Keluarga

Antara Ishlah dan Gugat Cerai

Bismillah, Ustadz saya mau tanya bagaimana menghadapi ibu mertua dan adik ipar yang tidak menyukai saya, sedangkan suami saya tidak bisa menengahi kami. Apakah dosa jika saya menggugat cerai? Sedangkan saya sendiri takut dengan dalil haram hukumnya bagi wanita menggugat cerai tanpa alasan. 08961773xxxx

Pertama, ajaran Islam sangat menekankan sekali menjaga hubungan baik dengan segenap keluarga. Dalam khutbah nikah Nabi saw sering membacakan ayat: Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi (keluarga) (QS. an-Nisa` [4] : 1). Artinya, dalam membina pernikahan harus betul-betul siap untuk bertaqwa dalam hal shilaturahmi. Jangan membina hubungan hanya kepada suami/istrinya saja, tetapi juga kepada keluarganya. Ini berlaku bagi anda, juga keluarga suami anda. Mengabaikan hubungan baik dalam keluarga ini berarti sama dengan tidak bertaqwa kepada Allah swt.

Maka dari itu, Nabi saw juga sering membacakan ayat dalam khutbah nikahnya: Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar (QS. al-Ahzab [33] : 70). Sebab hubungan suami dan istri, juga hubungan dengan semua keluarganya, hanya bisa berjalan dengan baik jika masing-masing pihak selalu berusaha qaulan sadidan; berkata benar dan tepat.

Konsekuensinya, ishlah (upaya untuk selalu merukunkan) harus ditempuh oleh semua unsur keluarga dalam menghadapi kerenggangan hubungan agar bisa rukun kembali. Jika perlu, libatkan pihak ketiga/orang lain yang bisa merukunkan kedua pihak yang renggang hubungannya, sebagaimana difirmankan Allah swt: Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah (oleh pihak ketiga) antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat (QS. al-Hujurat [49] : 10). Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam (orang bijak) dari keluarga laki-laki dan seorang hakam (orang bijak) dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan (ishlah), niscaya Allah memberi taufiq kepada suami-istri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (QS. an-Nisa` [4] : 35).

Kedua, jika semua cara untuk ishlah sudah ditempuh, dan ternyata anda tetap berada dalam posisi sulit untuk membina shilaturahmi, dengan kata lain anda tidak mungkin menjalankan ajaran agama dengan benar, anda dibenarkan untuk menggugat cerai (khulu’). Sebab gugat cerai pertama dalam Islam yang dialami oleh istri Tsabit ibn Qais juga dilatarbelakangi oleh kekhawatirannya berbuat kufur (melanggar ajaran pokok) dalam Islam.

يَا رَسُولَ اللَّهِ ثَابِتُ بْنُ قَيْسٍ مَا أَعِيبُ عَلَيْهِ فِي خُلُقٍ وَلَا دِينٍ وَلَكِنِّي أَكْرَهُ اَلْكُفْرَ فِي الْإِسْلَامِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ أَتَرُدِّينَ عَلَيْهِ حَدِيقَتَهُ? قَالَتْ: نَعَمْ  قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ ﷺ اِقْبَلِ اَلْحَدِيقَةَ وَطَلِّقْهَا تَطْلِيقَةً

“Wahai Rasulullah, aku tidak menemukan ‘aib pada Tsabit ibn Qais baik dalam akhlaq atau agama, namun aku takut kufur dalam Islam (kufur pada kebaikan suami).” Lalu Rasulullah saw bersabda: “Apakah engkau mau mengembalikan kebun kepadanya?” Ia menjawab: “Ya.” Maka Rasulullah saw bersabda (kepada Tsabit ibn Qais): “Terimalah kebun itu dan ceraikanlah ia sekali talak.” (Shahih al-Bukhari bab al-khul’ no. 5273)

Related Articles

Back to top button