Shaum Sunat Orang-orang Shalih I
Bagian Pertama
Syaikh Sayyid ibn Husain ibn Abdillah al-Affani dalam kitabnya, Nida`ur-Rayyan, menuliskan satu bab khusus: sadatus-sha`imin; sayyid-sayyid/tokoh-tokoh teladan ahli shaum. Dari pemaparan atsar-atsar yang disajikannya terungkap bahwa orang-orang shalih shaumnya tidak hanya di bulan Ramadlan saja, melainkan berlanjut terus sepanjang tahun dipenuhi dengan shaum-shaum sunat.
Rutinitas shaum sepanjang tahun orang-orang shalih tersebut tentu tidak lepas dari tuntunan Nabi saw sendiri sebagaimana dijelaskan ‘Aisyah ra:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لَا يُفْطِرُ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لَا يَصُومُ فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلَّا رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ.
Dari ‘Aisyah—semoga Allah meridlainya—ia berkata: “Rasulullah saw shaum sampai kami berkata ‘Beliau tidak buka’, dan berbuka sampai kami berkata ‘Beliau tidak shaum’. Aku tidak pernah melihat Rasulullah saw shaum satu bulan sempurna kecuali Ramadlan. Dan aku tidak pernah melihat beliau banyak shaum dalam satu bulan melebihi bulan Sya’ban.” (Shahih al-Bukhari kitab as-shaum bab shaum Sya’ban no. 1969; Shahih Muslim bab shiyamin-Nabi saw fi ghairi Ramadlan no. 2775)
Hadits ‘Aisyah ra di atas dengan sejumlah jalur periwayatannya dituliskan oleh Imam Muslim dalam bab:
باب صِيَامِ النَّبِىِّ ﷺ فِى غَيْرِ رَمَضَانَ وَاسْتِحْبَابِ أَنْ لاَ يُخْلِىَ شَهْرًا عَنْ صَوْمٍ
Bab: Shaum Nabi saw di luar Ramadlan dan dianjurkan untuk tidak mengosongkan satu bulan dari shaum.
Terkait hadits-hadits yang dituliskan Imam Muslim dalam bab tersebut, Imam an-Nawawi menjelaskan:
فِي هَذِهِ الْأَحَادِيث أَنَّهُ يُسْتَحَبُّ أَلَّا يُخْلِيَ شَهْرًا مِنْ صِيَام، وَفِيهَا أَنَّ صَوْم النَّفْل غَيْر مُخْتَصٍّ بِزَمَانٍ مُعَيَّنٍ، بَلْ كُلّ السَّنَة صَالِحَة لَهُ إِلَّا رَمَضَانَ وَالْعِيدَ وَالتَّشْرِيقَ
Hadits-hadits ini menunjukkan anjuran untuk tidak mengosongkan satu bulan dari shaum sunat, dan bahwasanya shaum sunat tidak dikhususkan pada waktu tertentu, sepanjang tahun boleh shaum sunat kecuali Ramadlan, hari ‘Id, dan hari tasyriq (Syarah Shahih Muslim bab shiyamin-Nabi saw fi ghairi Ramadlan).
Maksudnya shaum sunat Nabi saw sudah bukan lagi Senin, Kamis, tengah bulan, atau shaum Dawud, melainkan lebih dari itu karena hampir setiap hari. Tetapi tetap ada hari-hari tidak shaumnya dalam setiap bulannya tersebut.
Nabi saw bahkan mengizinkan shahabat untuk shaum sunat lebih banyak daripada yang beliau contohkan. Ketika Hamzah ibn ‘Amr ra memberi tahu kepada beliau bahwa ia shaum setiap hari sepanjang tahun dan meminta izin kepada beliau untuk shaum juga ketika sedang safar, Nabi saw tidak melarangnya dan malah mempersilahkannya (rujuk: https://attaubah-institute.com/antara-hamzah-dan-abdullah-ibn-amr-ra/).
Maka dari itu, sepanjang sejarahnya orang-orang shalih selalu bersemangat mengikuti sunnah Nabi saw dan izin dari beliau untuk memperbanyak shaum sunat. Di antara mereka adalah Abu Bakar ra yang selalu shaum bahkan di saat shahabat lain tidak shaum. Seperti tercermin dalam hadits Abu Hurairah ra berikut:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمُ الْيَوْمَ صَائِمًا؟ قَالَ أَبُو بَكْرٍ أَنَا. قَالَ فَمَنْ تَبِعَ مِنْكُمُ الْيَوْمَ جَنَازَةً؟ قَالَ أَبُو بَكْرٍ أَنَا. قَالَ فَمَنْ أَطْعَمَ مِنْكُمُ الْيَوْمَ مِسْكِينًا؟ قَالَ أَبُو بَكْرٍ أَنَا. قَالَ فَمَنْ عَادَ مِنْكُمُ الْيَوْمَ مَرِيضًا؟ قَالَ أَبُو بَكْرٍ أَنَا. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ مَا اجْتَمَعْنَ فِى امْرِئٍ إِلاَّ دَخَلَ الْجَنَّةَ
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Siapa di antara kalian yang hari ini shaum?” Abu Bakar menjawab: “Saya.” Beliau bertanya lagi: “Siapa di antara kalian yang hari ini mengantarkan jenazah?” Abu Bakar menjawab: “Saya.” Beliau bertanya lagi: “Siapa di antara kalian yang hari ini memberi makan kepada orang miskin?” Abu Bakar menjawab: “Saya.” Beliau bertanya lagi: “Siapa di antara kalian yang hari ini menjenguk orang sakit?” Abu Bakar menjawab: “Saya.” Rasulullah saw bersabda: “Tidaklah berkumpul empat amal ini pada amal seseorang kecuali ia akan masuk surga.” (Shahih Muslim bab min fadla`il Abi Bakar no. 6333).
Maksud “masuk surga” di atas menurut Imam an-Nawawi adalah masuk surga dengan istimewa yakni tanpa dihisab dan dibalas amal-amal jeleknya, sebab iman saja pun sudah cukup untuk membuat seseorang masuk surga. Keempat amal yang ditanyakan Nabi saw di atas dan ternyata Abu Bakar ra mengamalkan semuanya dalam hari tersebut menunjukkan rutinitas beliau mengamalkan semuanya. Maka dari itu dalam hadits yang menjelaskan nama-nama pintu surga; pintu shalat, shadaqah, jihad, dan ar-rayyan untuk memanggil orang-orang ahli shaum, pertanyaan Abu Bakar ra dijawab tegas oleh Nabi saw:
فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ مَا عَلَى هَذَا الَّذِي يُدْعَى مِنْ تِلْكَ الْأَبْوَابِ مِنْ ضَرُورَةٍ وَقَالَ هَلْ يُدْعَى مِنْهَا كُلِّهَا أَحَدٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ نَعَمْ وَأَرْجُو أَنْ تَكُونَ مِنْهُمْ يَا أَبَا بَكْرٍ
Abu Bakar berkata: “Tampaknya tidak akan ada kesulitan bagi seseorang dipanggil dari semua pintu itu.” Abu Bakar bertanya: “Apakah mungkin ada seseorang yang dipanggil dari semua pintu itu?” Beliau menjawab: “Ya mungkin, dan aku yakin kamu adalah salah seorang dari mereka Abu Bakar.” (Shahih al-Bukhari bab qaulin-Nabi saw lau kuntu muttakhidzan khalilan no. 3666)
Memperbanyak shaum sunat diamalkan juga oleh ‘Umar ibn al-Khaththab. Nafi’ maula Ibn ‘Umar meriwayatkan:
عن نافِعٍ أنَّ عُمَرَ بنَ الخطابِ قَد كان يَسرُدُ الصّيامَ قَبلَ أن يَموتَ. قال نافِعٌ: وسَرَدَ عبدُ اللهِ بنُ عُمَرَ في آخِرِ زَمانِهِ
Dari Nafi’: “Sesungguhnya ‘Umar ibn al-Khaththab shaum setiap hari sebelum meninggal dunia.” Nafi’ juga berkata: “ ‘Abdullah ibn ‘Umar shaum setiap hari di akhir masa hidupnya.” (as-Sunanul-Kubra al-Baihaqi bab man lam yara bi sardis-shiyam ba`san no. 8557).
Dalam Tahdzibul-Atsar at-Thabari disebutkan bahwa akhir masa hidup Ibn ‘Umar ra yang dimaksud adalah dua tahun menjelang wafatnya (bab yasrudus-shaum qabla mautihi sanatain no. 803). Hal ini tidak bertentangan dengan keterangan bahwa Ibn ‘Umar ra selalu memilih berbuka ketika safar meski itu shaum Ramadlan, sebab Nafi’ juga menjelaskan:
عن نافع، قال: كَانَ ابْنُ عُمَرَ يَسْرُدُ الصَّوْمَ فَإِذَا سَافَرَ أَفْطَرَ. قَالَ نَافِعٌ: وَلَمْ يَكُنِ ابْنُ عُمَرَ يَصُوْمُ فِي السَّفَرِ
Dari Nafi’, ia berkata: “Ibn ‘Umar shaum setiap hari, tetapi apabila safar ia berbuka.” Nafi’ berkata: “Ibn ‘Umar tidak pernah shaum ketika safar.” (Tahdzibul-Atsar at-Thabari bab kana Ibn ‘Umar yasrudus-shaum no. 2113).
Dalam Shahih Muslim diriwayatkan bahwa Asma` binti Abi Bakar ra pernah mengkonfrontasi Ibn ‘Umar ra terkait isu bahwa ia mengharamkan shaum Rajab sebulan penuh. Ibn ‘Umar ra membantahnya dan menyatakan bahwa ia malah membolehkan dan mengamalkan shaum sepanjang tahun sebagaimana keterangan riwayat di atas.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ مَوْلَى أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِى بَكْرٍ وَكَانَ خَالَ وَلَدِ عَطَاءٍ قَالَ أَرْسَلَتْنِى أَسْمَاءُ إِلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ فَقَالَتْ بَلَغَنِى أَنَّكَ تُحَرِّمُ أَشْيَاءَ ثَلاَثَةً الْعَلَمَ فِى الثَّوْبِ وَمِيثَرَةَ الأُرْجُوَانِ وَصَوْمَ رَجَبٍ كُلِّهِ. فَقَالَ لِى عَبْدُ اللهِ أَمَّا مَا ذَكَرْتَ مِنْ رَجَبٍ فَكَيْفَ بِمَنْ يَصُومُ الأَبَدَ
Dari ‘Abdullah maula Asma` binti Abi Bakar, ia adalah paman putra ‘Atha`, ia berkata: Asma` menyuruhku untuk menemui ‘Abdullah ibn ‘Umar dan menanyakan kepadanya mengapa ia mengharamkan sambungan sutra pada pakaian laki-laki, memakai kain pelana unta/kuda berwarna merah, dan shaum Rajab sebulan penuh. ‘Abdullah (ibn ‘Umar) berkata kepadaku (‘Abdullah maula Asma`): “Adapun yang kamu sebutkan tentang Rajab, maka bagaimana bagi yang shaum sepanjang hidupnya… (Shahih Muslim bab tahrim isti’mal ina`idz-dzahab wal-fidldlah no. 5530).
Imam an-Nawawi menjelaskan maksud hadits di atas: “Adapun jawaban Ibn ‘Umar tentang shaum Rajab, maka itu adalah bantahan darinya tentang berita yang beredar bahwasanya ia mengharamkannya. Sekaligus ia memberitahukan bahwasanya ia shaum sepanjang bulan Rajab, bahkan sepanjang hidupnya. Yang dimaksud tentu dikecualikan hari ‘Id dan tasyriq. Ini adalah madzhab beliau dan madzhab ayahnya, ‘Umar ibn al-Khaththab, ‘Aisyah, Abu Thalhah, dan selain mereka dari salaf umat, juga madzhab Syafi’i dan ulama lainnya, bahwasanya tidak makruh shaum sepanjang tahun/masa. Masalah ini sudah dibahas dalam kitab shaum beserta syarah hadits-hadits yang ada dari kedua belah pihak.” (Syarah Shahih Muslim).
Riwayat Muslim di atas juga menunjukkan shaumnya Asma` binti Abi Bakar ra yang jika masuk Rajab selalu shaum sebulan penuh. Hal itu tidak disalahkan oleh Ibn ‘Umar ra sehingga menunjukkan boleh, malah Ibn ‘Umar ra mempersilahkan jika akan shaum sepanjang tahun sekalipun.
Model shaum yang sama diamalkan juga oleh ‘Utsman ibn ‘Affan ra. Imam Abu Nu’aim meriwayatkan dalam kitabhnya, al-Hilyah:
ثَنَا الزُّبَيْرُ بْنُ عَبْدِ اللهِ، عَنْ جَدَّةٍ لَهُ يُقَالُ لَهَا: زَهِيمَةُ، قَالَتْ: كَانَ عُثْمَانُ يَصُومُ الدَّهْرَ، وَيَقُومُ اللَّيْلَ إِلَّا هَجْعَةً مِنْ أَوَّلِهِ
Meriwayatkan hadits kepada kami az-Zubair ibn ‘Abdillah, dari neneknya yang dipanggil Zahimah, ia berkata: “’Utsman shaum sepanjang tahun dan ia shalat sepanjang malam, hanya tidur sebentar di awal malamnya.” (Hilyatul-Auliya wa Thabaqatul-Ashfiya 1 : 56)
‘Aisyah ra istri Nabi saw juga dikenal dengan shaum sunatnya yang sampai setiap hari. Syu’bah berkata:
أخبرني سعد بن إبراهيم: أَنَّ عَائشَةَ كَانَتْ تَصُوْمُ الدَّهْرَ. قال: فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِعَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْقَاسِمِ، فقال: سَمِعْتُ الْقَاسِمَ يقول: كَانَتْ عَائِشَةُ تَصُوْمُ الدَّهْرَ. قال: قُلْتُ تَصُوْمُ الدَّهْرَ؟ قال: كَانَتْ تَسْرُدُ
Sa’ad ibn Ibrahim memberitahuku bahwasanya ‘Aisyah shaum sepanjang tahun. Syu’bah berkata: Lalu aku ceritakan hal itu kepada ‘Abdurrahman ibn al-Qasim. Ia menjawab: Aku mendengar al-Qasim (ayahnya) berkata: “’Aisyah shaum sepanjang tahun.” Aku bertanya: “Shaum sepanjang tahun?” Ia menjawab: “’Aisyah shaum setiap hari.” (Tahdzibul-Atsar at-Thabari bab kanat ‘Aisyah tashumud-dahr no. 800).
Dalam Shafwatus-Shafwah (1 : 319) yang ditulis Imam Ibnul-Jauzi disebutkan keterangan dari al-Qasim pengecualiannya yakni ‘Aisyah ra tidak shaum ketika ‘Idul-Fithri dan ‘Idul-Adlha termasuk ayyam tasyriq.
Model shaum setiap hari sepanjang tahun kecuali pada hari-hari yang haram shaum yakni ‘Idul-Fithri dan ‘Idul-Adlha termasuk ayyam tasyriq seperti ini diamalkan juga oleh Abu Thalhah ra. Anas ibn Malik ra yang merupakan anak tirinya menjelaskan:
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ أَبَا طَلْحَةَ صَامَ بَعْدَ رَسُوْلِ اللهِ ﷺ أَرْبَعِيْنَ سَنَةً لاَ يُفْطِرُ إِلاَّ يَوْمَ فِطْرٍ أَوْ أَضْحَى.
Dari Anas ra: “Sungguh Abu Thalhah shaum sesudah Rasulullah saw wafat selama 40 tahun. Ia tidak pernah buka kecuali pada hari ‘Idul-Fithri dan ‘Idul-Adlha.” (al-Mustadrak al-Hakim bab dzikr manaqib Abi Thalhah no. 5506).
Anas ibn Malik ra juga menjelaskan istri Nabi saw yang lain, yakni Hafshah binti ‘Umar ra yang disebutkan tukang shaum, artinya merutinkan shaum sunat sampai setiap hari.
عَنْ أَنَسٍ : أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ طَلَّقَ حَفْصَةَ، فَأَتَاهُ جِبْرِيلُ فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ، طَلَّقْتَ حَفْصَةَ وَهِيَ صَوَّامَةٌ قَوَّامَةٌ، وَهِيَ زَوْجَتُكَ فِي الْجَنَّةِ، فَرَاجِعْهَا
Dari Anas ra: Nabi saw pernah menceraikan Hafshah, lalu Jibril datang kepada beliau dan berkata: “Hai Muhammad, mengapa kamu menceraikan Hafshah padahal ia ahli shaum dan shalat malam, ia juga istri kamu di surga, maka rujuklah ia.” (al-Mustadrak al-Hakim bab dzikr ummil-mu`minin Hafshah binti ‘Umar no. 6754).
Yang di bawah shaum setiap hari sepanjang tahun ada shaum Dawud yang diamalkan oleh shahabat ‘Abdullah ibn ‘Amr ra hingga akhir hayatnya. Semula ‘Abdullah ibn ‘Amr ra juga mengamalkan shaum setiap hari, tetapi kemudian dilarang Nabi saw dan dianjurkan untuk shaum maksimalnya shaum Dawud. Larangan Nabi saw kepada ‘Abdullah ibn ‘Amr ra sifatnya pribadi khusus dirinya saja, tidak berlaku untuk semua orang, karena faktanya shahabat banyak yang mengamalkannya. Dalam hal ini Imam an-Nawawi menjelaskan:
وَأَمَّا إِنْكَاره ﷺ عَلَى اِبْن عَمْرو بْن الْعَاصِ صَوْم الدَّهْر فَلِأَنَّهُ عَلِمَ ﷺ أَنَّهُ سَيَضْعُفُ عَنْهُ وَهَكَذَا جَرَى، فَإِنَّهُ ضَعُفَ فِي آخِر عُمُرِهِ وَكَانَ يَقُول: يَا لَيْتَنِي قَبِلْت رُخْصَةَ رَسُولِ اللَّهِ
Adapun penolakan Nabi saw kepada Ibn ‘Amr ibn al-‘Ash untuk shaum sepanjang tahun karena beliau saw tahu bahwa ia akan tidak kuat dan demikianlah adanya, Ibn ‘Amr lemah di akhir umurnya sampai ia berkata: “Andaikan saja dahulu aku menerima rukhshah Rasulullah saw (untuk shaum minimal 3 hari setiap bulan) (Syarah an-Nawawi bab at-takhyir fis-shaum wal-fithr).
Al-Hafizh Ibn Hajar menyimpulkan:
Berdasarkan hal ini, kedudukannya berbeda-beda tergantung orangnya. Siapa yang keadaannya memungkinkannya memperbanyak shaum, maka silahkan ia memperbanyak shaum. Siapa yang keadaannya memungkinkannya memperbanyak buka, maka ia perbanyak buka. Dan siapa yang keadaannya memungkinkannya menyeimbangkannya, silahkan ia kerjakan. Jadi setiap orang sangat tergantung pada situasi dan kondisi dirinya. Untuk hal ini Imam al-Ghazali pun mengisyaratkannya dalam akhir pembahasannya. Wal-‘Llahu a’lam bis shawab (Fathul-Bari bab haqqul-ahli fis-shaum).