Berteriak-teriak hargai kebebasan beragama, nyatanya menginjak-injak kebebasan beragama. Berteriak-teriak hargai hak asasi manusia, nyatanya melecehkan hak asasi manusia. Berteriak menuduh Islam teroris dan radikal, nyatanya mereka sendiri yang teroris dan radikal. Perilaku teror menghina agama lain tidak pernah dibenarkan oleh Islam. Tetapi di Barat, politisi Denmark bebas membakar al-Qur`an diliput media dan dilindungi polisi Swedia. Dasar maling teriak maling.
Standar ganda orang kafir dalam nilai-nilai luhur kemasyarakatan sudah banyak disitir oleh al-Qur`an. Nilai-nilai luhur yang mereka gaung-gaungkan hanya berlaku untuk orang lain kepada mereka. Tetapi jika dari mereka kepada selain mereka tidak perlu menghiraukan nilai-nilai luhur. Bebas saja yang penting kepentingan mereka (orang kafir) terjaga.
Di awal surat at-Taubah (ayat 8) juga Allah swt mengingatkan bahwa orang-orang kafir itu selalu menerapkan standar ganda:
كَيۡفَ وَإِن يَظۡهَرُواْ عَلَيۡكُمۡ لَا يَرۡقُبُواْ فِيكُمۡ إِلّٗا وَلَا ذِمَّةٗۚ يُرۡضُونَكُم بِأَفۡوَٰهِهِمۡ وَتَأۡبَىٰ قُلُوبُهُمۡ وَأَكۡثَرُهُمۡ فَٰسِقُونَ ٨
“Bagaimana bisa (ada perjanjian dari sisi Allah dan Rasul-Nya dengan orang-orang musyrikin/kafir), padahal jika mereka memperoleh kemenangan terhadap kamu, mereka tidak memelihara hubungan kekerabatan terhadap kamu dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian. Mereka menyenangkan hatimu dengan mulutnya, sedang hatinya menolak. Dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik (tidak menepati perjanjian).” (QS. at-Taubah [9] : 8)
Dalam ayat 10 Allah swt menegaskan lagi:
لَا يَرۡقُبُونَ فِي مُؤۡمِنٍ إِلّٗا وَلَا ذِمَّةٗۚ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُعۡتَدُونَ ١٠
“Mereka tidak memelihara (hubungan) kerabat terhadap orang-orang mukmin dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian. Dan mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (QS. at-Taubah [9] : 10).
Maka dari itu, Allah swt mengizinkan kaum muslimin untuk memerangi mereka:
وَإِن نَّكَثُوٓاْ أَيۡمَٰنَهُم مِّنۢ بَعۡدِ عَهۡدِهِمۡ وَطَعَنُواْ فِي دِينِكُمۡ فَقَٰتِلُوٓاْ أَئِمَّةَ ٱلۡكُفۡرِ إِنَّهُمۡ لَآ أَيۡمَٰنَ لَهُمۡ لَعَلَّهُمۡ يَنتَهُونَ ١٢
Jika mereka merusak sumpah (janji)nya sesudah mereka berjanji, dan mereka mencerca agamamu, maka perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir itu, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang (yang tidak dapat dipegang) janjinya, agar supaya mereka berhenti (QS. at-Taubah [9] : 12).
أَلَا تُقَٰتِلُونَ قَوۡمٗا نَّكَثُوٓاْ أَيۡمَٰنَهُمۡ وَهَمُّواْ بِإِخۡرَاجِ ٱلرَّسُولِ وَهُم بَدَءُوكُمۡ أَوَّلَ مَرَّةٍۚ أَتَخۡشَوۡنَهُمۡۚ فَٱللَّهُ أَحَقُّ أَن تَخۡشَوۡهُ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ ١٣
Mengapakah kamu tidak memerangi orang-orang yang merusak sumpah (janjinya), padahal mereka telah keras kemauannya untuk mengusir Rasul dan merekalah yang pertama mulai memerangi kamu? Mengapakah kamu takut kepada mereka padahal Allah-lah yang berhak untuk kamu takuti, jika kamu benar-benar orang yang beriman (QS. at-Taubah [9] : 13).
Perintah-perintah perang di atas tentunya ditujukan kepada Ulil-Amri yang dalam konteks umat Islam Indonesia berarti Pemerintah NKRI di bawah pimpinan Presiden RI. Hadits-hadits tentang syari’at perang sudah menjelaskan bahwa yang berwenang mengumumkan perang itu hanya Ulil-Amri (pemimpin pemerintahan). Jadi sindiran dan teguran keras di ayat itu tertujunya kepada Pemerintah RI. Jika agama Islam sudah terang-terangan diinjak-injak maka berbagai jurus diplomasi dengan negara-negara kafir tidak akan pernah berhasil meredamnya. Hanya perang senjata satu-satunya yang bisa dijadikan solusi. Itu pun tentunya jika umat Islam sudah memiliki kekuatan cukup untuk itu. Bukti nyatanya negara Palestina yang terus-terusan terombang-ambing dari satu perjanjian ke perjanjian lainnya tetapi dalam waktu yang sama Israel terus mencaplok tanah-tanah bangsa Palestina. Demikianlah standar ganda kacamata kuda bangsa kafir.
Dalam ayat yang lain Allah swt menjelaskan kebebalan orang-orang kafir sebagai berikut:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَتَّخِذُواْ عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمۡ أَوۡلِيَآءَ تُلۡقُونَ إِلَيۡهِم بِٱلۡمَوَدَّةِ وَقَدۡ كَفَرُواْ بِمَا جَآءَكُم مِّنَ ٱلۡحَقِّ يُخۡرِجُونَ ٱلرَّسُولَ وَإِيَّاكُمۡ أَن تُؤۡمِنُواْ بِٱللَّهِ رَبِّكُمۡ … ١
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu… (QS. al-Mumtahanah [60] : 1)
إِن يَثۡقَفُوكُمۡ يَكُونُواْ لَكُمۡ أَعۡدَآءٗ وَيَبۡسُطُوٓاْ إِلَيۡكُمۡ أَيۡدِيَهُمۡ وَأَلۡسِنَتَهُم بِٱلسُّوٓءِ وَوَدُّواْ لَوۡ تَكۡفُرُونَ ٢
Jika mereka menangkap kamu, niscaya mereka bertindak sebagai musuh bagimu dan melepaskan tangan dan lidah mereka kepadamu dengan menyakiti(mu); dan mereka ingin supaya kamu (kembali) kafir QS. al-Mumtahanah [60] : 2).
Inilah pesan inti yang sering disampaikan Allah swt dalam berbagai ayatnya; jangan pernah percaya kepada orang-orang kafir apalagi memosisikan mereka sebagai teman setia atau bahkan meneladani semua yang datang dari mereka. Umat Islam harus menjaga jarak dengan orang kafir; selalu kritis dan tidak silau dengan kemajuan peradaban mereka, jangan sampai selalu mengekor kepada mereka dalam hal ideologi politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, bahkan agama (ayat lainnya: QS. Ali ‘Imran [3] : 28; an-Nisa` [4] : 89, 144; al-Ma`idah [5] : 51; al-Anfal [8] : 73; at-Taubah [9] : 23; al-Mumtahanah [60] : 1).
Meski demikian umat Islam tetap dituntut untuk bersikap adil kepada mereka. Tidak kemudian membalas ketidakadilan dengan ketidakadilan kembali.
لَّا يَنۡهَىٰكُمُ ٱللَّهُ عَنِ ٱلَّذِينَ لَمۡ يُقَٰتِلُوكُمۡ فِي ٱلدِّينِ وَلَمۡ يُخۡرِجُوكُم مِّن دِيَٰرِكُمۡ أَن تَبَرُّوهُمۡ وَتُقۡسِطُوٓاْ إِلَيۡهِمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُقۡسِطِينَ ٨ إِنَّمَا يَنۡهَىٰكُمُ ٱللَّهُ عَنِ ٱلَّذِينَ قَٰتَلُوكُمۡ فِي ٱلدِّينِ وَأَخۡرَجُوكُم مِّن دِيَٰرِكُمۡ وَظَٰهَرُواْ عَلَىٰٓ إِخۡرَاجِكُمۡ أَن تَوَلَّوۡهُمۡۚ وَمَن يَتَوَلَّهُمۡ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ ٩
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim (QS. al-Mumtahanah [60] : 8-9).
Termasuk tetap tidak boleh menghina keyakinan orang-orang kafir, karena nanti akan terus saling balas menghina keyakinan umat Islam tanpa ada hentinya.
وَلَا تَسُبُّواْ ٱلَّذِينَ يَدۡعُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ فَيَسُبُّواْ ٱللَّهَ عَدۡوَۢا بِغَيۡرِ عِلۡمٖۗ كَذَٰلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمۡ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِم مَّرۡجِعُهُمۡ فَيُنَبِّئُهُم بِمَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ ١٠٨
Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan (QS. al-An’am [6] : 108).
Apalagi jika sampai berbuat anarkis merusak bangunan atau bahkan rumah ibadah orang-orang kafir. Dalam situasi perang saja, rumah peribadatan orang-orang kafir tidak boleh dihancurkan, apalagi jika bukan dalam situasi perang. Perang itu disyari’atkan untuk melindungi kebebasan beragama, bukan untuk mengoyak kebebasan beragama. Apalagi yang bukan perang, tidak diizinkan sama sekali mengoyak kebebasan beragama yang diajarkan Islam ini.
ٱلَّذِينَ أُخۡرِجُواْ مِن دِيَٰرِهِم بِغَيۡرِ حَقٍّ إِلَّآ أَن يَقُولُواْ رَبُّنَا ٱللَّهُۗ وَلَوۡلَا دَفۡعُ ٱللَّهِ ٱلنَّاسَ بَعۡضَهُم بِبَعۡضٖ لَّهُدِّمَتۡ صَوَٰمِعُ وَبِيَعٞ وَصَلَوَٰتٞ وَمَسَٰجِدُ يُذۡكَرُ فِيهَا ٱسۡمُ ٱللَّهِ كَثِيرٗاۗ وَلَيَنصُرَنَّ ٱللَّهُ مَن يَنصُرُهُۥٓۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ ٤٠
(diizinkan berperang) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: “Tuhan kami hanyalah Allah”. Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa (QS. al-Hajj [22] : 40).
Kebebasan beragama dilindungi oleh Islam sebagaimana jelas diajarkan QS. al-Kafirun. Tetapi itu tidak boleh disertai dengan membebek dan mengekor agama kafir. Umat Islam harus tegas menolak kufur seraya tetap bersikap toleran kepada mereka. Tidak boleh seperti orang-orang kafir; maling teriak maling, dasar maling!