Merutinkan Ziarah Kubur pada Ramadlan dan Lebaran

Bagaimana hukumnya merutinkan ziarah kubur menjelang Ramadlan atau setelah lebaran? 0896-8967-xxxx
Ziarah kubur hukumnya sebatas mubah. Jangan dinaikkan menjadi sunat apalagi wajib. Jika demikian maka statusnya menjadi bid’ah (ketentuan hukum dan ritual baru yang tidak disyari’atkan). Terlebih lagi jika ditambahkan ketentuan akan lebih baik lagi jika dilakukan sebelum Ramadlan atau sesudah lebaran. Ini termasuk bid’ah juga, karena membuat ketentuan yang tidak ditentukan oleh Nabi saw.
Ziarah kubur hukumnya mubah karena hukum asalnya haram, baru kemudian dibolehkan karena alasan “mengingatkan akhirat”.
قَدْ كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ القُبُورِ فَقَدْ أُذِنَ لِمُحَمَّدٍ فِي زِيَارَةِ قَبْرِ أُمِّهِ فَزُورُوهَا فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الآخِرَةَ
Sungguh dahulu aku pernah melarang kalian dari ziarah kubur, dan sungguh Muhammad telah diberi izin ziarah ke makam ibunya, maka berziarahlah kalian, karena sungguh itu mengingatkan pada akhirat (Sunan at-Tirmidzi bab ma ja`a fir-rukhshah fi ziyaratil-qubur no. 1054).
Meski Nabi saw menyabdakannya dengan perintah, tetapi karena adanya sesudah larangan, statusnya bukan wajib atau sunat, melainkan sebatas membolehkan. Para ulama sudah sepakat dengan kaidah ushul fiqih: al-amr ba’dan-nahyi yufidul-ibahah; perintah sesudah larangan menunjukkan mubah/boleh.
Kebolehannya itu juga terikat dengan alasan “mengingatkan akhirat”. Bukan untuk mendo’akan secara khusus, apalagi untuk meminta do’a dari yang sudah meninggal. Bukan pula untuk melakukan ritual dengan bacaan-bacaan tertentu, menaburkan sesuatu, menyiramkan sesuatu, dan hal-hal lainnya yang tidak dicontohkan Nabi saw melainkan berasal dari tradisi-tradisi Jahiliyyah (non-Islam) semata.
Meski disebutkan dalam hadits di atas Nabi saw diizinkan ziarah kubur ke makam ibunya tetapi itu hanya diamalkan sekali, tidak dirutinkan, apalagi disengajakan di momen-momen tertentu. Dalam hadits lain disebutkan juga Nabi saw sering ziarah kubur ke Baqi’ (pemakaman dekat Masjid Nabawi) di akhir malam. Jadi ke pekuburan umum, bukan ke makam-makam khusus orang-orang tertentu. Dan itu juga pekuburan terdekat, bukan pekuburan tertentu yang jauh, karena tujuannya sekedar mengingatkan akhirat.
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ كُلَّمَا كَانَ لَيْلَتُهَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ يَخْرُجُ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ إِلَى الْبَقِيعِ فَيَقُولُ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ وَأَتَاكُمْ مَا تُوعَدُونَ غَدًا مُؤَجَّلُونَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لاَحِقُونَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لأَهْلِ بَقِيعِ الْغَرْقَدِ
Dari ‘Aisyah ra, ia berkata: Rasulullah saw setiap kali malam gilir kepadanya sering keluar di akhir malam ke Baqi’ lalu bersabda: “Keselamatan untuk kalian tempat kaum mukminin. Telah datang kepada kalian apa yang dijanjikan. Hari esok masih dinantikan. Kami in sya`al-‘Llah akan menyusul kalian. Ya Allah ampunilah penghuni Baqi’il-Gharqad ini.” (Shahih Muslim bab ma yuqalu ‘inda dukhulil-qubur no. 2299).
Dalam hadits lain disebutkan Nabi saw mengajarkan do’a khusus ketika para shahabat ziarah kubur. Tetapi disebutkannya maqabir; pekuburan umum, bukan kuburan khusus orang-orang tertentu.
عَنْ بُرَيْدَةَ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يُعَلِّمُهُمْ إِذَا خَرَجُوا إِلَى الْمَقَابِرِ فَكَانَ قَائِلُهُمْ يَقُولُ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ لَلاَحِقُونَ أَسْأَلُ اللَّهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ
Dari Buraidah ra, ia berkata: Rasulullah saw mengajari mereka apabila keluar ke pekuburan (umum) agar seseorang berdo’a: “Keselamatan untuk kalian wahai penghuni kubur mukminin dan muslimin. Kami in sya`al-‘Llah akan menyusul. Aku memohon kepada Allah keselamatan untuk kami dan kalian.” (Shahih Muslim bab ma yuqalu ‘inda dukhulil-qubur no. 2302).
Mendo’akan secara khusus untuk orang-orang khusus tidak disyari’atkan harus dengan ziarah kubur, tetapi bisa di momentum ibadah secara umum seperti dalam shalat atau selepas shalat malam dan wajib. Wal-‘Llahu a’lam.