Bermakmum di Belakang Ahli Bid’ah (?)
Bismillah, Ustadz saya mau tanya. Di kampung saya tidak ada masjid Qur`an Sunnah. Mana yang lebih baik; berjama’ah di rumah dengan anak istri, ataukah shalat berjama’ah di masjid bermakmum kepada Ahli Bid’ah? 08193134xxxx
Ahlul-Bid’ah adalah sebutan bagi orang-orang yang bukan Ahlus-Sunnah. Ahlus-Sunnah adalah mereka yang berpegang teguh pada sunnah. Sunnah adalah hadits-hadits Nabi saw yang hari ini tertuang dalam kitab-kitab Shahih, Sunan, Musnad, atau kitab-kitab tematis seperti Bulughul-Maram atau Riyadlus-Shalihin.
Mohon maaf jika kami keliru; kuat dugaan kami bahwa “Ahli Bid’ah” yang ada maksud adalah kaum muslimin yang sebatas beda madzhab dengan anda. Dan itu tampak dalam qunut shubuh, tahlilan, muludan, rajaban, dan semisalnya. Jika itu yang anda maksud, jelas mereka bukan Ahlul-Bid’ah. Mereka masih Ahlus-Sunnah. Sebab baik yang menolak qunut shubuh atau yang menyetujuinya, sama-sama merujuk pada sunnah/hadits. Orang-orang yang menolak atau mempraktikkan muludan masih sama-sama mengkaji Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan-sunan, Musnad-musnad, Bulughul-Maram, Riyadlus-Shalihin, dan kitab-kitab hadits lainnya. Jadi mereka semuanya jelas masih Ahlus-Sunnah, bukan Ahlul-Bid’ah. Perbedaan di antara mereka, atau antara anda dan mereka, hanya dalam persoalan madzhab dan ijtihad, bukan perbedaan aqidah dan ibadah yang pokok.
Ahlul-Bid’ah adalah mereka yang meninggalkan sunnah dan mencampakkannya. Mereka tidak mau merujuk sama sekali kepada sunnah, kecuali hanya sekedar pilih-pilih untuk menjustifikasi ajaran sesatnya. Mereka adalah Syi’ah, Ahmadiyah, Inkarsunnah, LDII, dan sebagainya.
Jadi apa yang anda tanyakan, hemat kami, perlu diluruskan. Kemungkinan besar—selama bukan Syi’ah, Ahmadiyah, LDII—jama’ah masjid yang anda maksud adalah Ahlus-Sunnah juga. Jadi anda sebagai lelaki wajib shalat berjama’ah di masjid tersebut, selama anda sehat dan mendengar adzan. Kalaupun ada beberapa cara shalat yang berbeda, seperti qunut shubuh, tidak perlu anda ikuti. Tetapi shalatnya itu sendiri, tetap wajib anda ikuti dengan berjama’ah. Sebagaimana sudah sering dibahas, kami lebih memilih pendapat shalat berjama’ah wajib bagi lelaki di masjid, mengingat Nabi saw pun mewajibkan orang buta shalat di masjid selama ia mendengar adzan.
Shalat berjama’ah dinyatakan oleh Nabi saw lebih utama 25 derajat lebih itu adalah shalat berjama’ah di masjid, bukan di rumah bersama anak istri. Jika di rumah bersama anak istri, utamanya hanya beberapa derajat saja, yakni dari segi jumlahnya. Sebab titik tekan berjama’ah lebih utama itu, Nabi saw tegaskan sendiri, adalah shalat di masjidnya.
Shalat berjama’ah (di masjid—bagi laki-laki) lebih utama dibanding shalat di rumah dan di pasar senilai 25 derajat. Karena sungguh seseorang di antaramu apabila berwudlu lalu menyempurnakan (wudhunya), kemudian datang ke masjid yang ia tidak lain tujuannya kecuali shalat, tidaklah ia melangkahkan kaki melainkan Allah pasti mengangkatnya satu derajat dengan langkah itu juga menghapus dosanya, sampai ia masuk masjid. Apabila ia telah masuk masjid, maka ia berada dalam shalat (dihitung pahala shalat) selama shalat menahan dirinya. Dan para malaikat mendo’akannya selama ia berada di tempat duduk yang ia akan shalat padanya: “Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah, berilah ia rahmat.” Selama ia tidak berhadats di tempat itu.” (Shahih al-Bukhari kitab as-shalat bab as-shalat fi masjidis-suq no. 477).