Jangan Abai dari Valentine’s Day

Valentine’s Day sudah jamak dirayakan anak-anak muda di sekitar kita. Mereka tidak risih lagi untuk mengekspresikan cinta kepada pasangan dengan cara berpesta berduaan, bergandengan tangan, berdekap-dekapan, bahkan sampai menganggap lumrah perzinaan. Itu semua disebabkan kita melakukan pembiaran terhadap arus budaya impor melalui dunia hiburan. Artis-artis tertentu tanpa sadar kita puja, budaya maksiatnya pun tanpa sadar kita cerna sebagai sebuah kelumrahan. Akibatnya, jadilah yang semacam Valentine’s Day ini dianggap biasa-biasa saja.


Padahal Valentine’s Day faktanya sudah menjadi gerbang utama dari kemaksiatan perzinaan dan perbuatan asusila lainnya. Padahal juga, kemaksiatan yang satu ini ancamannya sangat keras, mulai dari pintu-pintu yang mengarah padanya sampai praktik prostitusinya itu sendiri. Al-Qur`an sendiri mengancam dengan firman Allah swt:

وَلَا تَقۡرَبُواْ ٱلزِّنَىٰٓۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةٗ وَسَآءَ سَبِيلٗا

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk (QS. al-Isra` [17] : 32).

وَلَا تَقۡرَبُواْ ٱلۡفَوَٰحِشَ مَا ظَهَرَ مِنۡهَا وَمَا بَطَنَۖ

Janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan asusila, baik yang nampak darinya maupun yang tersembunyi (QS. al-An’am [6] : 151)
Artinya, dari mulai hal-hal yang akan mengarah pada perzinaan pun sudah diharamkan (jangan mendekati). Dalam surat al-An’am di atas juga disebutkan bahwa perbuatan fahisyah/zina ini ada yang nampak atau yang tersembunyi. Dan dua-duanya diharamkan. Maka dari itu, menyadari betapa haramnya zina/fahisyah dari mulai hal-hal yang tidak tampak sebagai zina namun mendekati kategori zina, maka Sa’ad ibn ‘Ubadah pernah mengemukakan sebuah ancaman yang terkenal.

عَنْ الْمُغِيرَةِ قَالَ قَالَ سَعْدُ بْنُ عُبَادَةَ لَوْ رَأَيْتُ رَجُلًا مَعَ امْرَأَتِي لَضَرَبْتُهُ بِالسَّيْفِ غَيْرَ مُصْفَحٍ فَبَلَغَ ذَلِكَ رَسُولَ اللهِ ﷺ فَقَالَ أَتَعْجَبُونَ مِنْ غَيْرَةِ سَعْدٍ وَاللهِ لَأَنَا أَغْيَرُ مِنْهُ وَاللهُ أَغْيَرُ مِنِّي وَمِنْ أَجْلِ غَيْرَةِ اللهِ حَرَّمَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ

Dari al-Mughirah, ia berkata: Sa’ad ibn ‘Ubadah pernah berkata: “Seandainya aku lihat seorang lelaki sedang berduaan bersama istriku, pasti aku penggal ia dengan pedang, bukan dengan belahan sisinya (tetapi dengan mata pedangnya (maksudnya pukulan membunuh, bukan memukul biasa—Fathul-Bari).” Pernyataan Sa’ad tersebut lalu dilaporkan kepada Rasulullah saw. Beliau pun menyatakan: “Kenapa kalian heran dari kecemburuan Sa’ad. Demi Allah, aku pun lebih pencemburu daripada itu. Dan Allah lebih pencemburu daripada aku. Oleh karena itu Allah mengharamkan perbuatan asusila, baik yang tampak atau tersembunyi.” (Shahih al-Bukhari bab qaulin-Nabi saw la syakhsha aghyaru minal-‘Llah no. 7416)
Artinya, meski tidak sampai zina, hanya berbicara berduaan dengan yang non-muhrim (tidak haram nikah) semata, itu sudah mendekati perbuatan asusila yang layak dihukum dengan dipenggal lehernya. Dan Nabi saw menyetujuinya. Apalagi jika sudah terang-terangan membudayakan zina, bercinta, berkencan dan lain sebagainya, terutama pada moment valentine’s day, ini tentu kemaksiatan yang nyata. Meski tidak berarti harus dipenggal leher para pelakunya, tetapi tidak berarti budaya bejat seperti itu harus cukup disikapi dengan diam saja.
Pembiaran, sikap abai, acuh tak acuh dan bersikap masa bodoh dari sebuah kemaksiatan, merupakan dosa besar yang diancam dengan adzab yang akan disegerakan di dunia. Nabi saw dalam berbagai haditsnya sudah mengingatkan:

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ

Siapa yang melihat kemunkaran, ubahlah dengan tangannya. Jika tidak mampu, dengan lisannya. Jika tidak mampu, dengan hatinya (tidak menyetujui/mendukung). Dan yang terakhir ini selemah-lemahnya iman (Shahih Muslim kitab al-iman bab bayan kaunin-nahyi ‘anil-munkar no. 186).

فَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِيَدِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِلِسَانِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِقَلْبِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَيْسَ وَرَاءَ ذَلِكَ مِنَ الإِيمَانِ حَبَّةُ خَرْدَلٍ

Siapa yang melawan mereka dengan tangannya, itulah mukmin. Siapa yang melawan mereka dengan lisannya, itulah mukmin. Siapa yang melawan mereka dengan hatinya, itulah mukmin. Dan tidak ada di belakang itu keimanan sebesar biji terkecil sekalipun (Shahih Muslim kitab al-iman bab bayan kaunin-nahyi ‘anil-munkar no. 188)
Hadits pertama memberikan ancaman dengan menyebut sebagai “iman yang paling jelek” bagi orang yang hanya berani memperlihatkan ketidaksetujuan semata terhadap suatu kemunkaran. Sementara hadits kedua sampai menyebutkan “tidak ada iman” sama sekali jika malah melakukan pembiaran, bersikap abai, acuh tak acuh dan masa bodoh. Apalagi bagi para orangtua yang malah memfasilitasi dan memberikan suplai dana bagi anak-anak yang akan merayakan valentine’s day. Mereka jelas-jelas menyokong kemunkaran dan nihil dari keimanan.
Ancaman adzab yang akan disegerakan, disabdakan Nabi saw dalam hadits-hadits berikut:

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ المُنْكَرِ أَوْ لَيُوشِكَنَّ اللهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ ثُمَّ تَدْعُونَهُ فَلَا يُسْتَجَابُ لَكُمْ

Demi Zat yang diriku ada pada Tangannya, hendaklah kalian amar ma’ruf nahyi munkar [memerintahkan yang ma’ruf dan melarang yang munkar] atau Allah akan segera mengirimkan siksa dari sisi-Nya, sehingga ketika pada saat itu kalian berdo’a, pasti tidak akan diijabah [karena siksa sudah datang] (Sunan at-Tirmidzi bab ma ja`a fil-amr bil-ma’ruf wan-nahy ‘anil-munkar no. 2169. Al-Albani: Hadits hasan).

إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوُا الْمُنْكَرَ لاَ يُغَيِّرُونَهُ أَوْشَكَ أَنْ يَعُمَّهُمُ اللهُ بِعِقَابِهِ

Sesungguhnya manusia itu apabila mereka melihat kemunkaran tapi tidak mengubah (menghilangkan)-nya, maka dalam waktu dekat Allah akan meratai mereka dengan siksa-Nya (Sunan Ibn Majah kitab al-fitan bab al-amr bil-ma’ruf wan-nahy ‘anil-munkar no. 4005. Al-Albani: Hadits shahih)
Secara khusus, jika kemunkaran yang sudah dianggap lumrah tersebut adalah perzinaan, maka adzab yang diancamkan Allah swt pun ada yang khusus:

لَمْ تَظْهَرِ الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ حَتَّى يُعْلِنُوا بِهَا إِلاَّ فَشَا فِيهِمُ الطَّاعُونُ وَالأَوْجَاعُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ مَضَتْ فِي أَسْلاَفِهِمُ الَّذِينَ مَضَوْا

Tidaklah tampak jelas (dianggap lumrah) perbuatan asusila (zina) di tengah-tengah kalian sampai mereka berani mempromosikannya, kecuali akan menyebar di tengah-tengah mereka wabah penyakit yang tidak pernah menimpa orang-orang sebelum mereka (Sunan Ibn Majah kitab al-fitan bab al-‘uqubat no. 4019. Al-Albani: Hadits hasan).
Wal-‘iyadzu bil-‘Llah