Meraih Cinta Ilahi

Mensyukuri Nikmat al-Qur`an

Nikmat teragung tetapi juga paling sering diingkari adalah nikmat al-Qur`an. Nikmat ini jauh lebih bernilai daripada keluarga, harta, dan semua kenikmatan duniawi. Jika keluarga dan harta hanya bisa dinikmati di dunia dan terkadang menyusahkan, maka al-Qur`an kenikmatannya dunia akhirat. Nabi saw memberikan teladan untuk mensyukurinya dengan mendzikirkannya dalam shalat atau di luar shalat, mengkaji ilmunya, dan mengamalkannya. Mendzikirkannya dalam shalat terutama dalam shalat malam yang lama. 

Ayat-ayat al-Qur`an yang menegaskan al-Qur`an sebagai nikmat teragung di antaranya surat ar-Rahman. Surat yang menjelaskan anugerah rahmat Allah swt untuk manusia dan jin ini—meski keduanya sering mendustakannya—menyebutkan al-Qur`an sebagai nikmat yang paling utama.

ٱلرَّحۡمَٰنُ  ١ عَلَّمَ ٱلۡقُرۡءَانَ  ٢ خَلَقَ ٱلۡإِنسَٰنَ  ٣

(Tuhan) Yang Maha Pemurah, Yang telah mengajarkan al Quran. Dia menciptakan manusia (QS. ar-Rahman [55] 1-3).
Sebelum menyebutkan nikmat diciptakannya manusia, dan seterusnya nikmat mengajarkannya berbicara, menyediakan matahari, bulan, bintang, pohon, bumi dan seluruh isinya, nikmat yang lebih besar dari semua itu adalah mengajarkan al-Qur`an. Akan tetapi entah mengapa, baik jin atau manusia, terlalu sering mengingkari kenikmatan-kenikmatan tersebut:

فَبِأَيِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ 

Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (QS. ar-Rahman [55] 13)
Ayat di atas sampai diulang-ulang 31 kali dalam al-Qur`an untuk menegaskan bahwa manusia sungguh banyak ingkar nikmatnya. Bukannya mensyukuri nikmat al-Qur`an, malah kufur terhadap nikmat yang teragung ini.
Maka dari itu, ketika Allah swt menjelaskan nikmat-Nya kepada manusia dengan diutusnya Rasul saw yang mengajarkan al-Qur`an, Dia swt mengingatkan:

فَٱذۡكُرُونِيٓ أَذۡكُرۡكُمۡ وَٱشۡكُرُواْ لِي وَلَا تَكۡفُرُونِ 

Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku (QS. al-Baqarah [2] : 152).
Dalam ayat lain Allah swt sudah mengingatkan:

وَإِذۡ تَأَذَّنَ رَبُّكُمۡ لَئِن شَكَرۡتُمۡ لَأَزِيدَنَّكُمۡۖ وَلَئِن كَفَرۡتُمۡ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٞ 

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (QS. Ibrahim [14] : 7).
Indikator syukur nikmat al-Qur`an berdasarkan ayat di atas bisa terlihat dalam hal apakah ilmu dan amalnya terkait al-Qur`an bertambah ataukah stagnan tanpa ada kemajuan. Jika yang terakhir yang terjadi itu pertanda jelas syukur akan al-Qur`annya masih kurang. Malah justru siksa pedih yang menanti. Di antara siksanya dijelaskan Allah swt dalam ayat lain:

وَمَنۡ أَعۡرَضَ عَن ذِكۡرِي فَإِنَّ لَهُۥ مَعِيشَةٗ ضَنكٗا وَنَحۡشُرُهُۥ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ أَعۡمَىٰ  ١٢٤ قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرۡتَنِيٓ أَعۡمَىٰ وَقَدۡ كُنتُ بَصِيرٗا  ١٢٥ قَالَ كَذَٰلِكَ أَتَتۡكَ ءَايَٰتُنَا فَنَسِيتَهَاۖ وَكَذَٰلِكَ ٱلۡيَوۡمَ تُنسَىٰ  ١٢٦

Dan siapa yang berpaling dari dzikir kepada-Ku, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?” Allah berfirman: “Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamu pun dilupakan” (QS. Thaha [20] : 124-126).
“Kehidupan sempit” yang dimaksud ayat di atas, bukan berarti bajunya kekecilan, rumahnya sempit, hartanya sedikit, tetapi sebagaimana dijelaskan oleh al-Hafizh Ibn Katsir, bisa jadi semua kebutuhan dunianya ia miliki dengan berlebih, tetapi hatinya senantiasa ada dalam kegalauan, kegelisahan, kekhawatiran, dan tidak pernah lepas dari keraguan yang akan selalu membimbangkannya. Inilah yang dimaksud kehidupan yang sempit (Tafsir Ibn Katsir)
Ayat di atas menurut al-Hafizh Ibn Katsir ditujukan kepada mereka yang betul-betul melupakan ayat-ayat Allah swt dari pemahamannya dan pengamalannya. Termasuk juga mereka yang melupakan ayat-ayat Allah swt dari hafalannya meski masih meyakininya, memahaminya, dan mengamalkannya. Hanya memang kedudukannya tidak sama dengan yang pertama. Itu disebabkan terlalu banyak hadits yang secara khusus mengancam hafalan al-Qur`an yang disia-siakan sehingga menjadi lupa lagi, di antaranya:

بِئْسَ مَا لأَحَدِهِمْ أَنْ يَقُولَ نَسِيتُ آيَةَ كَيْتَ وَكَيْتَ بَلْ نُسِّىَ، وَاسْتَذْكِرُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ أَشَدُّ تَفَصِّيًا مِنْ صُدُورِ الرِّجَالِ مِنَ النَّعَمِ

Alangkah jeleknya seseorang di antara kamu yang berkata: “Aku lupa sejumlah ayat ini dan itu,” karena yang benar ia dijadikan lupa. Maka dari itu hafalkanlah al-Qur`an, karena sesungguhnya dia lebih mudah terlepas dari ingatan seseorang daripada terlepasnya unta” (Shahih al-Bukhari kitab fadla`il al-Qur`an bab istidzkar al-Qur`an wa ta’ahudihi no. 5032).
Ini semua berarti bahwa mensyukuri nikmat al-Qur`an itu adalah dengan meyakininya dan mengamalkan kandungannya. Termasuk juga membacanya dan menghafalnya sehingga terus bertambah hafalannya dari waktu ke waktunya. Jika malah berkurang atau lupa itu pertanda syukurnya kurang karena memang kurang mendzikirkannya.
Amal lain bukti syukur nikmat al-Qur`an adalah membacanya dalam shalat untuk menjaga hafalan dan penghayatan terhadap al-Qur`an. Ini bagian dari berdzikir dan syukur nikmat al-Qur`an sebagaimana diperintahkan Allah swt dalam ayat di atas.

وَإِذَا قَامَ صَاحِبُ الْقُرْآنِ فَقَرَأَهُ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ ذَكَرَهُ وَإِذَا لَمْ يَقُمْ بِهِ نَسِيَهُ

Apabila sahabat al-Qur`an itu qiyam (shalat) dan membacanya di waktu (shalat) malam dan siang, maka ia akan mengingatnya. Jika ia tidak shalat dengannya, ia akan melupakannya (Shahih Muslim bab al-amr bi ta’ahhudil-Qur`an no. 1876).
Semakin sering seseorang mensyukuri nikmat al-Qur`an dalam shalat maka akan semakin bertambah pula ingatan dan penghayatannya terhadap al-Qur`an. Semakin sering seseorang abai dari syukur nikmat ini, maka akan semakin berkurang hafalan dan penghayatannya terhadap al-Qur`an.
Maka dari itu ketika Nabi saw dipertanyakan oleh ‘Aisyah dan Bilal ra mengapa sampai shalat malam lama padahal dosa-dosa Nabi saw sudah pasti diampuni sehingga tidak perlu susah mengamalkan shalat malam, beliau menjawab:

أَفَلَا أُحِبُّ أَنْ أَكُونَ عَبْدًا شَكُورًا

“Apakah tidak boleh aku menjadi hamba yang bersyukur!?” (Shahih al-Bukhari kitab tafsir al-Qur`an bab qaulihi ta’ala liyaghfiral-‘Llah laka … no. 4837; Shahih Ibn Hibban kitab ar-raqa`iq bab at-taubah no. 620)
Nabi Dawud dan Sulaiman juga ketika diperintah syukur oleh al-Qur`an:

ٱعۡمَلُوٓاْ ءَالَ دَاوُۥدَ شُكۡرٗاۚ وَقَلِيلٞ مِّنۡ عِبَادِيَ ٱلشَّكُورُ 

Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih (QS. Saba` [34] : 13).
Nabi saw menjelaskan bahwa salah satu amal syukur Nabi Dawud as itu adalah shaum dan shalat Dawud. Shaum Dawud sudah pada maklum, sementara shalat Dawud adalah:

أَحَبُّ الصَّلاَةِ إِلَى اللَّهِ صَلاَةُ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام وَأَحَبُّ الصِّيَامِ إِلَى اللَّهِ صِيَامُ دَاوُدَ وَكَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ وَيَقُومُ ثُلُثَهُ وَيَنَامُ سُدُسَهُ وَيَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا

Shalat yang paling Allah cintai adalah shalatnya Nabi Dawud as dan shaum (puasa) yang paling Allah cintai adalah shaumnya Nabi Dawud as. Nabi Dawud as tidur hingga pertengahan malam lalu shalat pada sepertiganya kemudian tidur kembali pada seperenam akhir malamnya. Dan Nabi Daud as shaum sehari dan berbuka sehari (Shahih al-Bukhari kitab ­at-tahajjud bab man nama ‘indas-sahar no. 1131; kitab ahadits al-anbiya bab ahabbus-shalat ilal-‘Llah shalatu Dawud no. 3420; Shahih Muslim kitab as-shiyam bab an-nahy ‘an shaumid-dahr li man tadlarrara bihi no. 2796-2797).
Itu berarti jika seseorang sudah bisa lama shalat malam sambil mendzikirkan al-Qur`an maka ia sudah mengamalkan syukur nikmat al-Qur`an. Jika belum bisa berarti ia belum maksimal dalam mensyukuri nikmat al-Qur`an. Wal-‘Llahu a’lam

Related Articles

Back to top button