Menshalatkan Jenazah Orang Syi’ah

Bismillah. Bagaimana hukum menshalatkan jenazah orang Syi’ah? Orang yang dimaksud benar-benar sudah terkenal dan mengenalkan dirinya sebagai syi’ah? Apakah jenazahnya harus dishalatkan? 08571187xxxx
Orang syi’ah yang benar-benar syi’ah—bukan orang yang terbawa-bawa syi’ah seraya ia sendiri tidak tahu hakikat syi’ah—sudah termasuk orang kafir atau munafiq. Sebab orang syi’ah pasti mengkafirkan para shahabat dan kaum muslimin yang tidak mengkafirkan para shahabat. Peresmian ‘Abdullah ibn Ubay sebagai orang munafiq oleh al-Qur`an dalam surat al-Munafiqun adalah karena ucapan kebenciannya kepada para shahabat Nabi saw sebagai berikut:
هُمُ ٱلَّذِينَ يَقُولُونَ لَا تُنفِقُواْ عَلَىٰ مَنۡ عِندَ رَسُولِ ٱللَّهِ حَتَّىٰ يَنفَضُّواْۗ وَلِلَّهِ خَزَآئِنُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَلَٰكِنَّ ٱلۡمُنَٰفِقِينَ لَا يَفۡقَهُونَ ٧ يَقُولُونَ لَئِن رَّجَعۡنَآ إِلَى ٱلۡمَدِينَةِ لَيُخۡرِجَنَّ ٱلۡأَعَزُّ مِنۡهَا ٱلۡأَذَلَّۚ وَلِلَّهِ ٱلۡعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِۦ وَلِلۡمُؤۡمِنِينَ وَلَٰكِنَّ ٱلۡمُنَٰفِقِينَ لَا يَعۡلَمُونَ ٨
Mereka orang-orang yang mengatakan (kepada orang-orang Anshar): “Janganlah kamu memberikan perbelanjaan kepada orang-orang (Muhajirin) yang ada di sisi Rasulullah supaya mereka bubar (meninggalkan Rasulullah)”. Padahal kepunyaan Allah-lah perbendaharaan langit dan bumi, tetapi orang-orang munafiq itu tidak memahami. Mereka berkata: “Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat (orang munafiq) akan mengusir orang-orang yang lemah (kaum muhajirin) daripadanya”. Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafiq itu tiada mengetahui (QS. al-Munafiqun [63] : 7-8).
Karena ucapan-ucapan kebencian kepada para shahabat seperti di atas, maka al-Qur`an menyatakan syahadat orang-orang munafiq itu batal (QS. al-Munafiqun [63] : 1). Artinya, meski orang-orang syi’ah juga bersyahadat, tetapi karena kebencian mereka kepada para shahabat dan kaum muslimin secara umum sudah menjadi aqidah mereka, maka syahadat tersebut otomatis batal.
Terhadap orang-orang munafiq seperti itu, Allah swt sudah mengingatkan:
وَلَا تُصَلِّ عَلَىٰٓ أَحَدٖ مِّنۡهُم مَّاتَ أَبَدٗا وَلَا تَقُمۡ عَلَىٰ قَبۡرِهِۦٓۖ إِنَّهُمۡ كَفَرُواْ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَمَاتُواْ وَهُمۡ فَٰسِقُونَ ٨٤
Dan janganlah kamu sekali-kali men-shalat-kan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik (QS. at-Taubah [9] : 84).
سَوَآءٌ عَلَيۡهِمۡ أَسۡتَغۡفَرۡتَ لَهُمۡ أَمۡ لَمۡ تَسۡتَغۡفِرۡ لَهُمۡ لَن يَغۡفِرَ ٱللَّهُ لَهُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهۡدِي ٱلۡقَوۡمَ ٱلۡفَٰسِقِينَ ٦
Sama saja bagi mereka, kamu mintakan ampunan atau tidak kamu mintakan ampunan bagi mereka, Allah tidak akan mengampuni mereka; sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik (QS. al-Munafiqun [63] : 6).
Dua ayat di atas tegas melarang kaum muslimin menshalatkan jenazah dan mendo’akan orang-orang munafiq seperti syi’ah yang mati dalam keadaan terbukti syi’ah.
Jika jenazah yang dimaksud masih baru diduga syi’ah, atau hanya ikut-ikutan pada kelompok syi’ah seraya tidak memahami hakikat syi’ah, hemat kami orang tersebut masih muslim, dan masih berhak mendapatkan haknya sebagai muslim untuk dishalatkan dan dido’akan jenazahnya. Wal-‘Llahu a’lam.