Keluarga

Syarat dan Niat Poligami

Ustadz apa saja syarat dan niat dibolehkannya poligami. Istifta MAKI
Syarat utama poligami adalah adil kepada semua istri dalam hal yang lahir, dan tidak disyaratkan dalam hal batinnya. Hal batin yang dimaksud adalah adil dalam hal mencintai istri-istrinya. Tentunya ada seorang istri yang lebih dicintainya daripada istri lainnya. Tetapi dalam hal yang lahir seperti jadwal gilir, memberi nafkah, perhatian, dan semacamnya, ini wajib adil. Jika tidak mampu adil dalam hal yang lahir maka seorang suami sudah berdosa dengan poligaminya.
Syarat adil dalam hal lahir difirmankan Allah swt: “Maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS. an-Nisa` [4] : 3). Sementara adil secara batin yang tidak mungkin diwujudkan, difirmankan Allah swt: “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri- istri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung.” (QS. an-Nisa` [4] : 129). Sebagaimana terbaca dalam ayat terakhir ini, bukan berarti poligaminya harus dibatalkan ketika adil secara batin tidak mungkin terpenuhi, tetapi cukup berbuat adil dalam hal lahirnya dan tidak menelantarkan salah seorangnya.
Ancaman Nabi saw untuk suami yang tidak adil dalam poligami disampaikan oleh Abu Hurairah ra:

مَنْ كَانَتْ لَهُ امْرَأَتَانِ فَمَالَ إِلَى إِحْدَاهُمَا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَشِقُّهُ مَائِلٌ/سَاقِطٌ

Siapa yang memiliki dua istri, lalu ia berat sebelah pada salah seorangnya, maka ia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan sebelah badannya miring/jatuh (Sunan Abi Dawud bab al-qasam bainan-nisa` no. 2135; Sunan at-Tirmidzi bab ma ja`a fit-taswiyah bainad-dlara`ir no. 1141. Lafazh saqith riwayat at-Tirmidzi).
Imam al-Mubarakfuri dalam Tuhfatul-Ahwadzi menjelaskan bahwa yang dimaksud tentu ia disiksa dan diperberat siksanya dengan jatuh sebelah badannya. Ini tentunya berlaku juga untuk yang memiliki istri tiga atau empat. Lafazh mala yang digunakan Nabi saw dalam hadits tersebut sesuai dengan ayat 129 surat an-Nisa` di atas yang menunjukkan berat sebelah secara zhahir seperti jadwal gilir dan memberi nafkah.
Sementara untuk keadilan secara batin, yakni cinta maka ini tidak mungkin dipenuhi sebagaimana Allah swt firmankan dalam ayat 129 surat an-Nisa` di atas. Nabi saw sendiri sebagaimana diceritakan ‘Aisyah ra:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَقْسِمُ فَيَعْدِلُ وَيَقُولُ اللَّهُمَّ هَذَا قَسْمِى فِيمَا أَمْلِكُ فَلاَ تَلُمْنِى فِيمَا تَمْلِكُ وَلاَ أَمْلِكُ

Rasulullah saw membagi (gilir dan nafkah di antara istri-istrinya) dan adil. Tetapi beliau bersabda: “Ya Allah, ini pembagianku dalam hal yang aku mampu, maka janganlah mencelaku dalam hal yang Engkau mampu tetapi aku tidak mampu.” (Sunan Abi Dawud bab al-qasam bainan-nisa` no. 2136; Sunan at-Tirmidzi bab ma ja`a fit-taswiyah bainad-dlara`ir no. 1140).
Keadilan dalam hal menafkahi lahir menunjukkan harus adanya syarat mampu bagi suami yang akan poligami. Syarat lainnya adalah syarat yang umum, yakni mempraktikkan poligami tidak boleh menjadi semakin berkurang ibadah akibat kesibukan duniawi (QS. al-Munafiqun [63] : 9 dan at-Taghabun [64] : 14-15). Dan ini sangat terkait dengan niatnya; niat poligami mutlak harus ibadah, baik dalam hal mengurangi dorongan syahwat, memperbanyak amal kebaikan, memperbanyak keturunan yang shalih, ataupun niatan ibadah yang lainnya.

Related Articles

Back to top button