Witir Didahulukan di Awal Malam
Bismillah. Ustadz apakah bisa shalat witir tiga raka’at jam 9 malam lalu yang delapan raka’atnya jam 3 dini hari? Jazakallah kkhairan. 08121495xxxx
Shalat malam itu harus ganjil raka’atnya. Maksimal 11 raka’at, minimal 1 raka’at. Artinya boleh juga 3, 5, 7, atau 9 raka’at. Nabi saw selalu melaksanakannya dengan bertahap, tidak 11 raka’at sekaligus. Dari dalil-dalil yang kami temukan, Nabi saw shalat malam antara 9 dan 11 raka’at. Tidak pernah kurang dari 9 raka’at dan tidak pernah lebih dari 11 raka’at. Shalat malam yang 11 raka’at, Rasul saw lakukan dengan pentahapan sebagai berikut: (a) 2 – 2 – 2 – 2 – 2 – 1, (b) 2 – 2 – 2 – 5 , (c) 4 – 4 – 3, (d) 4 – 5 – 2, (e) 8 – 3, (f) 8 – 1 – 2, (g) 9 – 2. Sementara shalat malam yang 9 raka’at, pentahapan pelaksanaannya sebagai berikut: (a) 6 – 1 – 2, (b) 7 – 2, (c) 8 – 1, (d) 9.
Dari tahapan pelaksanaan shalat malam Rasul saw di atas tampak bahwa Rasulullah saw hampir selalu melaksanakan bagian yang ganjil (witir) di akhir. Meski beberapa kali ada witir yang tidak di akhir seperti pada pentahapan 4 – 5 – 2, 8 – 1 – 2, 9 – 2, 6 – 1 – 2, 7 – 2. Pelaksanaan witir yang umumnya dilaksanakan di akhir didasarkan pada sabda Nabi saw sendiri:
اجْعَلُوا آخِرَ صَلَاتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرًا
Jadikanlah akhir shalat malam kalian witir (Shahih al-Bukhari bab li yaj’al akhira shalatihi witran no. 998).
Perintah dalam hadits ini tentu bukan perintah wajib, tetapi sunat, sebab Nabi saw sendiri pernah tidak menjadikan witir di akhir shalat malamnya, sebagaimana sudah disinggung di atas. Salah satunya kami tuliskan di bawah ini berdasarkan penjelasan dari Ibn ‘Abbas ketika ia bermalam di salah seorang istri Nabi saw yang juga bibi Ibn ‘Abbas, Maimunah ra:
فَصَلَّى النَّبِيُّ ﷺ الْعِشَاءَ ثُمَّ جَاءَ إِلَى مَنْزِلِهِ فَصَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ ثُمَّ نَامَ ثُمَّ قَامَ ثُمَّ قَالَ نَامَ الْغُلَيِّمُ أَوْ كَلِمَةً تُشْبِهُهَا ثُمَّ قَامَ فَقُمْتُ عَنْ يَسَارِهِ فَجَعَلَنِي عَنْ يَمِينِهِ فَصَلَّى خَمْسَ رَكَعَاتٍ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ
Nabi saw shalat ‘Isya, kemudian pulang ke rumahnya lalu shalat 4 raka’at. Kemudian beliau tidur lalu bangun (tengah malam) dan berkata: “Anak kecil (Ibn ‘Abbas) tidur.” Atau kata-kata yang seperti itu (mengira Ibn ‘Abbas tidur, padahal tidak). Kemudian beliau shalat dan aku pun shalat di sebelah kirinya. Tetapi beliau menarikku ke sebelah kanannya. Beliau lalu shalat 5 raka’at, kemudian shalat 2 raka’at (Shahih al-Bukhari bab as-samar fil-‘ilm no. 117).
Di samping itu ada keterangan dalam kitab Naiul-Authar no. 939 riwayat al-Khaththabi bahwa Abu Bakar selalu shalat witir di awal malam, sementara yang genapnya di akhir malam. Rasul saw tidak melarangnya. Hanya riwayat ini diragukan keshahihannya. Mengingat dari semua sanad yang meriwayatkannya, tidak ada keterangan Abu Bakar shalat genap di akhir malam. Yang ada Abu Bakar shalat malam semuanya di awal malam. Kalaupun ternyata riwayat al-Khaththabi itu shahih berarti boleh shalat witir di awal malam, yang genapnya di akhir malam. Kalaupun dla’if, tetap boleh witir tidak diakhirkan berdasarkan hadits-hadits di atas, hanya tentu tidak dirutinkan. Sebab yang rutin adalah yang Nabi saw perintahkan/sunatkan, yakni witir menjadi bagian terakhir shalat malam. Wal-‘Llahu a’lam.