malamnya masih sama di satu malam yang sama maka rukyat dari satu daerah bisa berlaku untuk daerah lainnya yang masih satu wilayah malam. Dalam peristiwa gerhana bulan total 8 November 2022 kemarin disiarkan secara langsung pengamatan dari Kendari, Manado, dan Papua, dan gerhananya jelas terlihat. Ketiganya meski ada di wilayah Timur tetapi masih satu malam dengan Jawa, hanya terpaut 2 jam. Prof. Wahbah az-Zuhaili dalam hal ini menjelaskan:

والعلوم الفلكية تؤيد توحيد أول الشهر الشرعي بين الحكومات الإسلامية، لأن أقصى مدة بين مطلع القمر في أقصى بلد إسلامي وبين مطلعه في أقصى بلد إسلامي آخر هو نحو 9 ساعات، فتكون بلاد الإسلام كلها مشتركة في أجزاء من الليل

Ilmu Falak menguatkan penyatuan awal bulan syar’i di antara negara-negara Islam, karena batas terjauh antara tempat terbitnya bulan di satu negeri Islam dengan tempat terbitnya di negeri Islam lainnya yang terjauh sekitar 9 jam. Maka negeri-negeri Islam semuanya bersatu dalam bagian-bagian malamnya (Prof. Wahbah az-Zuhaili, Guru Besar Hukum Islam di Suriah, alumni Universitas al-Azhar, dalam al-Fiqhul-Islami wa Adillatuhu 1 : 537).

Dengan demikian sepanjang dipastikan gerhana akan teramati, meski terhalang mendung, shalat gerhana tetap disunnahkan untuk diamalkan. Terlebih ketika nyatanya teramati di daerah lain yang masih satu negara yang sama. Wal-‘Llahu a’lam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button