Dalam setiap momentum musibah, Nabi ﷺ selalu aktif menggalang dana bantuan untuk segera disalurkan kepada yang terkena musibah. Para shahabat pun selalu tergerak untuk segera membantu meski dengan kemampuan minimal sekalipun. Alasan sedang terbatas kemampuan sehingga tidak memberikan bantuan sama sekali tidak boleh ada. Pembahasan mengenai penyebab terjadinya musibah juga tidak boleh mengabaikan gerakan penggalangan dana bantuan.
Pada zaman Nabi saw di setiap kali ada satu kaum yang tertimpa musibah, Nabi saw selalu bergegas mengumumkan kepada para shahabat untuk segera mengumpulkan bantuan. Shahabat Jarir ra menceritakan:
عَنْ جَرِيرٍ قَالَ كُنَّا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ فِى صَدْرِ النَّهَارِ قَالَ فَجَاءَهُ قَوْمٌ حُفَاةٌ عُرَاةٌ مُجْتَابِى النِّمَارِ أَوِ الْعَبَاءِ مُتَقَلِّدِى السُّيُوفِ عَامَّتُهُمْ مِنْ مُضَرَ بَلْ كُلُّهُمْ مِنْ مُضَرَ فَتَمَعَّرَ وَجْهُ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ لِمَا رَأَى بِهِمْ مِنَ الْفَاقَةِ
Dari Jarir ra, ia berkata: Ketika kami bersama Rasulullah saw di tengah hari tiba-tiba datang satu kaum yang tidak beralas kaki, tidak berpakaian layak, baju mereka compang-camping, sambil membawa pedang. Mayoritasnya bahkan mungkin seluruhnya datang dari arah Mudlar (dizhalimi oleh kaum Mudlar yang terkenal kejahatannya sebagai begal). Maka wajah Rasulullah saw pun berkerut saking ibanya atas kesengsaraan yang dialami oleh mereka.
فَدَخَلَ ثُمَّ خَرَجَ فَأَمَرَ بِلاَلاً فَأَذَّنَ وَأَقَامَ فَصَلَّى ثُمَّ خَطَبَ فَقَالَ (يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِى خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ) إِلَى آخِرِ الآيَةِ (إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا) وَالآيَةَ الَّتِى فِى الْحَشْرِ (اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ) تَصَدَّقَ رَجُلٌ مِنْ دِينَارِهِ مِنْ دِرْهَمِهِ مِنْ ثَوْبِهِ مِنْ صَاعِ بُرِّهِ مِنْ صَاعِ تَمْرِهِ حَتَّى قَالَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ.
Beliau kemudian masuk, lalu keluar kembali, dan memerintah Bilal untuk adzan dan iqamat. Beliau kemudian shalat. Setelah itu berkhutbah dan membacakan ayat: “Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. an-Nisa` [4] : 1) dan ayat yang ada dalam surat al-Hasyr: “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Hasyr [59] : 18). “Hendaklah masing-masing orang shadaqah dari dinarnya, dirhamnya, bajunya, sha’ gandumnya, sha’ kurmanya,” hingga beliau mengatakan: “meski sebelah biji kurma.”
قَالَ فَجَاءَ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ بِصُرَّةٍ كَادَتْ كَفُّهُ تَعْجِزُ عَنْهَا بَلْ قَدْ عَجَزَتْ – قَالَ – ثُمَّ تَتَابَعَ النَّاسُ حَتَّى رَأَيْتُ كَوْمَيْنِ مِنْ طَعَامٍ وَثِيَابٍ حَتَّى رَأَيْتُ وَجْهَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ يَتَهَلَّلُ كَأَنَّهُ مُذْهَبَةٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ مَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَىْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ
Lalu ada seorang Anshar membawa sekarung makanan. Tangannya hampir tidak kuat memikulnya, bahkan memang sungguh ia tidak kuat membawanya. Setelah itu berturut-turutlah orang lain bershadaqah, sehingga aku melihat dua tumpukan besar makanan dan pakaian. Aku melihat wajah Rasulullah saw kemudian cerah kembali seakan-akan sebuah wadah perak yang dihiasi emas. Maka Rasulullah saw bersabda: “Siapa yang memberi satu contoh yang baik dalam Islam, maka ia akan mendapatkan pahalanya ditambah pahala dari orang-orang yang mengamalkannya sesudahnya tanpa berkurang pahala mereka sedikit pun. Dan siapa yang memberi satu contoh yang jelek dalam Islam, maka ia akan mendapatkan dosanya ditambah dosa dari orang-orang yang mengamalkannya sesudahnya tanpa berkurang dosa mereka sedikit pun.” (Shahih Muslim bab al-hatsts ‘alas-shadaqah no. 2398).
Himbauan Nabi saw dalam hadits di atas yang harus diperhatikan dalam hal menggalang dana bantuan adalah:
تَصَدَّقَ رَجُلٌ مِنْ دِينَارِهِ مِنْ دِرْهَمِهِ مِنْ ثَوْبِهِ مِنْ صَاعِ بُرِّهِ مِنْ صَاعِ تَمْرِهِ حَتَّى قَالَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ
Hendaklah masing-masing orang shadaqah dari dinarnya, dirhamnya, bajunya, sha’ gandumnya, sha’ kurmanya,” hingga beliau mengatakan: “meski sebelah biji kurma.”
Jadi silahkan keluarkan apa yang masih dimiliki; uang dalam nominal besar seperti dinar dan dirham (uang emas dan perak), baju, makanan, atau bahkan kalau hanya punya sebelah biji kurma—bukan satu bijinya, tetapi setengahnya—silahkan shadaqahkan. Yang masih punya uang jutaan, ratusan ribu, ribuan, bahkan yang hanya tinggal ratusan, silahkan shadaqahkan. Yang sudah tidak memiliki uang, tetapi masih memiliki pakaian atau makanan sisa, silahkan juga shadaqahkan. Para shahabat pun selalu langsung bershadaqah sesuai kemampuan masing-masing tanpa ditunda-tunda.
Dalam kejadian yang lain, sebagaimana diriwayatkan Abu Mas’ud al-Anshari kesigapan shahabat dalam mengumpulkan bantuan shadaqah diceritakan sebagai berikut:
لَمَّا نَزَلَتْ آيَةُ الصَّدَقَةِ كُنَّا نُحَامِلُ فَجَاءَ رَجُلٌ فَتَصَدَّقَ بِشَيْءٍ كَثِيرٍ فَقَالُوا مُرَائِي وَجَاءَ رَجُلٌ فَتَصَدَّقَ بِصَاعٍ فَقَالُوا إِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ عَنْ صَاعِ هَذَا فَنَزَلَتْ {الَّذِينَ يَلْمِزُونَ الْمُطَّوِّعِينَ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ فِي الصَّدَقَاتِ وَالَّذِينَ لَا يَجِدُونَ إِلَّا جُهْدَهُمْ} الْآيَةَ
Ketika turun ayat yang memerintahkan shadaqah, kami (para shahabat) sengaja menjadi buruh panggul (agar bisa shadaqah). Maka ada seorang shahabat yang shadaqah dengan barang yang banyak, tetapi orang-orang munafiq malah berkomentar: “Orang ini riya.” Lalu ada juga shahabat lain yang shadaqah dengan satu sha’ (+ 3 liter/2,5 kg), tetapi orang-orang munafiq malah berkomentar: “Sungguh Allah tidak butuh dari satu sha’ ini.” Sehingga turunlah ayat: (Orang-orang munafiq) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya…” (Shahih al-Bukhari kitab az-zakat bab ittaqun-nar wa lau bi syiqqi tamratin awil-qalil minas-shadaqah no. 1415).
Shahabat yang disebutkan bershadaqah satu sha’ dalam hadits pertama di atas, menurut al-Hafizh Ibn Hajar, disebutkan dalam riwayat lain bernama Abu ‘Aqil. Ia mendapatkan upah satu sha’ setelah menjadi buruh menimba air dari sumur. Itu ia lakukan demi bisa bershadaqah sesuai anjuran Allah dan Rasul-Nya. Sementara shahabat yang bershadaqah dengan barang yang banyak dalam hadits di atas, menurut Ibn Hajar adalah ‘Abdurrahman ibn ‘Auf, seorang shahabat yang dikenal ahli dagang. Ia datang membawa shadaqah senilai 8.000 dinar/uang keping emas—sekitar Rp. 25 miliar (Fathul-Bari).
Satu sha’ makanan seukuran zakat fithri sekitar Rp. 30.000,-. Jadi shahabat di atas hanya untuk bershadaqah sebesar Rp. 30.000,- rela menjadi buruh panggul dahulu saking tanggapnya dengan himbauan Nabi saw untuk menggalang bantuan. Merujuk hadits di atas yang menyebutkan sebelah biji kurma, jika dihitung harga kurma ajwa 1 kg Rp. 400.000,- dan banyaknya 100 butir, berarti sebelah biji kurma senilai Rp. 2.000,-. Jadi yang hanya punya 1 lembar uang kertas Rp. 2.000,- pun silahkan sumbangkan.
Demikianlah sunnah penggalangan bantuan dana yang Nabi saw ajarkan. Al-Qur`an sendiri di setiap kali menyebutkan sifat orang-orang mulia tidak pernah melewatkan shadaqah sebagai salah satunya. Al-Qur`an dan sunnah sudah seyogianya dijadikan tuntunan oleh umat Islam untuk bergerak bersama menggalang dana bantuan demi membantu saudara-saudara yang terdampak musibah.