Pakaian, Makanan dan Minuman

Hukum Memanfaatkan Kulit Babi

Bagaimana hukum memakai sepatu yang sebagiannya memakai bahan dari kulit babi agar tidak lecet. Apakah kulit babi jika disamak sama halnya dengan kulit bangkai binatang lainnya menjadi suci? 0896-4453-xxxx

Kulit hewan yang haram lalu disamak (dibersihkan dan dikeringkan memakai ramuan khusus) menjadi suci dan boleh dipakai, hanya berlaku untuk bangkai hewan halal saja. Status bangkai memang haram, tetapi khusus kulitnya boleh dimanfaatkan jika sudah disamak. Namun hal ini tidak berlaku bagi hewan yang ketika hidupnya sudah haram seperti babi dan hewan buas semisal anjing dan harimau. Jadi menyamak kulit bangkai dihalalkan itu untuk hewan yang ketika hidupnya halal. Jika asalnya sudah haram, maka menyamak kulitnya tetap saja haram.

Hadits dari al-Miqdam ibn Ma’dikarib ra menjelaskan:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ نَهَى عَنْ لُبْسِ جُلُودِ السِّبَاعِ وَالرُّكُوبِ عَلَيْهَا

Sesungguhnya Rasulullah saw melarang memakai pakaian dari kulit binatang buas dan duduk di atasnya (dijadikan hamparan atau alas kursi) (Sunan Abi Dawud bab fi juludin-numur was-siba’ no. 4133).

Sementara hadits dari Abu Hurairah ra menyebutkan bahwa Nabi saw bersabda:

لاَ تَصْحَبُ الْمَلاَئِكَةُ رُفْقَةً فِيهَا جِلْدُ نَمِرٍ

Malaikat tidak akan menemani satu rombongan yang di dalamnya ada kulit harimau/macan (Sunan Abi Dawud bab fi juludin-numur was-siba’ no. 4133)

Kulit hewan buas atau harimau yang dipakai di atas tentunya disamak terlebih dahulu. Tetapi meskipun disamak dahulu tetap saja Nabi saw mengharamkannya. Perihal keharaman hewan buas itu sendiri, Nabi saw menegaskan dalam hadits al-Miqdam ibn Ma’dikarib ra:

أَلاَ إِنِّى أُوتِيتُ الْكِتَابَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ أَلاَ يُوشِكُ رَجُلٌ شَبْعَانُ عَلَى أَرِيكَتِهِ يَقُولُ عَلَيْكُمْ بِهَذَا الْقُرْآنِ فَمَا وَجَدْتُمْ فِيهِ مِنْ حَلاَلٍ فَأَحِلُّوهُ وَمَا وَجَدْتُمْ فِيهِ مِنْ حَرَامٍ فَحَرِّمُوهُ أَلاَ لاَ يَحِلُّ لَكُمْ لَحْمُ الْحِمَارِ الأَهْلِىِّ وَلاَ كُلُّ ذِى نَابٍ مِنَ السَّبُعِ وَلاَ لُقَطَةُ مُعَاهِدٍ إِلاَّ أَنْ يَسْتَغْنِىَ عَنْهَا صَاحِبُهَا

Ingatlah, sungguh aku diberi kitab (al-Qur`an) dan yang semisalnya (sunnah) bersamanya. Ingatlah, telah dekat masanya seseorang yang kenyang perutnya duduk di atas singgasananya lalu berkata: “Kalian cukup berpegang pada al-Qur`an ini saja. Apa yang halal dalam al-Qur`an, maka halalkanlah. Dan yang haram dalam al-Qur`an maka haramkanlah.” Ingatlah, tidak halal bagimu daging keledai jinak, setiap hewan buas yang bergigi taring, dan barang temuan milik kafir yang terikat perjanjian damai, kecuali jika pemiliknya sudah tidak membutuhkannya (Sunan Abi Dawud kitab as-sunnah bab fi luzumis-sunnah no. 4606).

Hadits di atas jelas mengharamkan daging keledai jinak dan hewan buas, seperti anjing, harimau, macan, singa, dan sejenisnya. Dalam hadits di atas juga Nabi saw mewanti-wanti umatnya agar tidak menetapkan yang haram berdasarkan al-Qur`an saja, tetapi harus juga berdasarkan hadits.

Kalaupun tidak disebutkan dalam hadits perihal pemanfaatan kulit babi itu karena tidak umum dipakai oleh bangsa Arab saat itu. Yang umum dipakai kulit hewan buas, sehingga itu yang disebutkan di hadits. Jika hewan buas yang haram, memanfaatkan kulitnya pun haram, maka demikian halnya dengan babi yang hukumnya haram, memanfaatkan kulitnya pun termasuk haram.

Jadi kebolehan penyamakan kulit bangkai statusnya ‘am (umum), dan hadits-hadits yang melarang pemanfaatan kulit hewan buas statusnya khash (khusus), sehingga berlaku takhshish (pengecualian), yakni dikecualikan kulit hewan yang semula haram ketika hidupnya sehingga hukumnya tetap haram meski sudah disamak. Wal-‘Llahu a’lam.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button