Zakat kepada Anak Yatim Kerabat
Bagaimana hukumnya memberikan zakat kepada anak yatim dari kerabat sendiri. Ada yang menyangkal karena tidak ada ashnaf zakat untuk anak yatim dan untuk kerabat sendiri. Sementara yang saya tahu lebih baik ke kerabat sendiri terlebih dahulu daripada diberikan kepada orang lain? 08552356xxxx
Imam al-Bukhari dalam kitab Shahihnya menuliskan dua tarjamah sebagai berikut:
بَاب الزَّكَاةِ عَلَى الْأَقَارِبِ وَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ لَهُ أَجْرَانِ أَجْرُ الْقَرَابَةِ وَالصَّدَقَةِ
Bab: Zakat untuk Kerabat. Nabi saw bersabda: “Baginya mendapatkan dua pahala; pahala qarabah (berbuat baik kepada kerabat/shilaturahim) dan pahala shadaqah.”
بَاب الزَّكَاةِ عَلَى الزَّوْجِ وَالْأَيْتَامِ فِي الْحَجْرِ
Bab: Zakat kepada Suami dan Anak-anak Yatim Yang Diasuh.
Adapun hadits yang dijadikan dalil oleh Imam al-Bukhari adalah hadits dari Zainab istri Ibn Mas’ud ra yang akan menunaikan zakat perhiasannya kepada faqir miskin, tetapi dianjurkan oleh Ibn Mas’ud ra sendiri untuk diberikan saja kepada dirinya dan anak-anak yatim yang diasuhnya. Saat itu Zainab keheranan, sehingga ia dianjurkan oleh Ibn Mas’ud untuk bertanya kepada Rasulullah saw. Ketika ia datang ke rumah Rasulullah saw, kebetulan saat itu Bilal sedang ada di sana. Ia pun memohon kepada Bilal ra:
سَلْ النَّبِيَّ ﷺ أَيَجْزِي عَنِّي أَنْ أُنْفِقَ عَلَى زَوْجِي وَأَيْتَامٍ لِي فِي حَجْرِي وَقُلْنَا لَا تُخْبِرْ بِنَا فَدَخَلَ فَسَأَلَهُ فَقَالَ مَنْ هُمَا قَالَ زَيْنَبُ قَالَ أَيُّ الزَّيَانِبِ قَالَ امْرَأَةُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ نَعَمْ لَهَا أَجْرَانِ أَجْرُ الْقَرَابَةِ وَأَجْرُ الصَّدَقَةِ
“Tolong tanyakan kepada Nabi saw apakah boleh aku infaqkan kepada suamiku dan anak-anak yatimku yang aku asuh sendiri?” Kami (Zainab dan seorang perempuan lainnya) berkata (kepada Bilal): “Jangan kamu beritahukan bahwa ini pertanyaan dari kami.” Bilal lalu masuk ke rumah Rasul saw dan bertanya. Rasul saw balik bertanya: “Siapa dua perempuan yang bertanya itu?” Bilal menjawab: “Zainab.” Beliau bertanya lagi: “Zainab yang mana?” Bilal menjawab: “Istri ‘Abdullah (ibn Mas’ud).” Beliau menjawab: “Ya boleh, baginya mendapatkan dua pahala; pahala qarabah (berbuat baik kepada kerabat/shilaturahim) dan pahala shadaqah.” (Shahih al-Bukhari kitab az-zakat no. 1466).
Dalam riwayat ats-Tsauri dari ‘Alqamah disebutkan jelas bahwa yang ditanyakan istri Ibn Mas’ud kepadanya adalah zakat perhiasan perak. Sementara itu dalam riwayat an-Nasa`i dari ‘Alqamah juga disebutkan oleh Bilal bahwa Zainab yang bertanya itu memiliki suami yang faqir miskin. Yang dimaksud adalah Ibn Mas’ud itu sendiri (Fathul-Bari). Jadi artinya ini dalil yang jelas bahwa memberikan zakat kepada suami dan anak yatim yang diasuh oleh seorang perempuan kaya diperbolehkan jika benar suaminya itu faqir miskin.
Mayoritas ulama menyatakan bahwa yang haram itu memberikan zakat kepada orang yang wajib diberi nafkah, yakni kepada anak dan istri dari zakat seorang ayah/suami, sebab nantinya akan menggugurkan kewajiban memberi nafkah dan ini tidak boleh. Adapun memberikan zakat dari seorang istri yang kaya kepada seorang suami, diperbolehkan berdasarkan hadits di atas, sebab istri tidak berkewajiban memberi nafkah kepada suami. Demikian halnya kepada anak-anak yatim yang diasuh, sebagaimana jelas diwenangkan oleh Nabi saw dalam hadits di atas. Apalagi kepada anak-anak yatim yang tidak diasuhnya sendiri dan masih kerabatnya, ini tentu tidak ada halangannya.
Hadits ini tidak perlu dipertentangkan dengan ayat al-Qur`an yang menyebutkan delapan ashnaf zakat dalam QS. at-Taubah [9] : 60, sebab Nabi saw mustahil menentang al-Qur`an. Nabi saw berwenang untuk menambahkan hukum yang tidak disebutkan al-Qur`an. Atau bisa juga dipahami bahwa suami dan anak-anak yatim itu masuk kategori fuqara dan masakin yang membutuhkan uluran bantuan.
Hadits ini tidak tepat juga jika dibatasi hanya untuk shadaqah sunat bukan untuk zakat yang wajib, sebab Nabi saw tidak membatasi demikian. Jika memang demikian, Nabi saw tidak mungkin mengakhirkan penjelasannya. Pasti Nabi saw akan jelaskan bahwa jika zakat wajib begini, sementara shadaqah sunat begitu. Jawaban Nabi saw yang umum ini menunjukkan bahwa yang dimaksud berlaku untuk zakat wajib dan shadaqah sunat. Imam al-Bukhari sendiri jelas menyebutkan “zakat”. Terlebih salah satu sanadnya juga jelas menyebutkan bahwa shadaqah yang dimaksud istri Ibn Mas’ud ini adalah zakat perhiasan peraknya. Wal-‘Llahu a’lam.