Ustadz bagaimana kalau kita bangun tidur, kemudian akan melaksanakan shalat shubuh, tapi pas wudlu keluar darah haidl?Apakah kita dianggap tidak shalat shubuh atau harus qadha? Jama’ah Cibuntu, Bandung
Seorang perempuan yang datang haidl di satu waktu shalat dan belum melaksanakan shalat tersebut berarti ia dikategorikan belum menunaikan satu kewajiban shalat. Perempuan tersebut harus menunaikan kewajiban yang belum dilaksanakan tersebut pada saat selesai masa haidlnya. Jadi dalam pertanyaan di atas perempuan tersebut sudah wajib shalat shubuh, tetapi karena tidak mungkin mengamalkan shalat shubuh saat itu berhubung sudah tiba haidl, maka shalat shubuh tersebut diganti pada saat bersih haidlnya beberapa hari berikutnya.
Hal yang sama juga berlaku ketika suci dari haidl di akhir satu waktu shalat tetapi belum sempat mengamalkan shalat tersebut dan sudah masuk waktu shalat yang baru, maka ia harus mengqadla shalat yang belum diamalkan sesudah suci tersebut. Misalnya haidl bersih di akhir waktu zhuhur qabla ashar, berarti ia sudah wajib shalat zhuhur. Tetapi karena ia selesai bersucinya di waktu ashar maka ia harus shalat zhuhur yang belum diamalkan dan sekaligus shalat ashar karena sudah masuk waktu ashar.
Status perempuan yang belum sempat shalat sebelum tiba masa haidl atau sesudah berakhir masa haidl ini sama dengan kasus orang yang belum shalat karena tertidur atau lupa. Orang-orang yang belum sempat mengamalkan shalat karena ada udzur yang tidak disengaja ini harus mengqadla shalat pada saat bangun, ingat, atau habis udzurnya. Dalam hadits Anas ibn Malik ra, Nabi saw bersabda:
مَنْ نَسِىَ صَلاَةً أَوْ نَامَ عَنْهَا فَكَفَّارَتُهَا أَنْ يُصَلِّيَهَا إِذَا ذَكَرَهَا
Siapa yang lupa shalat atau tertidur darinya, maka kifaratnya adalah ia mengerjakan shalat tersebut ketika ia ingat (Shahih Muslim bab qadla`is-shalat al-fa`itah no. 1600).
Fiqih qadla ini tidak bertentangan dengan pernyataan ‘Aisyah ra bahwa perempuan haidl tidak diperintah qadla shalat, sebab yang dimaksud ‘Aisyah ra adalah qadla shalat yang ditinggalkan di masa haidl. Sedangkan yang ditanyakan di atas qadla shalat yang belum diamalkan sebelum atau sesudah masa haidl. Jika yang dimaksud shalat yang ditinggalkan di masa haidl maka ini tentu tidak ada qadla shalat karena memang perempuan tidak diwajibkan shalat pada masa itu, bahkan yang ada haram shalat. Tetapi jika yang dimaksud shalat yang belum diamalkan sebelum masa haidl atau sesudahnya maka jelas ini berlaku qadla karena perempuan di masa itu diwajibkan shalat dan kewajiban yang belum diamalkan harus diqadla.
Hadits ‘Aisyah ra yang dimaksud adalah:
عَنْ مُعَاذَةَ قَالَتْ سَأَلْتُ عَائِشَةَ فَقُلْتُ مَا بَالُ الْحَائِضِ تَقْضِى الصَّوْمَ وَلاَ تَقْضِى الصَّلاَةَ فَقَالَتْ أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ قُلْتُ لَسْتُ بِحَرُورِيَّةٍ وَلَكِنِّى أَسْأَلُ. قَالَتْ كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ
Dari Mu’adzah, ia berkata: Aku bertanya kepada ‘Aisyah: “Apa sebabnya perempuan yang haidl mengqadla shaum tetapi tidak mengqadla shalat?” ‘Aisyah bertanya: “Apakah kamu pengikut Haruriyyah?” Aku jawab: “Aku bukan Haruriyyah, aku hanya bertanya.” ‘Aisyah menjawab: “Dahulu ketika kami mengalami haidl, kami diperintah mengqadla shaum, tetapi tidak diperintah mengqadla shalat.” (Shahih Muslim kitab al-haidl bab wujub qadla`is-shaum ‘alal-ha`idl no. 798).
Catatan: Haruriyyah yang dimaksud ‘Aisyah ra adalah kelompok Khawarij yang berani mengkafirkan umat Islam dan mewajibkan perempuan haidl mengqadla shalat. Mereka berkumpul di Harura, satu tempat dekat Kufah, Irak, sehingga mereka disebut Haruriyyah oleh para shahabat [Syarah an-Nawawi ‘ala Shahih Muslim]).
Imam an-Nawawi menjelaskan, salah satu hikmah shalat tidak ada kewajiban qadla selama masa haidl/nifas adalah karena berulang-ulang dan pasti memberatkan (Syarah an-Nawawi ‘ala Shahih Muslim).