Hukum Menjadwal Imam Shalat Lima Waktu

Apakah boleh jika di suatu masjid dijadwal imam shalat lima waktu secara bergantian di antara sesama jama’ah masjid? Jama’ah Pengajian Cibuntu, Bandung
Menjadwal imam shalat secara bergiliran di antara sesama jama’ah tentu menyalahi tuntunan sunnah, sebab sunnah mengharuskan yang diangkat jadi imam adalah orang yang paling bagus bacaan dan paling banyak hafalan al-Qur`annya. Jika kemampuan dalam hal ini setara dipilih yang paling mengetahui sunnah. Berikutnya yang paling dahulu hijrah, masuk Islam, baru yang lebih tua. Haditsnya sebagai berikut:
يَؤُمُّ الْقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللهِ فَإِنْ كَانُوا فِى الْقِرَاءَةِ سَوَاءً فَأَعْلَمُهُمْ بِالسُّنَّةِ فَإِنْ كَانُوا فِى السُّنَّةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ هِجْرَةً فَإِنْ كَانُوا فِى الْهِجْرَةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ سِلْمًا وَلاَ يَؤُمَّنَّ الرَّجُلُ الرَّجُلَ فِى سُلْطَانِهِ وَلاَ يَقْعُدْ فِى بَيْتِهِ عَلَى تَكْرِمَتِهِ إِلاَّ بِإِذْنِهِ. قَالَ الأَشَجُّ فِى رِوَايَتِهِ مَكَانَ سِلْمًا سِنًّا
Hendaklah yang menjadi imam satu kaum adalah: (1) Orang yang paling ahli qira`ah terhadap kitab Allah. Jika mereka sama dalam hal kemampuan qira`ah, maka (2) orang yang paling memahami sunnah. Jika mereka sama dalam hal sunnah, maka (3) orang yang yang lebih dahulu hijrah. Jika mereka sama dalam hal hijrah, maka (4) orang yang lebih dahulu masuk Islam. Dan janganlah seseorang mengimami orang lain di daerah kekuasaannya dan jangan juga duduk di rumahnya di tempat duduk istimewanya/khususnya, kecuali seizinnya. Dalam riwayat al-Asyajj (sementara yang ini riwayat Abu Bakar ibn Abi Syaibah), hierarki yang keempat bukan “orang yang lebih dulu masuk Islam” tetapi “orang yang lebih tua usianya” (Shahih Muslim kitab al-masajid bab man ahaqqu bil-imamah no. 1564).
Di kalangan para ulama terkait hadits di atas ada pembahasan apakah harus mendahulukan aqra` (paling baik bacaan dan hafalan al-Qur`an) ataukah yang afqah (paling paham agama)? Ada pendapat yang menyatakan bahwa Abu Bakar diangkat jadi imam pengganti oleh Nabi saw karena afqah, bukan aqra`. Tetapi jawaban yang paling tepatnya adalah harus didahulukan yang aqra` berdasarkan hadits di atas. Yang afqah dijadikan pertimbangan kedua berdasarkan sabda Nabi saw di atas: “… orang yang paling memahami sunnah.” (Syarah an-Nawawi Shahih Muslim). Abu Bakar ra dipilih Nabi saw sebagai penggantinya karena memenuhi kriteria semuanya: aqra`, afqah (paling paham sunnah/agama), lebih dahulu masuk hijrah, Islam, dan paling tua.
Hadits di atas tegas menyebutkan: “janganlah seseorang mengimami orang lain di daerah kekuasaannya”. Jadi Nabi saw memberlakukan “daerah kekuasaan” atau sulthan bagi imam, maksudnya wilayah kewenangannya menjadi imam. Ini menunjukkan bahwa imam itu seseorang yang diberikan wewenang sepenuhnya untuk menjadi imam. Orang lain tidak boleh seenaknya mengambil alih kewenangan imam tersebut ketika imam yang berwenang masih ada. Memang diperbolehkan dengan seizin imam, tetapi izin tersebut tidak boleh dipaksa dari imam melalui musyawarah atau rapat yang nyatanya semacam kesepakatan untuk melucuti kewenangan imam. Harus atas inisiatif imam sendiri.
Yang boleh diberlakukan memberlakukan hierarki imam secara berurutan. Jika imam tidak hadir, maka penggantinya A, lalu B, lalu C, dan seterusnya, yang dipilih berdasarkan kriteria yang telah ditentukan oleh Nabi saw di atas, sebagaimana Nabi saw berlakukan kepada para shahabat; jika Nabi saw berhalangan maka penggantinya Abu Bakar, lalu ‘Umar. Bukan dengan memberlakukan jadwal imam secara bergiliran dan merata di antara sesama jama’ah.
Jama’ah masjid tidak perlu berlomba-lomba ingin menjadi imam, karena tidak ada dalilnya imam lebih besar pahala shalat berjama’ahnya daripada makmum. Yang ada justru sebaliknya, imam yang tidak layak jadi imam shalatnya tidak akan diterima selama masih ada orang lain yang berhak menjadi imam.
ثَلاَثَةٌ لاَ تُجَاوِزُ صَلاَتُهُمْ آذَانَهُمْ: اَلْعَبْدُ الْآبِقُ حَتَّى يَرْجِعَ، وَامْرَأَةٌ بَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَلَيْهَا سَاخِطٌ، وَإِمَامُ قَوْمٍ وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ
“Ada tiga orang yang shalat mereka tidak melewati telinganya (tidak sampai kepada Allah): (1) Hamba sahaya yang kabur, sehingga ia kembali, (2) Istri yang tidur sedangkan suaminya marah kepadanya, (3) dan imam satu kaum yang kaumnya tidak meridlainya (karena tidak layak jadi imam).” (Sunan at-Tirmidzi abwab as-shalat bab ma ja’a fiman amma qauman wa hum lahu karihun no. 360. At-Tirmidzi: Hadits hasan. Al-Albani: Jika ditelusuri semua sanadnya, statusnya shahih li ghairihi)
Jika alasannya untuk belajar, maka shalat tentu bukan ajang latihan coba-coba, melainkan ibadah yang resmi dan serius. Yang akan belajar cukup belajar al-Qur`an dengan baik dan benar di luar shalat. Jika sudah baik pasti akan mampu menjadi imam. Wal-‘Llahu a’lam