Wujud Sakinah dari al-Qur`an

Sakinah atau ketenteraman hati yang akan turun karena membaca al-Qur`an ternyata banyak ragamnya. Sakinah ini akan turun kepada orang yang membaca al-Qur`an dalam shalat malam dengan penuh kekhusyuan. Sakinah ini juga akan turun kepada mereka yang membaca al-Qur`an dengan bermajelis tadarus. Termasuk orang yang bertawakkal pada taqdir Allah swt dan menguatkannya dengan membaca al-Qur`an.
Sakinah ada banyak ragamnya seiring dengan banyaknya penyebutannya dalam al-Qur`an dan hadits yang menunjuk pada beberapa makna. Al-Hafizh menguraikannya dalam Fathul-Bari ketika menjelaskan sakinah yang disebutkan dalam bab fadlli suratil-Kahfi; keutamaan surat al-Kahfi, sebagai berikut:
Pertama, sebagaimana disebutkan ‘Ali ra dan Mujahid (ulama tabi’in, w. 104 H/722 M) sakinah adalah angin yang bertiup kencang. Beliau berdua menyebutkan angin itu memiliki wajah, dua kepala sebesar kepala kucing, dan matanya bersinar. Tetapi ar-Raghib al-Ashfahani dalam kitab Mufradat al-Qur`annya menyangsikannya. Sakinah dalam makna ini disebutkan dalam hadits Usaid ibn Hudlair yang membaca surat al-Kahfi lalu bertiup angin kencang sebagaimana akan ditulis di bawah. Sakinah ini juga menurut al-Hafizh yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw sebagaimana disebutkan dalam surat at-Taubah [9] : 26, 40 dan al-Fath [48] : 26. Termasuk sakinah yang diturunkan Allah swt kepada kaum mukminin sebagaimana disebutkan dalam surat al-Fath [48] : 4. Meski mungkin juga maknanya sebagaimana dijelaskan dalam poin ketiga di bawah.
Kedua, sebagaimana dijelaskan oleh as-Suddi, sakinah adalah wadah air yang terbuat dari emas dan turun dari surga yang hati para Nabi dicuci padanya. Wadah ini juga tempat menyimpan lauh, taurah, dan tongkat Nabi Musa as, sebagaimana difirmankan Allah swt dalam QS. al-Baqarah [2] : 248.
Ketiga, sebagaimana dijelaskan oleh Wahb ibn Munabbih, sakinah adalah ruh dari Allah. Sementara ad-Dlahhak menyebutkannya rahmat atau tenteramnya hati. Adapun as-Shaghghani menyebutkan ketenteraman, ketetapan, dan/atau malaikat. Makna sakinah dalam surat al-Fath [48] : 4 bisa dalam makna yang ini. Mereka adalah orang-orang yang bertawakkal kepada Allah swt sesudah rencana masuk Makkah untuk haji dan umrah digagalkan oleh kaum kafir Quraisy. Mereka pun, dan itu dicontohkan Nabi saw, menenteramkan hati dengan membaca surat al-Fath.
Imam an-Nawawi menyimpulkan penjelasan para ulama di atas:
الْمُخْتَار أَنَّهَا شَيْء مِنْ الْمَخْلُوقَات فِيهِ طُمَأْنِينَة وَرَحْمَة وَمَعَهُ الْمَلَائِكَة
Yang paling tepat, sakinah adalah sesuatu yang diciptakan, padanya terdapat ketenteraman dan rahmat, juga disertai malaikat (Fathul-Bari bab fadlli suratil-Kahfi).
Hadits yang menjelaskan sakinah sebagai dampak dari al-Qur`an adalah hadits Usaid ibn Hudlair ketika ia membaca surat al-Kahfi dan al-Baqarah dalam salah satu kesempatan shalat malamnya. Imam al-Bukhari meriwayatkannya dalam dua sanad yang berbeda.
عَنْ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ كَانَ رَجُلٌ يَقْرَأُ سُورَةَ الْكَهْفِ وَإِلَى جَانِبِهِ حِصَانٌ مَرْبُوطٌ بِشَطَنَيْنِ فَتَغَشَّتْهُ سَحَابَةٌ فَجَعَلَتْ تَدْنُو وَتَدْنُو وَجَعَلَ فَرَسُهُ يَنْفِرُ فَلَمَّا أَصْبَحَ أَتَى النَّبِيَّ ﷺ فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ تِلْكَ السَّكِينَةُ تَنَزَّلَتْ بِالْقُرْآنِ
Dari al-Bara` ibn ‘Azib ra, ia berkata: Ada seorang shahabat membaca surat al-Kahfi, dan di sampingnya ada kuda yang diikat dengan tali yang kuat. Tiba-tiba ada awan yang menaunginya, kemudian mendekat dan mendekat. Maka kuda pun lari. Keesokan harinya ia datang kepada Nabi saw dan menceritakan hal tersebut. Maka beliau bersabda: “Itu adalah sakinah yang turun karena al-Qur`an.” (Shahih al-Bukhari bab fadlli suratil-Kahfi no. 5011).
Awan yang dimaksud hadits di atas adalah awan yang meniupkan angin kencang sebagaimana sudah disinggung al-Hafizh Ibn Hajar dalam penjelasan di atas, sehingga membuat kuda lari. Shahabat yang membaca surat al-Kahfi di atas kemungkinan besar, menurut al-Hafizh Ibn Hajar, adalah Usaid ibn Hudlair (shahabat Anshar generasi pertama, w. 20 H/641 M) yang disebutkan dalam hadits lain membaca surat al-Baqarah. Ini didasarkan pada ijtihad Imam al-Bukhari yang menyamakan hadits di atas dengan hadits Usaid ibn Hudlair dalam satu tarjamah bab. Karena kedua haditsnya shahih riwayat al-Bukhari berarti kemungkinannya ia membaca surat al-Kahfi dan al-Baqarah dalam shalat malamnya saat itu. Hadits Usaid ibn Hudlair yang dimaksud adalah:
عَنْ أُسَيْدِ بْنِ حُضَيْرٍ قَالَ بَيْنَمَا هُوَ يَقْرَأُ مِنْ اللَّيْلِ سُورَةَ الْبَقَرَةِ وَفَرَسُهُ مَرْبُوطَةٌ عِنْدَهُ إِذْ جَالَتْ الْفَرَسُ فَسَكَتَ فَسَكَتَتْ فَقَرَأَ فَجَالَتْ الْفَرَسُ فَسَكَتَ وَسَكَتَتْ الْفَرَسُ ثُمَّ قَرَأَ فَجَالَتْ الْفَرَسُ فَانْصَرَفَ وَكَانَ ابْنُهُ يَحْيَى قَرِيبًا مِنْهَا فَأَشْفَقَ أَنْ تُصِيبَهُ فَلَمَّا اجْتَرَّهُ رَفَعَ رَأْسَهُ إِلَى السَّمَاءِ حَتَّى مَا يَرَاهَا فَلَمَّا أَصْبَحَ حَدَّثَ النَّبِيَّ ﷺ فَقَالَ اقْرَأْ يَا ابْنَ حُضَيْرٍ اقْرَأْ يَا ابْنَ حُضَيْرٍ قَالَ فَأَشْفَقْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنْ تَطَأَ يَحْيَى وَكَانَ مِنْهَا قَرِيبًا فَرَفَعْتُ رَأْسِي فَانْصَرَفْتُ إِلَيْهِ فَرَفَعْتُ رَأْسِي إِلَى السَّمَاءِ فَإِذَا مِثْلُ الظُّلَّةِ فِيهَا أَمْثَالُ الْمَصَابِيحِ فَخَرَجَتْ حَتَّى لَا أَرَاهَا قَالَ وَتَدْرِي مَا ذَاكَ قَالَ لَا قَالَ تِلْكَ الْمَلَائِكَةُ دَنَتْ لِصَوْتِكَ وَلَوْ قَرَأْتَ لَأَصْبَحَتْ يَنْظُرُ النَّاسُ إِلَيْهَا لَا تَتَوَارَى مِنْهُمْ
Dari Usaid ibn Hudlair ra, ia menceritakan bahwa ketika ia membaca pada (shalat) malam surat al-Baqarah dan kudanya diikat di dekatnya, tiba-tiba kuda itu bergerak-gerak. Ia kemudian diam sejenak, kuda pun diam. Ia lalu membaca lagi, kuda itu pun bergerak-gerak lagi. Ia kemudian diam sejenak, kuda pun diam lagi. Ia lalu membaca lagi, kuda itu pun bergerak-gerak lagi. Ia lalu berpaling, dan anaknya, Yahya, ada dekat kuda tersebut. Ia takut kuda itu mengenainya. Setelah ia menarik anaknya, ia mengangkat kepalanya ke langit (melihat awan terang dan kemudian menjauh) hingga tidak melihatnya. Keesokan harinya Usaid menceritakan kepada Nabi saw. Beliau lalu bersabda: “Padahal lanjutkan membacanya hai putra Hudlair. Lanjutkan saja membacanya hai putra Hudlair.” Ia menjawab: “Aku takut wahai Rasulullah kuda itu mengenai Yahya yang dekat darinya. Aku mengangkat kepalaku, lalu bergegas kepadanya, dan kemudian mengangkat kepalaku ke langit ternyata ada seperti awan yang ada seperti lampu-lampu menjauh hingga aku tidak melihatnya.” Nabi saw bertanya: “Tahukah kamu apa itu?” Usaid menjawab: “Tidak.” Beliau menjawab: “Itu adalah malaikat yang mendekat karena suaramu. Seandainya kami membaca tarus pasti orang-orang di waktu shubuh bisa melihat mereka tanpa tersembunyi dari mereka.” (Shahih al-Bukhari bab nuzulis-sakinah wal-mala’ikah ‘inda qira`atil-Qur`an no. 5018).
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Usaid membaca surat al-Baqarah itu sampai akhir surat, di tempat mirbad (tempat menyimpan kurma yang belum dipisah dari tangkai)-nya, di muka rumahnya. Dalam riwayat Ibn Abi Laila juga disebutkan perihal suara dari kuda sebagai berikut:
سَمِعْت رَجَّة مِنْ خَلْفِي حَتَّى ظَنَنْت أَنَّ فَرَسِي تَنْطَلِق
Aku mendengar suara gaduh dari belakangku hingga aku mengira kudaku lepas (Fathul-Bari).
Al-Hafizh Ibn Hajar memberikan catatan bahwa ini menunjukkan Usaid shalat dengan khusyu’. Ia fokus dengan bacaannya dan tidak menoleh ketika mendengar suara gaduh meski sebetulnya itu dibolehkan ketika merasa ada gangguan. Ia hanya menghentikan bacaannya sejenak dan kemudian melanjutkannya lagi. Baru setelah tiga kali mendengar suara gaduh itu ia menghentikan bacaannya dan mengangkat kepalanya ke atas. Setelah melihat sesuatu yang aneh, ia baru mengamankan anaknya karena takut terkena gerak-gerik kuda.
Dalam riwayat lain, sebagaimana diinventarisir oleh al-Hafizh dalam Fathul-Bari, disebutkan bahwa Usaid ibn Hudlair ini bersuara merdu. Ia disebut oleh Nabi saw dianugerahi suara merdu seperti seruling Nabi Dawud as.
Dari hadits di atas, Imam an-Nawawi memberikan kesimpulan:
فِي هَذَا الْحَدِيث جَوَاز رُؤْيَة آحَاد الْأُمَّة لِلْمَلَائِكَةِ، وَفِيهِ فَضِيلَة الْقِرَاءَة وَأَنَّهَا سَبَب نُزُول الرَّحْمَة وَحُضُور الْمَلَائِكَة
Dalam hadits ini terkandung pelajaran bahwa seseorang dari umat ini mungkin ada yang melihat malaikat. Hadits ini juga menunjukkan keutamaan membaca al-Qur`an dan itu menjadi sebab turunnya Rahmat dan hadirnya malaikat (dikutip dari Fathul-Bari).
Akan tetapi al-Hafizh memberikan catatan tambahan, orang yang bisa melihat malaikat itu tentu tidak sembarangan orang, hanya orang-orang yang seperti Usaid; shalih dan merdu suaranya. Membaca al-Qur`annya pun surat tertentu sebagaimana disebutkan dalam hadits dan dengan cara tertentu. Serta sangat mungkin dipesifikkan lebih dalam lagi. Hemat penulis bisa ditambah dengan spesifikasi membaca al-Qur`annya dalam shalat malam.
Meski tentunya bukan hanya bagi yang membaca al-Qur`an dalam shalat malam saja sakinah turun, karena dalam hadits lain disebutkan sakinah dan malaikat akan turun juga kepada orang-orang yang membaca al-Qur`an berjama’ah di masjid.
وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوْتِ اللهِ يَتْلُوْنَ كِتَابَ اللهِ وَيَتَدَارَسُوْنَهُ بَيْنَهُمْ اِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللهِ فِيْمَنْ عِنْدَهُ
Dan tidaklah suatu kaum berkumpul dalam rumah-rumah Allah (masjid) untuk membaca dan bertadarus al-Qur’an, kecuali ketenangan pasti akan turun kepada mereka, rahmat Allah melingkupi mereka, malaikat-malaikat mengelilingi mereka dan Allah menyebut-nyebut mereka di kalangan makhluk yang ada di dekat-Nya/para malaikat (Shahih Muslim bab fadllil-ijtima’ ‘ala tilawatil-qur`an no. 7028).