Batasan Waktu Dluha dan Tahajjud
Ustadz mohon maaf ada titipan pertanyaan dari jama’ah. Mohon penjelasan kembali tentang batasan waktu shalat dluha dan tahajjud. 0895-3380-xxxx
Imam Ibn Manzhur dalam Lisanul-‘Arab menjelaskan bahwa waktu dluha itu dimulai dari sejak terbit matahari sampai tengah hari. Ada juga ahli bahasa yang menyebutkan waktu siang secara keseluruhan, tetapi mayoritas menyebutkan dari terbit matahari sampai tengah hari. Para ulama hadits, seperti Imam an-Nawawi, juga menjelaskan bahwa waktu dluha itu dimulai dari terbit matahari sampai tengah hari menjelang zhuhur. Ini terlihat dari sabda Nabi saw yang dikutip Zaid ibn Arqam sebagai berikut:
عن زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ أَنَّهُ رَأَى قَوْمًا يُصَلُّونَ مِنَ الضُّحَى فَقَالَ أَمَا لَقَدْ عَلِمُوا أَنَّ الصَّلاَةَ فِى غَيْرِ هَذِهِ السَّاعَةِ أَفْضَلُ. إِنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ قَالَ صَلاَةُ الأَوَّابِينَ حِينَ تَرْمَضُ الْفِصَالُ
Dari Zaid ibn Arqam, bahwasanya ia melihat beberapa orang shalat dluha, lalu ia berkata: “Tidakkah mereka tahu bahwa shalat di selain waktu ini lebih utama!? Sebab sungguh Rasulullah saw bersabda: “Shalat orang-orang yang ahli taubat itu ketika anak-anak unta kepanasan oleh batu kerikil yang panas akibat terik matahari.” (Shahih Muslim bab shalatil-awwabin hina tarmidul-fishal no. 1780).
Shalat dluha yang dilihat oleh Zaid ibn Arqam dalam hadits di atas dijelaskan dalam riwayat Ibn Khuzaimah dan al-Baihaqi: “ketika terbit matahari” (Shahih Ibn Khuzaimah bab istihbab ta`khir shalatid-dluha no. 1227; as-Sunanul-Kubra al-Baihaqi bab man istahabba ta`khiraha hatta tarmidlul-fishal no. 4909). Yang mengamalkannya adalah penduduk Quba. Zaid tidak menyalahkan penduduk Quba yang shalat dluha pada saat terbit matahari, tetapi hanya menyarankan sebaiknya menunggu ketika sudah panas terik (ditandai anak unta kepanasan), yakni menjelang zhuhur sebab Rasul saw menyebutkan keutamaannya secara khusus sebagaimana dikutip Zaid di atas.
Sementara terkait waktu shalat Tahajjud atau shalat malam, al-Hafizh Ibn Hajar menulis dalam Bulughul-Maram hadits Kharijah ibn Hudzafah sebagai berikut:
إِنَّ اللهَ أَمَدَّكُمْ بِصَلَاةٍ هِيَ خَيْرٌ لَكُمْ مِنْ حُمُرِ النَّعَمِ قُلْنَا: وَمَا هِيَ يَا رَسُولَ اللهِ? قَالَ: الْوِتْرُ, مَا بَيْنَ صَلَاةِ الْعِشَاءِ إِلَى طُلُوعِ الْفَجْرِ
“Sesungguhnya Allah menganugerahkan kalian satu shalat yang lebih baik bagi kalian dari unta merah (unta paling mahal).” Shahabat bertanya: “Apa itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Witir, antara shalat ‘isya sampai terbit fajar.” (Riwayat Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibn Majah, dan dishahihkan oleh al-Hakim).
Dalam hadits Jabir ra, Nabi saw bersabda:
مَنْ خَافَ أَنْ لاَ يَقُومَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ فَلْيُوتِرْ أَوَّلَهُ وَمَنْ طَمِعَ أَنْ يَقُومَ آخِرَهُ فَلْيُوتِرْ آخِرَ اللَّيْلِ فَإِنَّ صَلاَةَ آخِرِ اللَّيْلِ مَشْهُودَةٌ وَذَلِكَ أَفْضَلُ
Siapa yang takut tidak bisa bangun akhir malam, witirlah pada awal malam. Siapa yang yakin mampu bangun akhir malam, maka witirlah akhir malam, karena sungguh akhir malam itu disaksikan, dan itu lebih utama (Shahih Muslim kitab shalatil-musafirin bab man khafa alla yaquma akhiral-lail no. 1802).
Witir (shalat dengan raka’at ganjil) adalah bagian yang harus ada dari shalat malam. Shalat malam itu sendiri sabda Nabi saw: “Dua raka’at, dua raka’at.” Jika tidak banyak waktu, cukup witirnya saja, tidak perlu dengan yang dua raka’at-dua raka’atnya. Jadi hadits-hadits yang menyebutkan waktu witir di atas, hakikatnya menjelaskan waktu shalat malam, karena witir adalah bagian yang harus ada dari shalat malam. Hadits-hadits di atas menginformasikan bahwa waktu shalat malam itu dari setelah shalat ‘isya sampai waktu shubuh. Atau bisa dari sejak awal malam sampai akhirnya, yakni dari sejak isya sampai shubuh.
Wal-‘Llahu a’lam