Meraih Cinta Ilahi

Kesuksesan Awal Kegagalan

Umumnya manusia kuat bertahan sabar dalam kemiskinan dan penderitaan karena tidak ada pilihan lain daripada mati. Tetapi ketika mereka kaya dan berkuasa gagal dalam syukur karena tidak kuat menghadapi tipuan kekayaan dan kekuasaan. Maka sungguh keliru orang-orang menilai sukses ketika mereka kaya dan berkuasa, padahal nyatanya kebanyakan justru itu adalah awal dari kegagalan mereka.

Nabi Muhammad saw dalam berbagai haditsnya menyatakan bahwa beliau tidak khawatir jika para shahabat sepeninggalnya hidup faqir miskin. Yang justru beliau khawatirkan adalah jika sepeninggalnya para shahabat dan umatnya secara umum hidup bergelimang kekayaan dan kekuasaan. Bagi Nabi saw kekayaan dan kekuasaan itu justru menjadi awal kegagalan dan kehancuran umat Islam.

فَوَاللَّهِ مَا الْفَقْرَ أَخْشَى عَلَيْكُمْ وَلَكِنْ أَخْشَى عَلَيْكُمْ أَنْ تُبْسَطَ عَلَيْكُمْ الدُّنْيَا كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ فَتَنَافَسُوهَا كَمَا تَنَافَسُوهَا وَتُلْهِيَكُمْ كَمَا أَلْهَتْهُمْ (وَتُهْلِكَكُمْ كَمَا أَهْلَكَتْهُمْ)

Maka demi Allah, bukanlah kefakiran yang aku takutkan menimpa kalian. Tetapi justru aku takut dunia dihamparkan untuk kalian sebagaimana dihamparkan kepada orang-orang sebelum kalian, lalu kalian saling bernafsu padanya sebagaimana mereka dahulu saling bernafsu, sehingga melalaikan kalian sebagaimana telah melalaikan mereka (dan membinasakan kalian sebagaimana telah membinasakan mereka).” (Shahih al-Bukhari bab ma yuhdzaru min zahratid-dunya wat-tanafus fiha no. 6425. Keterangan dalam kurung dari sanad lain yang ditulis dalam bab al-jizyah wal-muwada’ah ma’a ahlidz-dzimmah no. 3158).

Bahkan secara khusus bagi umat Islam, Nabi saw menyebutkan problem utamanya bukan di persoalan aqidah, melainkan di persoalan kesuksesan duniawi ini. Ketika itu diraih, dampak buruknya lebih merusak. Umat Islam cukup kuat untuk menahan gelombang serangan syirik, tetapi mereka sangat lemah menghadapi gelombang serangan kesuksesan duniawi.

وَإِنِّي وَاللَّهِ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ أَنْ تُشْرِكُوا بَعْدِي وَلَكِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ أَنْ تَنَافَسُوا فِيهَا

Sungguh saya demi Allah tidak pernah takut kalian musyrik sepeninggalku. Tetapi yang aku takutkan kepada kalian adalah kalian saling bernafsu pada perbendaharaan bumi itu.” (Shahih al-Bukhari bab ma yuhdzaru min zahratid-dunya wat-tanafus fiha no. 6426).

Bani Israil adalah bukti bahwa kemenangan dan kekayaan menjadi awal kehancuran mereka. Ketika ditindas oleh Fir’aun, mereka kuat sabar bertahan dalam penderitaan juga ketaatan kepada Allah swt. Tetapi ketika berhasil menang dan kemudian kaya, mereka malah menjadi makhluk-makhluk pembangkang. Maka dari itu Nabi Musa as sering mengingatkan mereka:

وَإِذۡ تَأَذَّنَ رَبُّكُمۡ لَئِن شَكَرۡتُمۡ لَأَزِيدَنَّكُمۡۖ وَلَئِن كَفَرۡتُمۡ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٞ  ٧

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (QS. Ibrahim [14] : 7).

Padahal sebelumnya Bani Israil sukses bertahan dalam penderitaan:

وَأَوۡرَثۡنَا ٱلۡقَوۡمَ ٱلَّذِينَ كَانُواْ يُسۡتَضۡعَفُونَ مَشَٰرِقَ ٱلۡأَرۡضِ وَمَغَٰرِبَهَا ٱلَّتِي بَٰرَكۡنَا فِيهَاۖ وَتَمَّتۡ كَلِمَتُ رَبِّكَ ٱلۡحُسۡنَىٰ عَلَىٰ بَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ بِمَا صَبَرُواْۖ وَدَمَّرۡنَا مَا كَانَ يَصۡنَعُ فِرۡعَوۡنُ وَقَوۡمُهُۥ وَمَا كَانُواْ يَعۡرِشُونَ  ١٣٧

Dan Kami wariskan kepada kaum yang telah ditindas itu, negeri-negeri bagian timur bumi dan bagian baratnya yang telah Kami beri berkah padanya. Dan telah sempurnalah perkataan Tuhanmu yang baik (sebagai janji) untuk Bani Israil disebabkan kesabaran mereka. Dan Kami hancurkan apa yang telah dibuat Fir’aun dan kaumnya dan apa yang telah dibangun mereka (QS. al-A’raf [7] : 137).

Model seperti ini adalah model keumuman manusia. Sabar ketika menderita tetapi lupa syukur ketika sukacita. Pantas jika Allah swt memaklumatkan hanya sedikit sekali hamba-hamba yang bersyukur. Allah swt pun mengingatkan dalam surat an-Nashr agar pertolongan Allah swt dan kemenangan yang tiba selalu disambut dengan penuh tasbih, tahmid, dan istighfar. Meski kenyataannya selalu banyak yang melupakannya.

Kaum Saba` yang maju dalam perekonomian; pasokan air terjaga sepanjang tahun karena bendungan kokoh yang mereka miliki, panen berlangsung sepanjang tahun tanpa terkendala musim kemarau, jalur transportasi aman dan lancar, ditopang oleh negara-negara kecil di sekelilingnya sebagai pangsa pasar potensialnya, berakhir dengan kehancuran karena gagal dalam syukur nikmat.

… كُلُواْ مِن رِّزۡقِ رَبِّكُمۡ وَٱشۡكُرُواْ لَهُۥۚ بَلۡدَةٞ طَيِّبَةٞ وَرَبٌّ غَفُورٞ  ١٥  …ذَٰلِكَ جَزَيۡنَٰهُم بِمَا كَفَرُواْۖ وَهَلۡ نُجَٰزِيٓ إِلَّا ٱلۡكَفُورَ  ١٧

“Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun”… Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena kekafiran mereka (kufur nikmat). Dan Kami tidak menjatuhkan adzab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat kafir (QS. Saba` [34] : 15-17).

Pengusaha-pengusaha sukses di bidang pertanian dan perkebunan banyak diceritakan dalam al-Qur`an berujung pada kehancuran dan kebinasaan karena ketidakmampuan mereka bersyukur, bertasbih, dan berdzikir atas nimat Allah swt.

قَالَ أَوۡسَطُهُمۡ أَلَمۡ أَقُل لَّكُمۡ لَوۡلَا تُسَبِّحُونَ  ٢٨ قَالُواْ سُبۡحَٰنَ رَبِّنَآ إِنَّا كُنَّا ظَٰلِمِينَ  ٢٩ فَأَقۡبَلَ بَعۡضُهُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٖ يَتَلَٰوَمُونَ  ٣٠ قَالُواْ يَٰوَيۡلَنَآ إِنَّا كُنَّا طَٰغِينَ  ٣١ عَسَىٰ رَبُّنَآ أَن يُبۡدِلَنَا خَيۡرٗا مِّنۡهَآ إِنَّآ إِلَىٰ رَبِّنَا رَٰغِبُونَ  ٣٢ كَذَٰلِكَ ٱلۡعَذَابُۖ وَلَعَذَابُ ٱلۡأٓخِرَةِ أَكۡبَرُۚ لَوۡ كَانُواْ يَعۡلَمُونَ  ٣٣

(Setelah kebun mereka rata dengan tanah) Berkatalah seorang yang paling baik pikirannya di antara mereka: “Bukankah aku telah mengatakan kepadamu, hendaklah kamu bertasbih (kepada Tuhanmu)?” Mereka mengucapkan: “Maha Suci Tuhan kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim”. Lalu sebagian mereka menghadapi sebagian yang lain seraya cela mencela. Mereka berkata: “Aduhai celakalah kita; sesungguhnya kita ini adalah orang-orang yang melampaui batas”. Mudah-mudahan Tuhan kita memberikan ganti kepada kita dengan (kebun) yang lebih baik daripada itu; sesungguhnya kita mengharapkan ampunan dari Tuhan kita. Seperti itulah azab (dunia). Dan sesungguhnya azab akhirat lebih besar jika mereka mengetahui (QS. al-Qalam [68] : 28-33).

وَلَوۡلَآ إِذۡ دَخَلۡتَ جَنَّتَكَ قُلۡتَ مَا شَآءَ ٱللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِٱللَّهِۚ …  ٣٩ … وَأُحِيطَ بِثَمَرِهِۦ فَأَصۡبَحَ يُقَلِّبُ كَفَّيۡهِ عَلَىٰ مَآ أَنفَقَ فِيهَا وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَىٰ عُرُوشِهَا وَيَقُولُ يَٰلَيۡتَنِي لَمۡ أُشۡرِكۡ بِرَبِّيٓ أَحَدٗا  ٤٢

Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu “maasyaallaah, laa quwwata illaa billaah (sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah).”… Dan buah-buahan kebunnya dibinasakan; lalu ia membulak-balikkan kedua tangannya (tanda menyesal) terhadap apa yang ia telah belanjakan untuk itu, sedang pohon anggur itu roboh bersama penyangganya dan dia berkata: “Aduhai kiranya dulu aku tidak mempersekutukan seorang pun dengan Tuhanku”. (QS. al-Kahfi [18] : 39 dan 42)

Nabi saw juga pernah mengisahkan tiga orang Bani Israil; orang yang berkulit belang, orang yang berkepala gundul karena penyakit, dan orang buta, dengan dikirimkan seorang malaikat dalam rupa manusia. Setelah didatangi dan mereka menyatakan ingin dihilangkan penyakit yang mereka derita serta ingin memiliki harta yang banyak maka malaikat itu menyembuhkan penyakit mereka, lalu memberikan unta yang sudah bunting kepada orang berkulit belang; sapi bunting kepada orang yang berkepala gundul karena penyakit; dan kambing bunting kepada orang buta.

Setelah selang berapa lama, malaikat itu datang kepada mereka bertiga dalam penampilan orang miskin yang meminta sedekah, seraya mengaku bahwa ia mengenali mereka dahulu sebagai orang berpenyakit dan miskin. Tetapi orang yang semula berkulit belang dan yang berkepala gundul karena penyakit malah mengingkarinya.

إِنَّ الْحُقُوقَ كَثِيرَةٌ … لَقَدْ وَرِثْتُ لِكَابِرٍ عَنْ كَابِرٍ

“Kebutuhanku masih banyak!” “Saya mewarisi ini dari orang tua saya yang kaya dan pembesar!”

Sementara ketika datang kepada orang yang semula buta ia menjawab:

قَدْ كُنْتُ أَعْمَى فَرَدَّ اللَّهُ بَصَرِي وَفَقِيرًا فَقَدْ أَغْنَانِي فَخُذْ مَا شِئْتَ فَوَاللَّهِ لَا أَجْهَدُكَ الْيَوْمَ بِشَيْءٍ أَخَذْتَهُ لِلَّهِ فَقَالَ أَمْسِكْ مَالَكَ فَإِنَّمَا ابْتُلِيتُمْ فَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنْكَ وَسَخِطَ عَلَى صَاحِبَيْكَ

“Sungguh, dahulu aku ini orang buta lalu Allah mengembalikan penglihatanku. Dahulu aku juga orang faqir lalu Allah memberikan kekayaan kepadaku. Silahkan ambil semaumu. Demi Allah, aku tidak akan menuntutmu pada hari ini atas apa yang kamu ambil, karena Allah.” Malaikat berkata: “Tahanlah hartamu, karena sesungguhnya kalian diuji. Allah ridla kepadamu, dan murka kepada dua temanmu.” (Shahih al-Bukhari kitab ahaditsil-anbiya bab ma dzukira ‘an Bani Isra`il no. 3464. Terdapat juga dalam Shahih Muslim kitab az-zuhd war-raqa`iq no. 7620).

Demikianlah fakta sejarahnya, kesuksesan pada umumnya selalu menjadi awal kegagalan. Dikecualikan bagi mereka yang pintar bersyukur, bertasbih, dan berdzikir sebagaimana halnya Nabi Dawud dan Sulaiman as. Namun sayang sangat sedikit sekali yang bisa bersyukur seperti Nabi Dawud dan Sulaiman as. Wal-‘Llahul-Musta’an.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button