Pembunuh Husain Orang Irak

Hari ini yang selalu mempertontonkan kesedihan atas wafatnya Husain di Karbala adalah kaum Syi’ah, khususnya di Irak dan Iran. Padahal dalam kacamata shahabat, mereka adalah para pembunuh Husain itu sendiri. Fakta ini tersaji jelas dalam kitab-kitab hadits dan sengaja ditutup-tutupi oleh kaum Syi’ah di Irak-Iran. Jadi sebenarnya mereka yang mengaku bersedih secara mendalam itu adalah para pembunuhnya itu sendiri. Jadi sebenarnya mereka adalah “maling teriak maling”.


Pengetahuan shahabat bahwa yang membunuh Husain ra itu orang-orang Irak diriwayatkan oleh Imam Ahmad, al-Bukhari, dan at-Tirmidzi. Cucu Nabi Muhammad saw dari ‘Ali ibn Abi Thalib dan Fathimah tersebut dibantai oleh pasukan kejam di Karbala, pada 10 Muharram 61 H/680 M atas penipuan dari orang-orang Irak. Imam al-Bukhari meriwayatkannya sebagai berikut:

عَنْ ابْنِ أَبِي نُعْمٍ قَالَ كُنْتُ شَاهِدًا لِابْنِ عُمَرَ وَسَأَلَهُ رَجُلٌ عَنْ دَمِ الْبَعُوضِ فَقَالَ مِمَّنْ أَنْتَ فَقَالَ مِنْ أَهْلِ الْعِرَاقِ قَالَ انْظُرُوا إِلَى هَذَا يَسْأَلُنِي عَنْ دَمِ الْبَعُوضِ وَقَدْ قَتَلُوا ابْنَ النَّبِيِّ ﷺ وَسَمِعْتُ النَّبِيَّ ﷺ يَقُولُ هُمَا رَيْحَانَتَايَ مِنْ الدُّنْيَا

Dari Ibn Abi Nu’aim, ia berkata: Aku hadir dan menyaksikan Ibn ‘Umar ra ketika ditanya oleh seseorang tentang darah nyamuk. Ibn ‘Umar ra baik bertanya: “Anda berasal dari mana?” Ia menjawab: “Dari penduduk Irak.” Ibn ‘Umar berkata: “Lihatlah oleh kalian orang ini. Ia bertanya kepadaku tentang darah nyamuk, padahal mereka telah membunuh putra (cucu) Nabi saw. Aku mendengar Nabi saw bersabda: ‘Mereka berdua (Hasan dan Husain) adalah wewangianku di dunia.’ (Shahih al-Bukhari kitab al-adab bab rahmatil-walad wa taqbilihi wa mu’anaqatihi no. 5994).
Dengan sanad yang berbeda, Imam al-Bukhari juga meriwayatkan:

قال ابْنُ أَبِي نُعْمٍ سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ وَسَأَلَهُ عَنْ الْمُحْرِمِ قَالَ شُعْبَةُ أَحْسِبُهُ يَقْتُلُ الذُّبَابَ فَقَالَ أَهْلُ الْعِرَاقِ يَسْأَلُونَ عَنْ الذُّبَابِ وَقَدْ قَتَلُوا ابْنَ ابْنَةِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ وَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ هُمَا رَيْحَانَتَايَ مِنْ الدُّنْيَا

Ibn Abi Nu’aim berkata: Aku mendengar Ibn ‘Umar ra ketika ditanya oleh seseorang tentang orang yang ihram. Syu’bah (salah seorang rawi) berkata: Aku mengiranya tentang orang yang ihram membunuh lalat. Maka Ibn ‘Umar berkata: “Orang Irak bertanya tentang lalat, padahal mereka telah membunuh anak dari putri Rasulullah saw. Dan Nabi saw sendiri bersabda: ‘Mereka berdua (Hasan dan Husain) adalah wewangianku di dunia.’ (Shahih al-Bukhari kitab al-manaqib bab manaqib al-Hasan wal-Husain no. 3753).
Al-Hafizh Ibn Hajar dalam Fathul-Bari menjelaskan bahwa kemungkinannya ada dua. Mungkin hadits di atas itu menceritakan dua kejadian dari dua pertanyaan yang berbeda, yakni dalam satu kesempatan ada yang bertanya tentang darah nyamuk dan dalam kesempatan lainnya ada yang bertanya tentang darah lalat. Mungkin juga kejadiannya satu, yakni bertanya tentang darah nyamuk atau lalat, sebab sebagaimana dijelaskan al-Jahizh, orang Arab biasa menyebut nyamuk, lebah, dan sebagainya dengan sebutan dzubab juga. Wal-‘Llahu a’lam. Yang jelas penanya menanyakan tentang membunuh hewan yang kecil dan sepele, bahkan jelas-jelas boleh dibunuh jika nyatanya mengganggu manusia. Seperti hadits ‘terkenal’ tentang lalat yang masuk minuman/air dalam wadah di bagian awal bab air dari kitab Bulughul-Maram. Nabi saw tidak mempersoalkan lalat yang mati dalam minuman tersebut. Yang Nabi saw soroti tentang status air tersebut tetap suci meski dimasuki lalat yang sudah jadi bangkai atau mati.
Sementara penyebutan “membunuh putra Rasulullah saw” dalam hadits yang pertama di atas, maksudnya dijelaskan dalam hadits berikutnya “putra dari putri Rasulullah saw”. Hal ini bisa dimaklum karena orang Arab juga biasa menyebut cucu dengan sebutan anak. Demikian al-Hafizh menjelaskan dalam Fathul-Bari.
Dalam sanad yang diriwayatkan Imam Ahmad, tidak disebutkan adanya keraguan dari Syu’bah tentang pertanyaan orang yang ihram sebagaimana diriwayatkan Imam al-Bukhari di atas. Riwayatnya tegas tanpa keraguan mengenai orang yang ihram membunuh lalat (Musnad Ahmad musnad ‘Abdillah ibn ‘Umar no. 6406). Yang menyebutkan adanya keraguan dari Syu’bah diriwayatkan juga oleh Imam Ahmad pada no. 5568. Yang lainnya, yang menyebutkan nyamuk diriwayatkan dalam musnad yang sama no. 5675 dan 5940.
Dalam riwayat at-Tirmidzi, disebutkan lebih jelas lagi tentang maksud darah nyamuk yang ditanyakan dan siapa yang dimaksud ‘mereka berdua wewangianku’ tersebut.

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي نُعْمٍ، أَنَّ رَجُلًا مِنْ أَهْلِ العِرَاقِ سَأَلَ ابْنَ عُمَرَ عَنْ دَمِ البَعُوضِ يُصِيبُ الثَّوْبَ، فَقَالَ ابْنُ عُمَرَ: انْظُرُوا إِلَى هَذَا يَسْأَلُ عَنْ دَمِ البَعُوضِ وَقَدْ قَتَلُوا ابْنَ رَسُولِ اللهِ ﷺ وَسَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَقُولُ: إِنَّ الحَسَنَ وَالحُسَيْنَ هُمَا رَيْحَانَتَايَ مِنَ الدُّنْيَا

Dari ‘Abdurrahman ibn Abi Nu’aim, bahwasanya ada seseorang dari orang Irak bertanya kepada Ibn ‘Umar tentang darah nyamuk yang kena pada baju. Maka Ibn ‘Umar berkata: “Lihatlah oleh kalian orang ini. Ia bertanya kepadaku tentang darah nyamuk, padahal mereka telah membunuh putra (cucu) Rasulullah saw. Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: ‘Sesungguhnya Hasan dan Husain adalah wewangianku di dunia.’ (Sunan at-Tirmidzi bab manaqib Abi Muhammad al-Hasan ibn ‘Ali no. 3770).
Makna ‘raihanah’, menurut para ulama, ada dua; wewangian dan rizki (Fathul-Bari). Hasan dan Husain disebut ‘wewangian’ karena memang sering dicium oleh Nabi saw, sebagaimana dijelaskan hadits-haditsnya dalam bab rahmatil-walad wa taqbilihi wa mu’anaqatihi; menyayangi anak/cucu, menciumnya dan menggendongnya, di Shahih al-Bukhari. Sementara makna rizki, artinya keberadaan Hasan dan Husain bagi Nabi saw juga merupakan rizki dari Allah swt. Sehingga jangan pernah menganggap rizki itu hanya uang dan materi. Sementara anugerah keluarga, anak, dan cucu tidak dianggap sebagai rizki.
Yang dimaksud Ibn ‘Umar ra tentu bukan memvonis orang yang bertanya tadi sebagai pembunuh Husain ra, sebagaimana dijelaskan al-Hafizh Ibn Hajar:

وَاَلَّذِي يَظْهَر أَنَّ اِبْن عُمَر لَمْ يَقْصِد ذَلِكَ الرَّجُل بِعَيْنِهِ بَلْ أَرَادَ التَّنْبِيه عَلَى جَفَاء أَهْل الْعِرَاق وَغَلَبَة الْجَهْل عَلَيْهِمْ بِالنِّسْبَةِ لِأَهْلِ الْحِجَاز

Yang tampak jelas bagiku bahwasanya Ibn ‘Umar tidak bermaksud menuduh orang yang bertanya tersebut, melainkan hendak mengingatkan akan kekerasan orang Irak dan kebodohan mereka jika dinisbatkan kepada orang Hijaz/Makkah-Madinah (Fathul-Bari).
Orang Irak sendiri memang dikenal di kalangan salaf sebagai orang-orang yang keras dan bodoh. Di sanalah asal muasal dan pusat dari orang-orang Syi’ah, sampai hari ini. Maka dari itu para ulama dari daerah sana tidak mempercayai hadits yang diriwayatkan oleh orang-orang Irak yang tidak dikenal sebagai Ahlus-Sunnah, sebab pasti haditsnya dla’if atau bahkan palsu. Dari orang Iraklah (plus Iran), Nabi saw sudah menyabdakan akan datangnya fitnah (kekacauan agama dan umat) sesudah kewafatannya.

إِنَّ الْفِتْنَةَ تَجِيءُ مِنْ هَاهُنَا وَأَوْمَأَ بِيَدِهِ نَحْوَ الْمَشْرِقِ مِنْ حَيْثُ يَطْلُعُ قَرْنَا الشَّيْطَانِ وَأَنْتُمْ يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ

“Sesungguhnya fitnah itu datang dari sana.Beliau sambil menunjuk dengan tangannya ke arah timur. “Dari arah terbitnya dua tanduk setan. Dan kalian, sebagiannya memenggal leher sebagiannya lagi.(Shahih Muslim kitab al-fitan wa asyrathis-sa’ah bab al-fitnah minal-masyriq no. 5172).
Al-Hafizh Ibn Hajar dalam Fathul-Bari menjelaskan bahwa fitnah datang dari arah timur itu terbukti benar, karena memang gelombang pemberontakan di masa ‘Utsman sehingga terjadi al-fitnatul-kubra (fitnah terbesar)-nya juga datang dari arah Irak lalu ke Najd yang berada di sebelah timur dari Madinah. Dan ini tidak bertentangan dengan hadits tentang akan adanya fitnah di tengah-tengah Madinah. Karena pembunuhan ‘Utsman di Madinah yang menjadi al-fitnatul-kubra itu berawal dari pemberontakan yang datang dari timur.
Bahkan di sepanjang sejarahnya dan sampai hari ini, terjadinya peperangan di tengah-tengah umat Islam selalu saja pemicunya hasutan dan kejahatan dari orang-orang yang Nabi saw sebut sebagai “orang timur”. Mereka adalah yang dikenal hari ini sebagai orang Syi’ah. Sangat kasat mata kerusuhan yang terjadi di Irak sendiri sampai hari ini karena orang-orang Syi’ah yang selalu berambisi untuak membantai Ahlus-Sunnah. Demikian halnya kerusuhan di Suriah, Yaman, Lebanon, bahkan sampai di Indonesia seperti di Sampang, Madura. Penyebabnya hampir bisa dipastikan akibat “kekerasan dan kebodohan” orang-orang Syi’ah. Tidak terlalu heran karena mereka juga sudah dengan teganya membunuh cucu kesayangan Rasulullah saw, Husain ra. Tetapi sesaat kemudian mereka menampakkan kesedihan seolah-olah mereka berduka dan tidak menghendaki pembunuhan tersebut lewat perayaan asyura. Padahal mereka sendiri yang jelas-jelas membunuh Husain ra. Dasar pembohong! Air mata buaya!
Sebagaimana dijelaskan Tarikh at-Thabari dan al-Bidayah wan-Nihayah Ibn Katsir, pembunuh Husain ra itu memang tentara al-Hajjaj. Tetapi penyebabnya adalah ajakan dari orang-orang Irak kepada Husain ra untuk bergabung bersama mereka guna melawan al-Hajjaj dan Yazid. Para shahabat di Madinah dan Makkah sudah mengingatkan Husain ra akan kerentanan berbohong dari orang-orang Irak. Tetapi rupanya taqdir berkata lain. Benar saja kemudian terbukti, orang-orang Irak itu hanya membual dan berdusta. Husain ra yang dijanjikan akan dibantu berjuang bersama-sama, malah dibiarkan dibantai oleh pasukan kejam. Pantas saja jika para shahabat menyimpulkan bahwa pembunuh Husain ra sebenarnya adalah orang Irak, alias Syi’ah. La’natul-‘Llah ‘alaihim.