Hukum Shalat Jum’at bagi Perempuan
Hukum Shalat Jum’at bagi Perempuan
Di Masjidil-Haram pada waktu shalat Jum’at banyak kaum perempuan yang ikut shalat Jum’at dan tidak dilarang oleh petugas. Apakah memang dibenarkan perempuan ikut shalat Jum’at? Kalau mereka shalat Jum’at apakah berarti sudah terbebas dari kewajiban shalat zhuhur? 0821-3050-xxxx
Perempuan, bersama orang sakit, anak kecil, hamba sahaya, dan musafir dikecualikan dari kewajiban shalat Jum’at (hadits Thariq ibn Syihab dan Ibn ‘Umar ra dalam Bulughul-Maram bab shalatil-jumu’ah). Akan tetapi bukan berarti mereka terlarang mengikuti shalat Jum’at. Jika mereka shalat Jum’at maka hukumnya sah dan mereka sudah terbebas dari kewajiban shalat zhuhur. Imam an-Nawawi dalam kitabnya al-Majmu’ menjelaskan:
ذَكَرْنَا أَنَّ الْمَعْذُورِينَ كَالْعَبْدِ وَالْمَرْأَةِ وَالْمُسَافِرِ وَغَيْرِهِمْ فَرْضُهُمْ الظُّهْرُ فَإِنْ صَلَّوْهَا صَحَّتْ وَإِنْ تَرَكُوا الظُّهْرَ وَصَلَّوْا الْجُمُعَةَ أَجْزَأَتْهُمْ بِالْإِجْمَاعِ نَقَلَ الْإِجْمَاعَ فِيهِ ابْنُ الْمُنْذِرِ وَإِمَامُ الْحَرَمَيْنِ وَغَيْرُهُمَا
Kami sudah menyebutkan bahwa orang-orang yang udzur seperti hamba sahaya, perempuan, musafir, dan lainnya, yang wajib bagi mereka adalah shalat zhuhur. Jika mereka melaksanakan shalat zhuhur maka sah. Jika mereka meninggalkan zhuhur dan shalat Jum’at maka itu sudah cukup bagi mereka berdasarkan ijma’ (kesepakatan para ulama dari sejak zaman shahabat). Yang menyatakan adanya ijma’ ini adalah Ibnul-Mundzir, Imam al-Haramain, dan yang lainnya (Al-Majmu’ Syarhul-Muhadzdzab 4 : 495 bab shalatil-Jumu’ah).
Penjelasan yang sama dikemukakan juga oleh Syaikh Wahbah az-Zuhaili:
لَكِنْ إِنْ حَضَرَ هَؤُلَاءِ وَصَلَّوُا مَعَ النَّاسِ، أَجْزَأَهُمْ ذَلِكَ عَنْ فَرْضِ الْوَقْتِ،؛ لِأَنَّهُمْ تَحَمَّلُوْا الْمَشَقَّةَ، فَصَارُوا كَالْمُسَافِرِ إِذَا صَامَ، وَلِأَنَّ كُلَّ مَنْ صَحَّتْ ظُهْرُهُ مِمَّنْ لَا تَلْزَمُهُ الْجُمُعَةُ صَحَّتْ جُمُعَتُهُ بِالْإِجْمَاعِ
Akan tetapi jika mereka ini (yang tidak terkena kewajiban shalat Jum’at—pen) hadir dan shalat (Jum’at) bersama orang-orang maka itu sudah cukup bagi mereka dari kewajiban shalat waktu itu (zhuhur). Keadaan mereka memilih yang sulit seperti halnya musafir yang shaum. Semua yang sah shalat zhuhurnya dari orang yang tidak wajib shalat Jum’at maka sah juga shalat Jum’atnya berdasarkan ijma’ (Al-Fiqhul-Islami wa Adillatuhu 2 : 1285).
Akan tetapi Imam an-Nawawi mengingatkan bahwa ikut sertanya perempuan dalam shalat Jum’at sama halnya dengan ketentuan bolehnya mereka ikut serta dalam shalat berjama’ah lima waktu; tidak boleh memancing perhatian kaum lelaki dan bercampur dengan jama’ah lelaki (lebih jelasnya bisa dirujuk tulisan kami “Kedudukan Shalat Berjama’ah di Masjid bagi Perempuan” (https://attaubah-institute.com/kedudukan-shalat-berjamaah-di-masjid-bagi-perempuan/).
إذَا أَرَادَتْ الْمَرْأَةُ حُضُورَ الْجُمُعَةِ فَهُوَ كَحُضُورِهَا لِسَائِرِ الصَّلَوَاتِ وَقَدْ ذَكَرَهُ الْمُصَنِّفُ فِي أَوَّلِ بَابِ صَلَاةِ الْجَمَاعَةِ وَشَرَحْنَاهُ هُنَاكَ وَحَاصِلُهُ أَنَّهَا إنْ كَانَتْ شَابَّةً أَوْ عَجُوزًا تُشْتَهَى كُرِهَ حُضُورُهَا وَإِلَّا فلا
Apabila seorang perempuan ingin menghadiri shalat Jum’at maka hukumnya sama dengan menghadiri shalat-shalat lainnya. Penulis kitab (al-Muhadzdzab yakni Imam as-Syirazi) telah menyebutkannya di awal bab shalat berjama’ah dan kami sudah uraikan di sana. Intinya, jika itu seorang gadis atau perempuan dewasa yang masih menarik perhatian maka dibenci hadirnya. Jika tidak, maka tidak dibenci (Al-Majmu’ Syarhul-Muhadzdzab 4 : 496 bab shalatil-Jumu’ah).
Dalam konteks shalat Jum’at di Indonesia di mana jama’ah lelakinya selalu meluber ke luar masjid, maka kehadiran perempuan untuk ikut shalat Jum’at sangat tidak dianjurkan. Dalam konteks Masjidil-Haram di mana area luas dan tidak ada percampurbauran dengan jama’ah lelaki maka diperbolehkan. Wal-‘Llahu a’lam.