Orang Miskin Lebih Utama dari Orang Kaya

Secara umum orang miskin lebih utama daripada orang kaya. Masuk surganya lebih awal daripada orang kaya. Pahalanya di akhirat lebih banyak daripada orang kaya karena tidak terkurangi oleh kesenangan dunia. Setiap orang pasti ingin menjadi orang kaya, tetapi tidak ingin menjadi orang miskin. Maka orang miskin yang bersabar dengan kemiskinannya pasti lebih utama daripada orang kaya.
Manusia pada umumnya lebih memuliakan orang kaya daripada orang miskin. Meski tidak pernah melakukannya secara terang-terangan, Nabi saw pun pernah dikritik Allah swt karena terindikasi merendahkan orang miskin dengan memprioritaskan orang kaya. Turunnya surat ‘Abasa dilatarbelakangi oleh kekeliruan Nabi saw tersebut. Ketika datang orang buta yang miskin dan di waktu bersamaan Nabi saw sedang mendakwahi orang-orang kaya, beliau tetap fokus perhatiannya kepada orang-orang kaya dan mengabaikan sementara orang buta tersebut.
Ajaran Islam kemudian mengarahkan sebaliknya. Orang-orang miskin harus sama dimuliakan seperti orang-orang kaya bahkan lebih dari mereka karena beberapa keistimewaan yang mereka miliki.
Abu ‘Abdirrahman al-Hubuli (tabi’in orang Mesir, w. 100 H) menceritakan ada beberapa orang miskin yang mengadu kepada shahabat ‘Abdullah ibn ‘Amr ibn al-‘Ash ra:
قَالَ أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْحُبُلِىُّ: سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ وَسَأَلَهُ رَجُلٌ فَقَالَ أَلَسْنَا مِنْ فُقَرَاءِ الْمُهَاجِرِينَ فَقَالَ لَهُ عَبْدُ اللَّهِ أَلَكَ امْرَأَةٌ تَأْوِى إِلَيْهَا قَالَ نَعَمْ. قَالَ أَلَكَ مَسْكَنٌ تَسْكُنُهُ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَأَنْتَ مِنَ الأَغْنِيَاءِ قَالَ فَإِنَّ لِى خَادِمًا قَالَ فَأَنْتَ مِنَ الْمُلُوكِ.
Abu ‘Abdirrahman al-Hubuli berkata: Aku mendengar ‘Abdullah ibn ‘Amr ketika ditanya oleh seseorang: “Bukankah kami termasuk Muhajirin yang faqir?” ‘Abdullah balik bertanya kepadanya: “Bukankah kamu memiliki istri yang kamu pulang kepadanya?” Ia menjawab: “Ya.” Abdullah bertanya lagi: “Bukankah kamu memiliki rumah yang kamu tinggali?” Ia menjawab: “Ya.” ‘Abdullah berkata: “Kamu termasuk orang kaya.” Ia berkata lagi: “Saya juga punya pembantu.” ‘Abdullah berkata: “Berarti kamu termasuk kalangan pejabat.” (Shahih Muslim kitab az-zuhd war-raqa`iq no. 7653).
قَالَ أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ وَجَاءَ ثَلاَثَةُ نَفَرٍ إِلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ وَأَنَا عِنْدَهُ فَقَالُوا يَا أَبَا مُحَمَّدٍ إِنَّا وَاللَّهِ مَا نَقْدِرُ عَلَى شَىْءٍ لاَ نَفَقَةٍ وَلاَ دَابَّةٍ وَلاَ مَتَاعٍ. فَقَالَ لَهُمْ مَا شِئْتُمْ إِنْ شِئْتُمْ رَجَعْتُمْ إِلَيْنَا فَأَعْطَيْنَاكُمْ مَا يَسَّرَ اللَّهُ لَكُمْ وَإِنْ شِئْتُمْ ذَكَرْنَا أَمْرَكُمْ لِلسُّلْطَانِ وَإِنْ شِئْتُمْ صَبَرْتُمْ فَإِنِّى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَقُولُ إِنَّ فُقَرَاءَ الْمُهَاجِرِينَ يَسْبِقُونَ الأَغْنِيَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَى الْجَنَّةِ بِأَرْبَعِينَ خَرِيفًا. قَالُوا فَإِنَّا نَصْبِرُ لاَ نَسْأَلُ شَيْئًا
‘Abu ‘Abdirrahman berkata lagi: Ada tiga orang datang kepada ‘Abdullah ibn ‘Amr ibn al-‘Ash dan saya saat itu ada di sana. Mereka berkata: “Wahai Abu Muhammad, sungguh demi Allah kami tidak mampu apapun; tidak mampu memberi nafkah, tidak memiliki kendaraan, tidak memiliki kekayaan materi.” ‘Abdullah berkata kepada mereka: “Silahkan terserah kemauan anda. Jika mau, anda sekalian kembali lagi kepada kami nanti lalu kami akan memberi kalian apa yang Allah mudahkan bagi kalian. Jika mau, kami akan laporkan kalian kepada pemerintah. Atau jika mau, kalian bersabar saja karena sungguh aku mendengar Rasulullah saw bersabda: ‘Sesungguhnya kaum faqir Muhajirin mendahului orang-orang kaya pada hari kiamat masuk ke surga lebih cepat 40 tahun.” Mereka menjawab: “Kalau begitu kami akan bersabar, tidak akan meminta apapun.” (Shahih Muslim kitab az-zuhd war-raqa`iq no. 7654)
Atsar ‘Abdullah ibn ‘Amr ra yang pertama di atas mengajarkan kepada orang-orang yang berkonsultasi untuk tidak merasa miskin selama masih mampu memberi nafkah dan memiliki rumah tempat tinggal. Apalagi jika memiliki hamba sahaya, pembantu, atau pekerja.
Sementara dalam atsar yang kedua, ‘Abdullah ibn ‘Amr ra membenarkan status miskin tiga orang yang berkonsultasi tersebut karena mereka sudah atau sedang tidak mampu memberi nafkah, tidak memiliki kendaraan, dan barang-barang rumah tangga. Kepada orang-orang miskin tersebut, ‘Abdullah ibn ‘Amr ra memberikan tiga pilihan: (1) Menunggu pemberian darinya sampai ada dan kelak mereka bisa datang kembali ketika sudah ada, (2) dilaporkan kepada Pemerintah untuk menerima bantuan sosial, atau (3) tetap bersabar menjalani hidup miskin karena dengannya mereka akan menjadi penghuni surga yang lebih dahulu masuk ke surga sebelum orang-orang kaya penghuni surga.
Dalam hadits lain disebutkan oleh Nabi saw bahwa orang-orang kaya itu tertahan dahulu dalam proses hisab yang sampai 40 tahun lamanya sehingga masuk ke surganya lebih terlambat daripada orang-orang miskin.
عَنْ أُسَامَةَ عَنْ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ قُمْتُ عَلَى بَابِ الْجَنَّةِ فَكَانَ عَامَّةُ مَنْ دَخَلَهَا الْمَسَاكِينَ وَأَصْحَابُ الْجَدِّ مَحْبُوسُونَ غَيْرَ أَنَّ أَصْحَابَ النَّارِ قَدْ أُمِرَ بِهِمْ إِلَى النَّارِ وَقُمْتُ عَلَى بَابِ النَّارِ فَإِذَا عَامَّةُ مَنْ دَخَلَهَا النِّسَاءُ
Dari Usamah ra, dari Nabi saw, beliau bersabda: “Aku berdiri di pintu surga, ternyata meyoritas penghuninya orang-orang miskin karena orang-orang kaya masih tertahan, kecuali yang menjadi penghuni neraka sudah diinstruksikan untuk dimasukkan ke neraka. Lalu aku berdiri di pintu neraka, ternyata mayoritas penghuninya perempuan.” (Shahih al-Bukhari bab shifatil-jannah wan-nar no. 6547)
Imam an-Nawawi menjelaskan ashhabul-jadd adalah mereka yang memiliki bakht (keberuntungan), hazhzh (keuntungan), ghina (kekayaan), dan wajahah (kehormatan/ketokohan). Mereka akan tertahan karena dihisab lebih lama (Syarah Shahih Muslim bab aktsar ahlil-jannah al-fuqara`).
Tiga orang yang berkonsultasi kepada ‘Abdullah ibn ‘Amr ra di atas, berkat kedalaman ilmu mereka, memilih tawaran yang ketiga. Mereka memilih bersabar dalam kemiskinan mereka tanpa mengeluh atau meminta. Mereka tetap akan bertahan dan berusaha semampu mereka menjalani kehidupan.
Bagi orang yang berilmu kekayaan duniawi tidak lebih berharga daripada kekayaan akhirat yang jauh lebih memuaskan:
وَقَالَ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ وَيۡلَكُمۡ ثَوَابُ ٱللَّهِ خَيۡرٞ لِّمَنۡ ءَامَنَ وَعَمِلَ صَٰلِحٗاۚ وَلَا يُلَقَّىٰهَآ إِلَّا ٱلصَّٰبِرُونَ ٨٠
Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu (kepada pengagum Qarun): “Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang-orang yang sabar” (QS. al-Qashash [28] : 80).
Maka dari itu, shahabat justru iri kepada orang-orang yang wafat dalam keadaan miskin, sebab mereka tahu orang-orang miskin itu lebih beruntung di akhirat daripada orang-orang kaya. Shahabat Khabbab ibn al-Arat dan ‘Abdurrahman ibn ‘Auf ra di antara yang menyatakan keterusterangan iri mereka kepada Mush’ab ibn ‘Umair ra yang wafat dalam keadaan miskin.
قَالَ أَبو وَائِلٍ عُدْنَا خَبَّابًا فَقَالَ هَاجَرْنَا مَعَ النَّبِيِّ ﷺ نُرِيدُ وَجْهَ اللهِ فَوَقَعَ أَجْرُنَا عَلَى اللهِ فَمِنَّا مَنْ مَضَى لَمْ يَأْخُذْ مِنْ أَجْرِهِ مِنْهُمْ مُصْعَبُ بْنُ عُمَيْرٍ قُتِلَ يَوْمَ أُحُدٍ وَتَرَكَ نَمِرَةً فَإِذَا غَطَّيْنَا رَأْسَهُ بَدَتْ رِجْلَاهُ وَإِذَا غَطَّيْنَا رِجْلَيْهِ بَدَا رَأْسُهُ فَأَمَرَنَا النَّبِيُّ ﷺ أَنْ نُغَطِّيَ رَأْسَهُ وَنَجْعَلَ عَلَى رِجْلَيْهِ شَيْئًا مِنْ الْإِذْخِرِ وَمِنَّا مَنْ أَيْنَعَتْ لَهُ ثَمَرَتُهُ فَهُوَ يَهْدِبُهَا
Abu Wa`il berkata: Kami menjenguk Khabbab (ketika ia sakit), lalu ia bercerita: “Kami dahulu hijrah bersama Nabi saw meniatkan keridlaan Allah. Maka pahala kami terserah kepada Allah. Di antara kami ada yang meninggal dunia tanpa pernah mengambil pahalanya, di antaranya Mush’ab ibn ‘Umair. Ia terbunuh pada perang Uhud dan hanya meninggalkan satu helai pakaian dari kulit binatang yang dijahit. Jika kami menutup kepalanya, kedua kakinya tidak tertutup. Jika kami menutup kedua kakinya, kepalanya tidak tertutup. Maka Nabi saw memerintahkan kami untuk menutup kepalanya dan menutup kedua kakinya dengan dedaunan. Ada juga di antara kami yang matang buahnya lalu ia memetiknya.” (Shahih al-Bukhari bab fadllil-faqri no. 6448).
Sementara ‘Abdurrahman ibn ‘Auf ra setelah mengungkapkan rasa irinya kepada Mush’ab ibn ‘Umair ra, ia menyatakan:
ثُمَّ بُسِطَ لَنَا مِنْ الدُّنْيَا مَا بُسِطَ أَوْ قَالَ أُعْطِينَا مِنْ الدُّنْيَا مَا أُعْطِينَا وَقَدْ خَشِينَا أَنْ تَكُونَ حَسَنَاتُنَا عُجِّلَتْ لَنَا ثُمَّ جَعَلَ يَبْكِي
“Kemudian dunia dihamparkan kepada kita seperti yang kita rasakan sekarang. Kita diberi dunia seperti yang sudah kita rasakan. Tetapi kami takut ini adalah kesenangan/pahala yang disegerakan.” ‘Abdurrahman kemudian menangis (Shahih al-Bukhari bab idza lam yujad illa tsaub wahid no. 1275).
Apa yang ditakutkan Khabbab dan ‘Abdurrahman ra di atas didasarkan pada ajaran Nabi saw sendiri bahwa orang miskin itu pahalanya akan disempurnakan di akhirat. Sesuatu hal yang tidak akan dirasakan sama oleh orang-orang kaya karena sudah terkurangi oleh kesenangan dunia.
مَا مِنْ غَازِيَةٍ أَوْ سَرِيَّةٍ تَغْزُو فَتَغْنَمُ وَتَسْلَمُ إِلاَّ كَانُوا قَدْ تَعَجَّلُوا ثُلُثَىْ أُجُورِهِمْ وَمَا مِنْ غَازِيَةٍ أَوْ سَرِيَّةٍ تُخْفِقُ وَتُصَابُ إِلاَّ تَمَّ أُجُورُهُمْ (إِلاَّ تَعَجَّلُوا ثُلُثَىْ أَجْرِهِمْ مِنَ الآخِرَةِ وَيَبْقَى لَهُمُ الثُّلُثُ)
Tidak ada satu pasukan pun yang berperang lalu mereka mendapatkan ghanimah dan selamat, kecuali mereka telah mendapatkan 2/3 pahala mereka. Dan tidak ada satu pasukan pun lalu mereka tidak memperoleh ghanimah dan malah terluka/kalah kecuali akan sempurna pahala mereka (Shahih Muslim bab bayan qadri tsawab man ghaza no. 5035 [pada riwayat no. 5034: kecuali mereka mendahulukan 2/3 pahala akhirat mereka, dan tinggal tersisa 1/3-nya lagi).
Al-Hafizh Ibn Hajar menjelaskan: Hadits ini di antara yang menjadi alasan mayoritas salaf memilih untuk memiliki harta yang sedikit agar mendapatkan pahala yang melimpah di akhirat kelak. Atau mungkin agar ringan ketika dihisab di hari akhir nanti (Fathul-Bari)