Zaid ibn ‘Amr Masuk Surga Meski Belum Pernah “Masuk Islam”
Namanya Zaid ibn ‘Amr ibn Nufail. Ia pernah bertemu Nabi Muhammad ﷺ sebelum beliau diangkat menjadi Nabi dan beragama hanif; agama yang diajarkan Nabi Ibrahim as. Ia meninggal dunia lima tahun sebelum Nabi H menerima wahyu pertama. Meski ia belum pernah masuk Islam yang diajarkan Nabi ﷺ, tetapi ia dinyatakan oleh Nabi ﷺ akan masuk surga karena hakikatnya ia sudah beragama Islam.
Zaid ibn ‘Amr ibn Nufail adalah saudara sepupu ‘Umar ibn al-Khaththab ibn Nufail. Ayah ‘Umar dan Zaid bersaudara (al-Khaththab dan ‘Amr), sama-sama putra dari Nufail. Zaid adalah ayah dari salah seorang shahabat dari 10 shahabat yang dijanjikan Nabi saw akan masuk surga dalam satu kesempatan ceramahnya, yakni Sa’id ibn Zaid. Sa’id termasuk as-sabiqunal-awwalun (orang-orang yang paling awal masuk Islam) dan ikut perang Badar. Sementara ayahnya ini, Zaid ibn ‘Amr, tidak sempat “masuk Islam” karena wafat sebelum Nabi Muhammad saw diutus menjadi Nabi (Fathul-Bari bab hadits Zaid ibn ‘Amr ibn Nufail).
Sekelumit riwayat hidup Zaid ibn ‘Amr diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam kitab Shahihnya pada kitab manaqib al-Anshar bab hadits Zaid ibn ‘Amr ibn Nufail no. 3826-3827 sebagai berikut:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ لَقِيَ زَيْدَ بْنَ عَمْرِو بْنِ نُفَيْلٍ بِأَسْفَلِ بَلْدَحٍ قَبْلَ أَنْ يَنْزِلَ عَلَى النَّبِيِّ ﷺ الْوَحْيُ فَقُدِّمَتْ إِلَى النَّبِيِّ ﷺ سُفْرَةٌ فَأَبَى أَنْ يَأْكُلَ مِنْهَا ثُمَّ قَالَ زَيْدٌ إِنِّي لَسْتُ آكُلُ مِمَّا تَذْبَحُونَ عَلَى أَنْصَابِكُمْ وَلَا آكُلُ إِلَّا مَا ذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَأَنَّ زَيْدَ بْنَ عَمْرٍو كَانَ يَعِيبُ عَلَى قُرَيْشٍ ذَبَائِحَهُمْ وَيَقُولُ الشَّاةُ خَلَقَهَا اللَّهُ وَأَنْزَلَ لَهَا مِنْ السَّمَاءِ الْمَاءَ وَأَنْبَتَ لَهَا مِنْ الْأَرْضِ ثُمَّ تَذْبَحُونَهَا عَلَى غَيْرِ اسْمِ اللَّهِ إِنْكَارًا لِذَلِكَ وَإِعْظَامًا لَهُ
Dari ‘Abdullah ibn ‘Umar ra: Nabi saw pernah bertemu dengan Zaid ibn ‘Amru ibn Nufail di suatu jalan di bawah lembah bernama Baldah sebelum Nabi saw menerima wahyu. Kemudian Nabi saw disuguhi hidangan makanan (persembahan untuk berhala) namun beliau enggan memakannya. (Kemudian disuguhkan juga kepada Zaid dan ia juga enggan memakannya). Zaid berkata: “Aku tidak memakan sesuatu yang kalian sembelih untuk berhala kalian. Aku tidak akan memakan sesuatu kecuali yang disembelih dengan menyebut nama Allah.” (Ibn ‘Umar berkata) Zaid ibn ‘Amr mencela kaum Quraisy dalam hal sembelihan mereka dengan berkata: “Kambing itu diciptakan oleh Allah. Dia yang menurunkan air hujan dari langit untuknya. Allah juga yang menumbuhkan tumbuhan di muka bumi untuknya. Tetapi kalian malah menyembelihnya tanpa menyebut nama Allah,” sebagai bentuk pengingkaran atas hal itu sekaligus menganggapnya sebagai perkara yang tidak sepele.
‘Abdullah ibn ‘Umar juga menceritakan bahwa Zaid ibn ‘Amr ibn Nufail pernah sengaja pergi ke Syam untuk bertanya-tanya tentang agama yang hendak ia ikuti. Ia bertemu dengan seorang ‘alim Yahudi (rahib/rabi) dan bertanya kepadanya tentang agama mereka. Akan tetapi ia tidak puas dengan penjelasannya. Ketika Zaid bertanya adakah agama lain yang mungkin ia peluk selain Yahudi, maka ‘alim itu menjawab:
مَا أَعْلَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ حَنِيفًا قَالَ زَيْدٌ وَمَا الْحَنِيفُ قَالَ دِينُ إِبْرَاهِيمَ لَمْ يَكُنْ يَهُودِيًّا وَلَا نَصْرَانِيًّا وَلَا يَعْبُدُ إِلَّا اللَّهَ
“Aku tidak tahu kecuali agama yang hanif.” Zaid bertanya: “Apa agama hanif itu?” Rahib itu menjawab: “Agama Ibrahim, ia tidak beragama Yahudi dan Nasrani, dan ia tidak beribadah kecuali hanya kepada Allah.”
Zaid ibn ‘Amr kemudian mencari seorang ‘alim Nashrani. Ketika ia menemukannya ia berdiskusi hal yang sama dengan diskusinya kepada ‘alim Yahudi. Jawaban darinya pun sama ketika Zaid menyatakan tidak puas dengan agama Nashrani untuk memilih agama hanif saja atau agama Ibrahim. Ibn ‘Umar ra menceritakan:
فَلَمَّا رَأَى زَيْدٌ قَوْلَهُمْ فِي إِبْرَاهِيمَ خَرَجَ فَلَمَّا بَرَزَ رَفَعَ يَدَيْهِ فَقَالَ اللَّهُمَّ إِنِّي أَشْهَدُ أَنِّي عَلَى دِينِ إِبْرَاهِيمَ
Setelah Zaid merenungkan apa yang mereka katakan tentang Ibrahim as, ia pun keluar dari Syam. Setelah keluar ia berkata: “Ya Allah, aku bersaksi bahwa aku memeluk agama Ibrahim.”
Hadits ketiga tentang Zaid ibn ‘Amr yang ditulis Imam al-Bukhari bersumber dari Asma` putri Abu Bakar ra:
رَأَيْتُ زَيْدَ بْنَ عَمْرِو بْن نُفَيْلٍ قَائِمًا مُسْنِدًا ظَهْرَهُ إِلَى الْكَعْبَةِ يَقُولُ يَا مَعَاشِرَ قُرَيْشٍ وَاللَّهِ مَا مِنْكُمْ عَلَى دِينِ إِبْرَاهِيمَ غَيْرِي وَكَانَ يُحْيِي الْمَوْءُودَةَ يَقُولُ لِلرَّجُلِ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَقْتُلَ ابْنَتَهُ لَا تَقْتُلْهَا أَنَا أَكْفِيكَهَا مَئُونَتَهَا فَيَأْخُذُهَا فَإِذَا تَرَعْرَعَتْ قَالَ لِأَبِيهَا إِنْ شِئْتَ دَفَعْتُهَا إِلَيْكَ وَإِنْ شِئْتَ كَفَيْتُكَ مَئُونَتَهَا
Aku pernah melihat Zaid ibn ‘Amr ibn Nufail berdiri sambil menyandarkan punggungnya di Ka’bah seraya berseru: “Wahai kaum Quraisy, demi Allah, tidak ada seorang pun dari kalian yang berada di atas agama Ibrahim selain aku.” Zaid dahulu adalah orang yang selalu memperjuangkan hak hidup anak perempuan yang biasanya dikubur hidup-hidup dan ia berkata kepada seseorang yang hendak membunuh putrinya: “Kamu jangan membunuhnya karena aku yang akan mencukupi kebutuhan hidupnya.” Maka ia mengambil anak perempuan itu. Setelah anak perempuan itu beranjak dewasa, Zaid berkata kepada bapak anak perempuan itu: “Jika kamu mau aku serahkan anak ini kepadamu, dan jika kamu mau aku bebaskan kamu dari kebutuhan hidupnya.”
Dalam Fathul-Bari, al-Hafizh mengutip riwayat dari Muhammad ibn Sa’ad dan al-Fakihi dari hadits ‘Amir ibn Rabi’ah, bahwa Zaid pernah berkata kepadanya:
إِنِّي خَالَفْتُ قَوْمِي وَاتَّبَعْتُ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَمَا كَانَا يَعْبُدَانِ، وَكَانَا يُصَلِّيَانِ إِلَى هَذِهِ الْقِبْلَة، وَأَنَا أَنْتَظِر نَبِيًّا مِنْ بَنِي إِسْمَاعِيل يُبْعَث، وَلَا أَرَانِي أُدْرِكهُ، وَأَنَا أُومِن بِهِ وَأُصَدِّقهُ وَأَشْهَد أَنَّهُ نَبِيّ، وَإِنْ طَالَتْ بِك حَيَاة فَأَقْرِئْهُ مِنِّي السَّلَام. قَالَ عَامِر: فَلَمَّا أَسْلَمْتُ أَعْلَمْتُ النَّبِيَّ ﷺ بِخَبَرِهِ قَالَ: فَرَدَّ عَلَيْهِ السَّلَام وَتَرَحَّمَ عَلَيْهِ، قَالَ: وَلَقَدْ رَأَيْته فِي الْجَنَّة يَسْحَب ذُيُولًا
“Sungguh aku memilih berbeda dengan kaumku. Aku mengikuti millah Ibrahim dan Isma’il dan apa yang mereka sembah. Mereka shalat menghadap qiblat ini. Aku sedang menunggu seorang Nabi dari keturunan Isma’il yang akan diutus meski aku merasa aku tidak akan cukup umur untuk bertemu dengannya. Tetapi aku beriman kepadanya, membenarkannya, dan bersaksi bahwa ia Nabi. Jika umurmu panjang maka sampaikan salam dariku kepadanya.” ‘Amir berkata: Ketika aku masuk Islam, aku beritahukan Nabi saw tentang kisahnya, lalu beliau menjawab salamnya dan mendo’akan rahmat untuknya. Beliau bersabda: “Sungguh aku melihatnya di surga menarik ekor-ekor [penulis belum menemukan penjelasan tentang apa maksud dari ‘menarik ekor-ekor’].”
Maksud agama hanif yang disebutkan ‘alim Yahudi dan Nashrani dalam hadits di atas ditegaskan dalam QS. Ali ‘Imran [3] : 67 adalah Islam (musliman). Jadi agama Ibrahim itu Islam dan agama yang dipilih Zaid ibn ‘Amr itu dengan sendirinya Islam, meski ia belum beriman kepada Muhammad saw sebagai Rasul Allah karena memang Muhammad saw saat itu belum diutus menjadi Nabi. Dan meski Zaid ibn ‘Amr sezaman dengan Nabi saw di masa jahiliyyah dan memiliki pilihan agama yang sama dengan Nabi saw sebagaimana dijelaskan dalam hadits pertama di atas. Hanya karena Zaid tidak pernah tahu bahwa Muhammad saw akan diutus jadi Nabi saw, dan Nabi saw sendiri pun pada saat itu belum tahu akan diutus jadi Nabi saw, jadinya Zaid tidak pernah bersyahadat anna Muhammadan Rasulul-‘Llah. Meski demikian, Nabi saw tegas menyatakan bahwa Zaid akan masuk surga karena hakikatnya ia pun seorang muslim.
Hadits pertama di atas juga menunjukkan bahwa pernyataan Zaid: “Tidak ada seorang pun dari kalian yang berada di atas agama Ibrahim selain aku,” maksudnya kalian yang ada di hadapannya saat itu, sebab Zaid sendiri tahu bahwa Muhammad saw saat itu sama dengannya tidak mau menyembah berhala bahkan tidak mau makan makanan persembahan untuk berhala. Orang lain yang sama dengan mereka berdua adalah Abu Bakar as-Shiddiq sebagaimana dijelaskan oleh para ulama ahli Tarikh tentang biografi beliau sebelum Nabi saw diutus.
Perjalanan spiritual Zaid ibn ‘Amr sebagaimana diulas di atas menunjukkan bahwa kebenaran agama Islam bersifat mutlak pasti. Bahkan sebelum Nabi saw diutus pun fithrah orang-orang yang masih bersih akan mencari agama yang sepenuhnya tunduk beribadah kepada Allah swt tanpa syirik atau hanif. Maka sungguh kurang ajar kalau Nabi saw sekarang sudah diutus, tetapi masih banyak orang yang tidak mau memenuhi tuntutan fithrahnya untuk beragama Islam (QS. ar-Rum [30] : 30).
Wal-‘Llahu a’lam.