Adab Membenci karena Allah

Setiap muslim dituntut untuk menjadikan Allah swt sebagai orientasi utama dalam hidupnya. Semuanya harus terserah bagaimana Allah swt, termasuk dalam hal cinta dan benci. Setiap muslim hanya akan mencintai sesuai yang dikehendaki Allah swt dan membenci pun demikian. Allah swt menghendaki agar semua hamba-Nya yang taat dicintai oleh setiap muslim dan sebaliknya mereka yang durhaka harus dibenci oleh setiap muslim. Akan tetapi membenci tersebut bukan sekadar benci, melainkan ada adab-adab khususnya.

Merujuk al-Qur`an terkait ayat-ayat yang menjelaskan siapa saja orang yang tidak dicintai Allah swt maka jelas disebutkan mereka adalah orang-orang yang melampaui batas (2 : 190, 5 : 87), pembuat kerusakan (2 : 205, 5 : 64), pelaku dosa (2 : 276), orang kafir (3 : 32), orang zhalim (3 : 57, 140), orang sombong dan berbangga diri (4 : 36), serta pengkhianat (4 : 107). Terhadap orang-orang tersebut setiap muslim juga wajib membencinya.

Akan tetapi kebencian itu tidak serta merta mendorong sikap sewenang-wenang dan jauh dari nilai-nilai keadilan. Membenci mereka yang layak dibenci itu harus tetap dengan adil dan proporsional. Jika konteksnya dalam hal kebaikan dan taqwa tetap harus bisa bekerja sama dengan orang-orang durhaka. Dalam surat al-Ma`idah Allah swt menegaskan:

وَلَا يَجۡرِمَنَّكُمۡ شَنَئَانُ قَوۡمٍ أَن صَدُّوكُمۡ عَنِ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ أَن تَعۡتَدُواْۘ وَتَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡبِرِّ وَٱلتَّقۡوَىٰۖ وَلَا تَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٰنِۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ

Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidil-Haram, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya (QS. al-Ma`idah [5] : 2).

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُونُواْ قَوَّٰمِينَ لِلَّهِ شُهَدَآءَ بِٱلۡقِسۡطِۖ وَلَا يَجۡرِمَنَّكُمۡ شَنَئَانُ قَوۡمٍ عَلَىٰٓ أَلَّا تَعۡدِلُواْۚ ٱعۡدِلُواْ هُوَ أَقۡرَبُ لِلتَّقۡوَىٰۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ

Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS. al-Ma`idah [5] : 8).

Contoh nyatanya dalam hal membenci penguasa yang zhalim. Ketika mereka mengajak kerja sama umat Islam untuk memakmurkan negeri maka tidak ada alasan bagi umat Islam menolak kerja sama tersebut karena alasan kebencian.

Demikian halnya kepada orang-orang kafir yang tidak memerangi umat Islam. Meski hati wajib membenci mereka karena kekafirannya, tetapi dalam interaksi nyata untuk kemaslahatan bersama, umat Islam tetap harus berbuat baik dan adil kepada orang-orang kafir sekalipun.

لَّا يَنۡهَىٰكُمُ ٱللَّهُ عَنِ ٱلَّذِينَ لَمۡ يُقَٰتِلُوكُمۡ فِي ٱلدِّينِ وَلَمۡ يُخۡرِجُوكُم مِّن دِيَٰرِكُمۡ أَن تَبَرُّوهُمۡ وَتُقۡسِطُوٓاْ إِلَيۡهِمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُقۡسِطِينَ  ٨ إِنَّمَا يَنۡهَىٰكُمُ ٱللَّهُ عَنِ ٱلَّذِينَ قَٰتَلُوكُمۡ فِي ٱلدِّينِ وَأَخۡرَجُوكُم مِّن دِيَٰرِكُمۡ وَظَٰهَرُواْ عَلَىٰٓ إِخۡرَاجِكُمۡ أَن تَوَلَّوۡهُمۡۚ وَمَن يَتَوَلَّهُمۡ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ  ٩

Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan siapa yang menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim (QS. al-Mumtahanah [60] : 8-9).

Maka dari itu ketika ada tokoh kafir bertamu kepada Nabi saw dan beliau sebelumnya mengingatkan ‘Aisyah ra bahwa orang tersebut orang jahat, Nabi saw tetap beradab mulia kepada tamu tersebut, meski hatinya memendam kebencian terhadapnya karena kejahatannya.

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَجُلًا اسْتَأْذَنَ عَلَى النَّبِيِّ ﷺ فَلَمَّا رَآهُ قَالَ بِئْسَ أَخُو الْعَشِيرَةِ وَبِئْسَ ابْنُ الْعَشِيرَةِ فَلَمَّا جَلَسَ تَطَلَّقَ النَّبِيُّ ﷺ فِي وَجْهِهِ وَانْبَسَطَ إِلَيْهِ فَلَمَّا انْطَلَقَ الرَّجُلُ قَالَتْ لَهُ عَائِشَةُ يَا رَسُولَ اللَّهِ حِينَ رَأَيْتَ الرَّجُلَ قُلْتَ لَهُ كَذَا وَكَذَا ثُمَّ تَطَلَّقْتَ فِي وَجْهِهِ وَانْبَسَطْتَ إِلَيْهِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَا عَائِشَةُ مَتَى عَهِدْتِنِي فَحَّاشًا إِنَّ شَرَّ النَّاسِ عِنْدَ اللَّهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ تَرَكَهُ النَّاسُ اتِّقَاءَ شَرِّهِ

Dari ‘Aisyah ra, ada seseorang bertamu kepada Nabi saw. Ketika beliau melihatnya, beliau bersabda: “Sejelek-jeleknya saudara bagi satu keluarga dan sejelek-jeleknya anak sebuah keluarga orang ini.” Tetapi ketika ia duduk, Nabi saw berwajah ceria dan bertutur kata lembut kepadanya. Selepas tamu itu pergi, ‘Aisyah bertanya kepada beliau: “Wahai Rasulullah, kenapa ketika anda melihat orang tadi anda berkata yang jelek. Tetapi kemudian anda menghadapinya dengan wajah ceria dan bertutur kata lembut.” Rasulullah saw menjawab: “Wahai ‘Aisyah, kapan kamu menemukan aku berkata kasar!? Sungguh orang yang yang paling jelek kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah orang yang orang lain meninggalkannya karena takut dari kejelekannya.” (Shahih al-Bukhari bab lam yakunin-Nabi saw fahisyan wa la mutafahhisyan no. 6032).

Sikap Nabi saw ini tidak termasuk “bermuka dua”, karena akhlaq jelek yang ini konteksnya dalam mengadu domba; memuji satu kelompok di hadapan mereka dan merendahkan yang lain, lalu ketika bertemu kelompok lain memuji mereka dan merendahkan kelompok yang semula dipuji. Akhlaq Nabi saw di atas juga tidak termasuk mudahanah, karena mudahanah adalah berpura-pura bersikap lembut demi mendapatkan simpati orang kafir dengan menggadaikan agama. Aqidah dan syari’ah akan dikorbankan dalam mudahanah kepada orang-orang kafir atau zhalim. Akhlaq Nabi saw di atas menunjukkan akhlaq mulia dalam mudarah; interaksi dalam aspek lahir saja. Nabi saw bersikap lembut bukan untuk mendapatkan simpati orang kafir dan dengan menggadaikan agama, Nabi saw bersikap lembut kepada orang kafir tersebut murni karena tuntunan akhlaq mulia dalam menghadapi orang-orang yang dibenci.

Kalaupun orang-orang zhalim dan kafir pastinya menghina orang-orang beriman, tetapi selama hinaannya sebatas tertuju ke individunya, bukan menghina Allah swt dan Rasul-Nya, maka balasan untuk mereka cukup dengan wajar juga, tidak perlu berlebihan.

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ يَهُودَ أَتَوْا النَّبِيَّ ﷺ فَقَالُوا السَّامُ عَلَيْكُمْ فَقَالَتْ عَائِشَةُ عَلَيْكُمْ وَلَعَنَكُمْ اللَّهُ وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ قَالَ مَهْلًا يَا عَائِشَةُ عَلَيْكِ بِالرِّفْقِ وَإِيَّاكِ وَالْعُنْفَ وَالْفُحْشَ قَالَتْ أَوَلَمْ تَسْمَعْ مَا قَالُوا قَالَ أَوَلَمْ تَسْمَعِي مَا قُلْتُ رَدَدْتُ عَلَيْهِمْ فَيُسْتَجَابُ لِي فِيهِمْ وَلَا يُسْتَجَابُ لَهُمْ فِيَّ

Dari ‘Aisyah ra: Sungguh ada beberapa orang Yahudi datang kepada Nabi saw dan berkata: “as-Sam ‘alaikum (kebinasaan untukmu).” ‘Aisyah lalu menimpali: “Bagi kalian saja, dan Allah pasti melaknat kalian, juga murka Allah untuk kalian.” Tetapi beliau malah menegur ‘Aisyah: “Tenang hai ‘Aisyah. Kamu harus tetap santun. Jauhi olehmu sikap kasar dan perkataan kotor.” ‘Aisyah menjawab: “Tidakkah anda dengar apa yang mereka katakan?” Beliau bersabda: “Tidakkah juga kamu mendengar apa yang aku katakan. Aku telah mengembalikannya kepada mereka—dengan menjawab: wa ‘alaikum. Maka pasti akan diijabah do’aku untuk mereka, dan tidak akan diijabah laknat mereka kepadaku.” (Shahih al-Bukhari bab lam yakunin-Nabi saw fahisyan wa la mutafahhisyan no. 6030).

Dalam kesempatan lain ‘Aisyah ra menjelaskan:

وَمَا انْتَقَمَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ لِنَفْسِهِ إِلَّا أَنْ تُنْتَهَكَ حُرْمَةُ اللَّهِ فَيَنْتَقِمَ لِلَّهِ بِهَا

Dan tidak pernah Rasulullah saw memberi balasan karena dirinya pribadi (yang tersinggung/dizhalimi), kecuali ada hal yang diharamkan Allah yang dilanggar, maka beliau akan memberikan balasan hukuman karena Allah.” (Shahih al-Bukhari bab shifatin-Nabi saw no. 3560).
Jadi jika Allah, Rasul-Nya, agama dan umat Islam secara umum sudah direndahkan, baru sikap tegas dari setiap muslim harus diperlihatkan, yakni dengan memproses hukuman atau berjihad melawan orang-orang yang dibenci Allah swt tersebut. Wal-‘Llahu a’lam