Makanan dan Minuman

Asap Pembakaran Babi Tidak Haram atau Najis

Bagaimana hukumnya menghirup asap pembakaran babi panggang tanpa disengaja. Bagaimana juga jika asap itu menempel di baju, apakah najis? 0851-5878-xxxx

Makanan dan minuman yang haram otomatis berstatus najis karena kotor. Ini adalah pendapat jumhur ulama. Ulama yang menilai makanan atau minuman haram sebatas haram dikonsumsi saja tetapi tidak sampai najis adalah al-Auza’i, al-Laits dan Abu Hanifah (Syarah an-Nawawi ‘ala Shahih Muslim kitab al-asyribah bab tahrim takhlilil-khamr).

Jumhur ulama mendasarkannya pada dalil berikut:

قُل لَّآ أَجِدُ فِي مَآ أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَىٰ طَاعِمٖ يَطۡعَمُهُۥٓ إِلَّآ أَن يَكُونَ مَيۡتَةً أَوۡ دَمٗا مَّسۡفُوحًا أَوۡ لَحۡمَ خِنزِيرٖ فَإِنَّهُۥ رِجۡسٌ أَوۡ فِسۡقًا أُهِلَّ لِغَيۡرِ ٱللَّهِ بِهِۦۚ فَمَنِ ٱضۡطُرَّ غَيۡرَ بَاغٖ وَلَا عَادٖ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٞ رَّحِيمٞ  ١٤٥

Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir, atau daging babi karena sesungguhnya semua itu kotor, atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Siapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. al-An’am [6] : 145).

Pernyataan Allah swt rijsun artinya kotor dan najis (Taudlihul-Ahkam min Bulughil-Maram bab izalatin-najasah)

Meski ada yang menyatakannya tidak najis, yang lebih selamat tentunya dengan tetap membersihkannya karena syubhat; diragukan halalnya. Nabi saw sudah memberikan tuntunan jika ada sesuatu yang syubhat maka harus dijauhi karena takut terjerumus pada yang haram.

Sementara terkait asap dari babi maka ini bisa diqiyaskan dengan bau kentut, buang air besar, bau bangkai, dan bau darah. Tidak ditemukan tuntunan dari Nabi saw bahwa itu semua harus dihindari atau dihilangkan karena termasuk najis juga. Syaikhul-Islam Ibn Taimiyyah dalam salah satu fatwanya menjelaskan:

فَعَلَى أَصَحِّ الْقَوْلَيْنِ : فَالدُّخَانُ وَالْبُخَارُ الْمُسْتَحِيلُ عَنْ النَّجَاسَةِ طَاهِرٌ لِأَنَّهُ أَجْزَاءٌ هَوَائِيَّةٌ وَنَارِيَّةٌ وَمَائِيَّةٌ، وَلَيْسَ فِيهِ شَيْءٌ مِنْ وَصْفِ الْخَبَثِ وَعَلَى الْقَوْلِ الْآخَرِ فَلَا بُدَّ أَنْ يُعْفَى مِنْ ذَلِكَ عَمَّا يَشُقُّ الِاحْتِرَازُ مِنْهُ، كَمَا يُعْفَى عَمَّا يَشُقُّ الِاحْتِرَازُ مِنْهُ عَلَى أَصَحِّ الْقَوْلَيْنِ

Maka berdasarkan yang paling shahih dari dua pendapat: Asap dan uap yang berasal dari najis statusnya suci karena itu sudah menjadi zat gas, api, dan cair. Tidak ada padanya sedikit pun sifat kotornya. Berdasarkan pendapat satunya lagi (jika diasumsikan haram) maka pastinya diampuni dari asap/uap itu karena kesulitan berlindung diri darinya sebagaimana diampuni juga kesulitan berlindung diri dari semacamnya, berdasarkan pendapat yang paling shahih dari dua pendapat yang ada (al-Fatawal-Kubra 1 : 243).

Artinya selama bisa mengindar dari asap pembakaran babi maka itu yang harus dilakukan. Jika masih mungkin menahan nafas dengan tidak menghirupnya itu yang lebih baik dilakukan, terlebih asap secara umum berbahaya untuk pernafasan. Jika masih mungkin mengganti pakaian, maka harus diganti, terlebih hukum umumnya tidak boleh shalat dengan membawa bau-bauan yang tidak sedap sebagaimana hadits yang melarang seseorang yang makan bawang mentah untuk shalat di masjid karena baunya tidak sedap. Jika itu semua termasuk dalam kategori masyaqqah (sulit/darurat) maka kedudukannya ma’fuw (dimaafkan). Wal-‘Llahu a’lam

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button