Zakat dan Shadaqah Solusi Riba
Hidup umat Islam saat ini sudah dikepung riba. Mulai dari urusan membeli rumah, kendaraan, barang elektronik, sampai gadget, tabungan di bank, kartu kredit, modal usaha, dana pendidikan, sampai urusan kesehatan dan tunjangan hari tua kaum pekerja, semuanya sudah ditelikung oleh riba. Padahal riba sumber tidak barakahnya hidup. Hanya zakat dan shadaqah yang akan mendatangkan barakah dalam hidup. Tetapi mengapa umat giat bergotong royong dalam riba dan tidak bersemangat dalam zakat dan shadaqah?
ٱلَّذِينَ يَأۡكُلُونَ ٱلرِّبَوٰاْ لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ ٱلَّذِي يَتَخَبَّطُهُ ٱلشَّيۡطَٰنُ مِنَ ٱلۡمَسِّۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمۡ قَالُوٓاْ إِنَّمَا ٱلۡبَيۡعُ مِثۡلُ ٱلرِّبَوٰاْۗ وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلۡبَيۡعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰاْۚ
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (QS. al-Baqarah [2] : 275).
Bagi yang keukeuh melegalkan riba dalam hidupnya sama saja dengan keukeuh menantang perang kepada Allah swt:
فَإِن لَّمۡ تَفۡعَلُواْ فَأۡذَنُواْ بِحَرۡبٖ مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ
Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu (QS. al-Baqarah [2] : 279).
Legalisasi riba inilah yang menyebabkan datangnya laknat untuk orang-orang Yahudi sampai hari ini:
فَبِظُلۡمٖ مِّنَ ٱلَّذِينَ هَادُواْ حَرَّمۡنَا عَلَيۡهِمۡ طَيِّبَٰتٍ أُحِلَّتۡ لَهُمۡ وَبِصَدِّهِمۡ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ كَثِيرٗا ١٦٠ وَأَخۡذِهِمُ ٱلرِّبَوٰاْ وَقَدۡ نُهُواْ عَنۡهُ
Maka disebabkan kezhaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya (QS. an-Nisa` [4] : 160-161).
Apapun alasannya, baik persentasenya besar atau kecil, tetap saja riba akan mencekik kehidupan seseorang karena sifatnya yang selalu akan berlipat-lipat:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَأۡكُلُواْ ٱلرِّبَوٰٓاْ أَضۡعَٰفٗا مُّضَٰعَفَةٗۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ ١٣٠
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba yang pasti berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan (QS. Ali ‘Imran [3] : 130).
Maka dari itu tidak pernah akan ada barakah dari riba:
يَمۡحَقُ ٱللَّهُ ٱلرِّبَوٰاْ وَيُرۡبِي ٱلصَّدَقَٰتِۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ
Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa (QS. al-Baqarah [2] : 276).
Maksud firman Allah swt yamhaqul-‘Llahur-riba, menurut al-Hafizh Ibn Katsir adalah Allah akan menghilangkan dan menghabiskan harta riba dari pemiliknya atau menghilangkan barakah hartanya sehingga tidak ada manfaatnya. Di dunia disiksa dan di akhirat juga diadzab. Ibn Jarir at-Thabari mengaitkan maksud ayat di atas dengan hadits-hadits Nabi saw:
الرِّبَا وَإِنْ كَثُرَ فَإِنَّ عَاقِبَتَهُ تَصِيرُ إِلَى قُلٍّ
“Riba itu meskipun banyak, ujung-ujungnya akan habis.” (Musnad Ahmad bab musnad ‘Abdillah ibn Mas’ud no. 3567 dan al-Mustadrak al-Hakim no. 2222. Syu’aib al-Arnauth: Hadits shahih)
Sementara maksud yurbis-shadaqat adalah memperbanyak dan mengembangkan harta yang berasal dari shadaqah. Atau maksudnya sama dengan hadits-hadits Nabi saw yang menyatakan bahwa shadaqah itu meskipun sebelah biji kurma akan ditanam dan dipelihara oleh Allah swt sampai menjadi kebun sepenuh gunung (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Maka dari itu dalam ayat lain Allah swt menegaskan:
وَمَآ ءَاتَيۡتُم مِّن رِّبٗا لِّيَرۡبُوَاْ فِيٓ أَمۡوَٰلِ ٱلنَّاسِ فَلَا يَرۡبُواْ عِندَ ٱللَّهِۖ وَمَآ ءَاتَيۡتُم مِّن زَكَوٰةٖ تُرِيدُونَ وَجۡهَ ٱللَّهِ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُضۡعِفُونَ ٣٩
Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya) (QS. ar-Rum [30] : 39).
Nabi saw sendiri mengingatkan bahwa riba itu akan selalu memaksa banyak orang bergotong royong. Siapa saja yang terlibat dalam gotong royong dan kerja sama tersebut, maka laknat Allah swt akan menghampirinya:
عَنْ جَابِرٍ قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللهِ ﷺ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ
Dari Jabir, ia berkata: Rasulullah saw melaknat pemakan riba, orang yang diberinya, pencatatnya, dan kedua pihak saksinya. Beliau bersabda, “Mereka semua sama.” (Shahih Muslim bab la’ni akilir-riba wa mu`kilahu no. 2995)
Ayat-ayat dan hadits di atas sudah seharusnya menggugah kita untuk tidak terpikat pada sistem kerja sama riba. Kalaupun tampaknya riba memperkaya diri, tetap saja ujung-ujungnya akan habis tidak bersisa. Sudah diri jauh dari agama, harta yang selalu dipuja pun akan musnah tak tersisa.
Yang akan mendatangkan barakah itu hanya zakat dan shadaqah. Maka dari itu, baik dalam surat al-Baqarah ayat 275-281 ataupun surat ar-Rum di atas, Allah swt selalu menyinggung zakat dan shadaqah sebagai lawan dari riba. Maksudnya, yang seharusnya membuat diri semangat untuk terlibat itu adalah zakat dan shadaqah, bukan riba. Meski bagi orang yang tidak berilmu kelihatannya zakat dan shadaqah mengurangi harta, faktanya justru semakin mengembangkan harta. Yang akan menghabiskan harta itu adalah riba.
Ini juga menjadi PR besar umat Islam, bahwa selama zakat dan shadaqah belum bisa mengalahkan sistem riba, berarti zakat dan shadaqah yang diamalkan belum maksimal. Harus terus dibenahi dan ditingkatkan, agar zakat dan shadaqah benar-benar jadi solusi dari sistem riba. Agar kaum buruh dan orang miskin tidak bergantung kepada BPJS, melainkan pada lembaga-lembaga yang berbasis zakat dan shadaqah. Agar orang-orang yang ingin mempunyai rumah dan modal usaha tidak lari ke bank, melainkan lari ke lembaga-lembaga yang sumber dananya berasal dari zakat dan shadaqah dan hanya melakukan transaksi yang benar-benar syari’ah.