Meraih Cinta Ilahi

Syafa’at Nabi saw untuk Penghuni Surga Terakhir (Bagian Terakhir)

Ada beberapa hadits yang menceritakan penghuni surga yang paling akhir masuk surga atau penghuni neraka yang paling akhir keluar dari neraka untuk dipindahkan ke surga. Mereka adalah kelompok berikutnya sesudah Jahannamiyyin; penghuni neraka Jahannam yang dikeluarkan dari neraka Jahannam dan dipindahkan ke surga karena masih meyakini la ilaha illal-‘Llah. Orang tersebut adalah seseorang yang hanya memendam rasa takut kepada Allah swt sampai ia menyuruh anak-anaknya membakar jasadnya ketika ia kelak meninggal dunia dan menaburkan abunya ke seluruh penjuru bumi.

Dalam kelanjutan hadits syafa’at Nabi saw pada hari hisab dimana Nabi saw berdo’a di ujung shirath untuk keselamatan umatnya, sehingga selamatlah orang-orang yang ditaqdirkan selamat, meski itu ada yang tercabik-cabik dahulu di shirath atau bahkan sempat terjatuh dahulu ke dalam neraka tetapi kemudian diselamatkan karena masih ada la ilaha illal-‘Llah dalam hatinya, tersisalah sesudah itu semua seseorang yang paling akhir diselamatkan.

وَيَبْقَى رَجُلٌ مِنْهُمْ مُقْبِلٌ بِوَجْهِهِ عَلَى النَّارِ فَيَقُولُ يَا رَبِّ قَدْ قَشَبَنِي رِيحُهَا وَأَحْرَقَنِي ذَكَاؤُهَا فَاصْرِفْ وَجْهِي عَنْ النَّارِ فَلَا يَزَالُ يَدْعُو اللَّهَ فَيَقُولُ لَعَلَّكَ إِنْ أَعْطَيْتُكَ أَنْ تَسْأَلَنِي غَيْرَهُ فَيَقُولُ لَا وَعِزَّتِكَ لَا أَسْأَلُكَ غَيْرَهُ فَيَصْرِفُ وَجْهَهُ عَنْ النَّارِ

Tersisalah seseorang dari mereka yang menghadapkan wajahnya ke neraka, dan ia berdo’a: “Wahai Rabb, sungguh telah menyesakkanku bau neraka dan telah membakarku kobaran apinya, jauhkanlah wajahku dari neraka.” Ia terus berdo’a kepada Allah sehingga Dia berfirman: “Bisa jadi kamu jika Aku penuhi kepadamu kamu minta lagi yang lainnya.” Ia menjawab: “Tidak, demi kegagahan-Mu, aku tidak akan meminta kepada-Mu yang lainnya.” Maka Allah pun memalingkan wajahnya dari neraka.

ثُمَّ يَقُولُ بَعْدَ ذَلِكَ يَا رَبِّ قَرِّبْنِي إِلَى بَابِ الْجَنَّةِ فَيَقُولُ أَلَيْسَ قَدْ زَعَمْتَ أَنْ لَا تَسْأَلَنِي غَيْرَهُ وَيْلَكَ ابْنَ آدَمَ مَا أَغْدَرَكَ فَلَا يَزَالُ يَدْعُو فَيَقُولُ لَعَلِّي إِنْ أَعْطَيْتُكَ ذَلِكَ تَسْأَلُنِي غَيْرَهُ فَيَقُولُ لَا وَعِزَّتِكَ لَا أَسْأَلُكَ غَيْرَهُ فَيُعْطِي اللَّهَ مِنْ عُهُودٍ وَمَوَاثِيقَ أَنْ لَا يَسْأَلَهُ غَيْرَهُ فَيُقَرِّبُهُ إِلَى بَابِ الْجَنَّةِ فَإِذَا رَأَى مَا فِيهَا سَكَتَ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَسْكُتَ

Tetapi kemudian ia meminta lagi sesudah itu: “Wahai Rabb, dekatkanlah aku ke pintu surga.” Allah berfirman: “Bukankah kamu sudah berjanji tidak akan meminta lagi kepada-Ku yang lainnya? Celaka kamu hai anak Adam, alangkah cepat kamu menyalahi janjimu.” Tetapi terus menerus ia berdo’a sehingga Allah berfirman: “Bisa jadi kamu jika Aku berikan itu kepadamu kamu minta lagi yang lainnya.” Ia menjawab: “Tidak, demi kegagahan-Mu, aku tidak akan meminta kepada-Mu yang lainnya.” Maka Allah pun membuat beberapa perjanjian agar ia tidak meminta kepada-Nya yang lainnya, dan Dia pun mendekatkannya ke pintu surga. Maka ketika ia melihat apa yang ada di surga ia terdiam sekehendak Allah ia diam.

ثُمَّ يَقُولُ رَبِّ أَدْخِلْنِي الْجَنَّةَ ثُمَّ يَقُولُ أَوَلَيْسَ قَدْ زَعَمْتَ أَنْ لَا تَسْأَلَنِي غَيْرَهُ وَيْلَكَ يَا ابْنَ آدَمَ مَا أَغْدَرَكَ فَيَقُولُ يَا رَبِّ لَا تَجْعَلْنِي أَشْقَى خَلْقِكَ فَلَا يَزَالُ يَدْعُو حَتَّى يَضْحَكَ فَإِذَا ضَحِكَ مِنْهُ أَذِنَ لَهُ بِالدُّخُولِ فِيهَا فَإِذَا دَخَلَ فِيهَا قِيلَ لَهُ تَمَنَّ مِنْ كَذَا فَيَتَمَنَّى ثُمَّ يُقَالُ لَهُ تَمَنَّ مِنْ كَذَا فَيَتَمَنَّى حَتَّى تَنْقَطِعَ بِهِ الْأَمَانِيُّ فَيَقُولُ لَهُ هَذَا لَكَ وَمِثْلُهُ مَعَهُ قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ وَذَلِكَ الرَّجُلُ آخِرُ أَهْلِ الْجَنَّةِ دُخُولًا

Kemudian ia meminta lagi: “Wahai Rabb, masukkanlah aku ke surga.” Allah menimpali: “Bukankah kamu sudah berjanji tidak akan meminta lagi kepada-Ku yang lainnya? Celaka kamu hai anak Adam, alangkah cepat kamu menyalahi janjimu.” Ia berkata: “Wahai Rabb janganlah Engkau menjadikanku makhluk yang paling celaka.” Maka terus menerus ia berdo’a sehingga Dia “tertawa”. Dan ketika Dia “tertawa”, Dia memberinya izin untuk masuk ke surga. Ketika ia sudah masuk surga dikatakan kepadanya: “Silahkan angan-angankanlah dari hal ini.” Lalu ia pun berangan-angan. Kemudian dikatakan lagi kepadanya: “Silahkan angan-angankanlah dari hal ini. Lalu ia pun berangan-angan sampai puncak angan-angan. Allah berfirman kepadanya: “Ini untukmu dan yang sebanding dengannya bersamanya (untukmu).” Abu Hurairah berkata: “Itulah orang yang paling akhir masuk surga.” (Shahih al-Bukhari bab as-shirath jisru Jahannam no. 6573).

Shahabat Abu Sa’id ra yang saat itu hadir satu majelis dengan Abu Hurairah ra menimpali bahwasanya ia mendengar Nabi saw bersabda: “Bagimu itu dan yang sepuluh kali lipat dari itu.” Tetapi Abu Hurairah ra menegaskan bahwa yang ia dengar adalah: “Ini untukmu dan yang sebanding dengannya bersamanya (untukmu).”
Dalam hadits Anas dari Ibn Mas’ud ra dijelaskan:

فَيَقُولُ يَا ابْنَ آدَمَ مَا يَصْرِينِى مِنْكَ أَيُرْضِيكَ أَنْ أُعْطِيَكَ الدُّنْيَا وَمِثْلَهَا مَعَهَا قَالَ يَا رَبِّ أَتَسْتَهْزِئُ مِنِّى وَأَنْتَ رَبُّ الْعَالَمِينَ فَيَقُولُ إِنِّى لاَ أَسْتَهْزِئُ مِنْكَ وَلَكِنِّى عَلَى مَا أَشَاءُ قَادِرٌ

Allah berfirman: “Hai anak Adam, tidak henti-hentinya Aku memenuhi permintaanmu. Tidakkah cukup bagimu aku berikan dunia dan yang sepertinya bersamanya?” Ia malah berkata: “Wahai Rabb, apakah Engkau mempermainkanku padahal Engkau Rabb semesta alam?” Maka Allah menjawab: “Aku tidak mempermainkanmu, tetapi Aku Maha berkuasa atas apa yang Aku inginkan.” (Shahih Muslim bab adna ahlil-jannah manzilah no. 481. Dalam bagian awal hadits ini jelas disebutkan: “Orang yang paling akhir masuk surga adalah seseorang…”)

Al-Hafizh Ibn Hajar menjelaskan bahwa orang yang paling akhir masuk surga ini adalah seorang Bani Isra`il yang pekerjaannya nabbasy; penggali kuburan untuk mencuri kain kafan dan semua yang ada di liang lahad (Shahih al-Bukhari bab ma dzukira ‘an Bani Isra`il no. 3452). Ini menurutnya berdasarkan riwayat Ahmad dari hadits Abu Bakar ra:

ثُمَّ يَقُولُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: انْظُرُوا فِي النَّارِ: هَلْ تَلْقَوْنَ مِنْ أَحَدٍ عَمِلَ خَيْرًا قَطُّ؟ قَالَ: فَيَجِدُونَ فِي النَّارِ رَجُلًا، فَيَقُولُ لَهُ: هَلْ عَمِلْتَ خَيْرًا قَطُّ؟ فَيَقُولُ: لَا، غَيْرَ أَنِّي كُنْتُ أُسَامِحُ النَّاسَ فِي الْبَيْعِ، فَيَقُولُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: أَسْمِحُوا لِعَبْدِي كَإِسْمَاحِهِ إِلَى عَبِيدِي. ثُمَّ يُخْرِجُونَ مِنَ النَّارِ رَجُلًا فَيَقُولُ لَهُ: هَلْ عَمِلْتَ خَيْرًا قَطُّ؟ فَيَقُولُ: لَا، غَيْرَ أَنِّي قَدْ أَمَرْتُ وَلَدِي: إِذَا مِتُّ فَأَحْرِقُونِي بِالنَّارِ، ثُمَّ اطْحَنُونِي، حَتَّى إِذَا كُنْتُ مِثْلَ الْكُحْلِ، فَاذْهَبُوا بِي إِلَى الْبَحْرِ، فَاذْرُونِي فِي الرِّيحِ، فَوَاللهِ لَا يَقْدِرُ عَلَيَّ رَبُّ الْعَالَمِينَ أَبَدًا، فَقَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ لَهُ: لِمَ فَعَلْتَ ذَلِكَ؟ قَالَ: مِنْ مَخَافَتِكَ، قَالَ: فَيَقُولُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: انْظُرْ إِلَى مُلْكِ أَعْظَمِ مَلِكٍ، فَإِنَّ لَكَ مِثْلَهُ وَعَشَرَةَ أَمْثَالِهِ، قَالَ: فَيَقُولُ: لِمَ تَسْخَرُ بِي وَأَنْتَ الْمَلِكُ؟

Kemudian Allah ‘azza wa jalla berfirman: “Lihatlah ke dalam neraka apakah kalian menemukan seseorang yang pernah mengamalkan kebaikan meskipun sedikit saja?” Lalu para malaikat menemukan seseorang di neraka. Dia bertanya kepadanya: “Apakah kamu pernah mengamalkan kebaikan sedikit saja?” Ia menjawab: “Tidak pernah selain aku sering memberi kelonggaran kepada orang-orang dalam hal jual beli.” Allah ‘azza wa jalla berfirman: “Berikanlah kelonggaran untuk hamba-Ku sebagaimana ia memberikan kelonggaran kepada hamba-hamba-Ku.” Kemudian mereka juga mengeluarkan seseorang dari neraka. Dia bertanya kepadanya: “Apakah kamu pernah mengamalkan kebaikan sedikit saja?” Ia menjawab: “Tidak, tetapi aku memerintahkan putraku apabila aku meninggal bakarlah aku lalu tumbuklah aku, sehingga jika aku sudah seperti celak mata, bawalah aku ke laut dan taburkanlah aku ke udara. Demi Allah, Rabb semesta alam tidak akan menemukanku selamanya.” Allah ‘azza wa jalla bertanya kepadanya: “Mengapa kamu berbuat demikian?” Ia menjawab: “Karena takut kepada-Mu.” Allah ‘azza wa jalla berfirman: “Lihatlah raja yang paling luas kerajaannya, maka sungguh bagimu yang semisalnya dan yang sepuluh kali lipatnya.” Ia sampai berkata: “Mengapa kamu mempermainkanku sedangkan Engkau Maharaja?” (Musnad Ahmad bab musnad Abi Bakar no. 15).
Hadits di atas juga diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dari Hudzaifah sebagai berikut:

قَالَ حُذَيْفَةُ وَسَمِعْتُهُ يَقُولُ إِنَّ رَجُلًا كَانَ فِيمَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ أَتَاهُ الْمَلَكُ لِيَقْبِضَ رُوحَهُ فَقِيلَ لَهُ هَلْ عَمِلْتَ مِنْ خَيْرٍ قَالَ مَا أَعْلَمُ قِيلَ لَهُ انْظُرْ قَالَ مَا أَعْلَمُ شَيْئًا غَيْرَ أَنِّي كُنْتُ أُبَايِعُ النَّاسَ فِي الدُّنْيَا وَأُجَازِيهِمْ فَأُنْظِرُ الْمُوسِرَ وَأَتَجَاوَزُ عَنْ الْمُعْسِرِ فَأَدْخَلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ فَقَالَ وَسَمِعْتُهُ يَقُولُ إِنَّ رَجُلًا حَضَرَهُ الْمَوْتُ فَلَمَّا يَئِسَ مِنْ الْحَيَاةِ أَوْصَى أَهْلَهُ إِذَا أَنَا مُتُّ فَاجْمَعُوا لِي حَطَبًا كَثِيرًا وَأَوْقِدُوا فِيهِ نَارًا حَتَّى إِذَا أَكَلَتْ لَحْمِي وَخَلَصَتْ إِلَى عَظْمِي فَامْتُحِشَتْ فَخُذُوهَا فَاطْحَنُوهَا ثُمَّ انْظُرُوا يَوْمًا رَاحًا فَاذْرُوهُ فِي الْيَمِّ فَفَعَلُوا فَجَمَعَهُ اللَّهُ فَقَالَ لَهُ لِمَ فَعَلْتَ ذَلِكَ قَالَ مِنْ خَشْيَتِكَ فَغَفَرَ اللَّهُ لَهُ

Hudzaifah berkata: Aku mendengar beliau bersabda: “Sungguh ada seseorang dari umat sebelum kamu yang didatangi malaikat untuk dicabut ruhnya. Ia ditanya: “Apakah kamu pernah mengamalkan kebaikan?” Ia menjawab: “Aku tidak tahu.” Dikatakan kepadanya: “Ingat-ingatlah.” Ia menjawab: “Aku tidak tahu melainkan aku sering bertransaksi dengan orang lain di dunia dan aku memberikan kelonggaran kepada mereka; aku memberi tempo kepada yang lapang, dan aku membebaskan yang kesusahan.” Maka Allah memasukkannya ke surga.”

Hudzaifah berkata: Aku mendengar beliau bersabda: “Ada seseorang yang kematian datang kepadanya, dan ketika ia berputus asa dari kehidupan, ia berwasiat kepada keluarganya: “Jika aku mati, maka kumpulkanlah kayu bakar yang banyak untukku, lalu nyalakanlah api. Sehingga ketika ia sudah membakar dagingku dan sampai pada tulangku sehingga hangus, maka ambillah dan tumbuklah, kemudian tunggulah satu hari yang bertiup angin kencang, lalu taburkanlah ke dalam ombak.” Mereka pun mengerjakannya. Tetapi Allah mengumpulkannya dan bertanya kepadanya: “Mengapa kamu berbuat demikian?” Ia menjawab: “Karena takut kepada-Mu.” Maka Allah pun mengampuninya (Shahih al-Bukhari bab ma dzukira ‘an Bani Isra`il no. 3451-3452. Di bagian akhir hadits ini disebutkan oleh ‘Uqbah ibn ‘Amir bahwa orang ini adalah seorang Bani Isra`il yang pekerjaannya nabbasy; penggali kuburan untuk mencuri kain kafan dan semua yang ada di liang lahad).

Orang ini masih diselamatkan dari neraka karena masih menyisakan ketakutan kepada Allah meski amal baiknya tidak ada. Orang seperti inilah yang paling akhir masuk surga.

Tentunya hadits ini tidak boleh menjadikan seseorang merasa aman-aman saja dengan amalnya karena berasumsi meski tidak ada amal baik akan masuk surga asalkan masih menyisakan takut kepada Allah swt, sebab justru jika demikian adanya berarti ia sudah tidak takut kepada Allah swt. Kalaupun juga benar demikian, itu berarti ia secara sadar sedang merelakan dirinya untuk menjadi penghuni neraka terlebih dahulu. Padahal siksa satu hari di neraka itu sama dengan 50.000 tahun di dunia. Jadi tidak bisa dianggap sepele.

Al-Hafizh Ibn Hajar menjelaskan, hadits ini membantah dua aliran sesat sekaligus; Mu’tazilah dan Murji`ah. Mu’tazilah meyakini bahwa pelaku dosa besar akan masuk neraka kekal. Aliran ini juga meyakini bahwa Allah swt wajib menerima taubat dari orang yang bertaubat. Hadits di atas membantahnya, karena ternyata pelaku dosa besar—sepanjang ada iman/takut kepada Allah—akan masuk surga. Pelaku dosa besar dalam hadits di atas juga tidak bertaubat, sebab jika bertaubat ada ungkapan istighfar/taubat dan mengembalikan hak kepada yang berhaknya. Sementara Murji`ah meyakini bahwa dosa besar tidak akan merusak iman. Selama beriman, sebesar apapun dosa tidak akan menyebabkannya masuk neraka. Hadits di atas membantahnya karena jelas pelaku dosa ini disiksa dahulu di neraka (Fathul-Bari bab al-khauf minal-‘Llah).
Wal-‘Llahu a’lam

Related Articles

Back to top button