Kisah Nabi

Pasukan Tabuk Membuktikan Kebenaran Syahadat

Syahadat yang sudah dan selalu diikrarkan dalam ibadah keseharian harus dibuktikan kebenarannya dalam amal nyata. Amal nyata tersebut adalah kesigapan untuk berjihad dan bersabar dalam menjalaninya sebab jihad akan selalu mendatangkan kesusahan. Pasukan Tabuk di bawah kepemimpinan Nabi ﷺ di antara yang mampu membuktikan kebenaran syahadat. Meski dalam keadaan yang sangat sulit (‘usrah) akibat kelaparan dan cuaca yang sangat panas, jihad tetap dijalani dengan sabar.

Tabuk adalah wilayah Syam yang paling dekat ka Madinah (Syarah an-Nawawi Shahih Muslim). Pada tahun 9 H wilayah Tabuk dan Syam secara keseluruhan (hari ini meliputi Suriah, Palestina, Lebanon, Yordania) berada di wilayah kekuasaan Kekaisaran Romawi. Pada saat itu Tabuk merupakan titik kumpul pasukan Romawi yang akan menyerang Madinah sebagai pembalasan atas kekalahan pada perang Mu`tah setahun sebelumnya. Mu`tah juga wilayah kekuasaan Romawi yang hari ini masuk wilayah Yordania. Tabuk/Tabouk itu sendiri hari ini adalah ibu kota provinsi Tabuk, Arab Saudi bagian barat laut, dekat dengan perbatasan Yordania-Arab Saudi. Kota ini merupakan pangkalan angkatan udara terbesar di Arab Saudi (wikipedia).

Pasukan Tabuk disebut oleh Nabi saw dan para shahabat dengan sebutan jaisyul-‘usrah (pasukan prihatin) karena menempuh perjalanan yang jauh lk. enam hari dalam situasi musim panas yang sangat menyengat di akhir masa paceklik yang berkepanjangan, sehingga tidak memiliki perbekalan yang cukup meski shahabat-shahabat yang kaya seperti ‘Utsman ra sudah mengerahkan semua kekayaannya untuk menyediakan kendaraan dan perbekalan. Pasukan Tabuk pun mengalami kelaparan di dalam perjalanan menuju Tabuk.

عَنْ أَبِي مُوسَى قَالَ أَرْسَلَنِي أَصْحَابِي إِلَى رَسُولِ اللَّهِ ﷺ أَسْأَلُهُ الْحُمْلَانَ لَهُمْ إِذْ هُمْ مَعَهُ فِي جَيْشِ الْعُسْرَةِ وَهِيَ غَزْوَةُ تَبُوكَ فَقُلْتُ يَا نَبِيَّ اللَّهِ إِنَّ أَصْحَابِي أَرْسَلُونِي إِلَيْكَ لِتَحْمِلَهُمْ فَقَالَ وَاللَّهِ لَا أَحْمِلُكُمْ عَلَى شَيْءٍ

Dari Abu Musa ra, ia berkata: Sahabat-sahabatku mengutusku untuk menemui Rasulullah saw meminta kendaraan untuk mereka ketika mereka bersama beliau dalam pasukan prihatin yakni perang Tabuk. Aku berkata: “Wahai Rasulullah, sahabat-sahabatku mengutusku untuk menemui anda guna meminta anda memberikan kendaraan untuk mereka.” Beliau menjawab: “Demi Allah, aku tidak bisa membawa kalian pada satu kendaraan pun (saking sedikitnya).” (Shahih al-Bukhari bab ghazwah Tabuk wa hiya ghazwatul-‘usrah no. 4415).

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَمُرَةَ، قَالَ: جَاءَ عُثْمَانُ بْنُ عَفَّانَ إِلَى النَّبِي ﷺ بِأَلْفِ دِينَارٍ فِي ثَوْبِهِ، حِينَ جَهَّزَ النَّبِيُّ ﷺ جَيْشَ الْعُسْرَةِ، قَالَ: فَصَبَّهَا فِي حِجْرِ النَّبِيِّ ﷺ فَجَعَلَ النَّبِيُّ ﷺ يُقَلِّبُهَا بِيَدِهِ، وَيَقُولُ: مَا ضَرَّ ابْنَ عَفَّانَ مَا عَمِلَ بَعْدَ الْيَوْمِ يُرَدِّدُهَا مِرَارًا

Dari ‘Abdurrahman ibn Samurah ra, ia berkata: ‘Utsman ibn ‘Affan datang kepada Nabi saw membawa 1.000 keping dinar di bajunya (1 dinar: 4,25 gram emas. 1 gram emas: Rp. 1.450.000,-. 1 dinar : Rp. 6.162.500,-. 1.000 dinar : 6.162.500.000,- atau 6,16 miliar) ketika Nabi saw mempersiapkan pasukan prihatin/Tabuk. Ia lalu menyimpannya di pangkuan Nabi saw dan beliau pun membolak-baliknya dengan tangannya sambil berkata: “Ibn ‘Affan tidak akan merasa susah dengan apa yang ia amalkan sesudah hari ini.” Beliau mengulang-ulangnya berkali-kali (Musnad Ahmad bab hadits ‘Abdurrahman ibn Samurah no. 20630).

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَوْ عَنْ أَبِى سَعِيدٍ قَالَ لَمَّا كَانَ غَزْوَةُ تَبُوكَ أَصَابَ النَّاسَ مَجَاعَةٌ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْ أَذِنْتَ لَنَا فَنَحَرْنَا نَوَاضِحَنَا فَأَكَلْنَا وَادَّهَنَّا. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ افْعَلُوا. قَالَ فَجَاءَ عُمَرُ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ فَعَلْتَ قَلَّ الظَّهْرُ وَلَكِنِ ادْعُهُمْ بِفَضْلِ أَزْوَادِهِمْ ثُمَّ ادْعُ اللَّهَ لَهُمْ عَلَيْهَا بِالْبَرَكَةِ لَعَلَّ اللَّهَ أَنْ يَجْعَلَ فِى ذَلِكَ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ نَعَمْ. قَالَ فَدَعَا بِنِطَعٍ فَبَسَطَهُ ثُمَّ دَعَا بِفَضْلِ أَزْوَادِهِمْ فَجَعَلَ الرَّجُلُ يَجِىءُ بِكَفِّ ذُرَةٍ وَيَجِىءُ الآخَرُ بَكَفِّ تَمْرٍ وَيَجِىءُ الآخَرُ بِكِسْرَةٍ حَتَّى اجْتَمَعَ عَلَى النِّطَعِ مِنْ ذَلِكَ شَىْءٌ يَسِيرٌ قَالَ فَدَعَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ عَلَيْهِ بِالْبَرَكَةِ ثُمَّ قَالَ خُذُوا فِى أَوْعِيَتِكُمْ. قَالَ فَأَخَذُوا فِى أَوْعِيَتِهِمْ حَتَّى مَا تَرَكُوا فِى الْعَسْكَرِ وِعَاءً إِلاَّ مَلأُوهُ قَالَ فَأَكَلُوا حَتَّى شَبِعُوا وَفَضِلَتْ فَضْلَةٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنِّى رَسُولُ اللَّهِ لاَ يَلْقَى اللَّهَ بِهِمَا عَبْدٌ غَيْرَ شَاكٍّ فَيُحْجَبَ عَنِ الْجَنَّةِ

Dari Abu Hurairah atau Abu Sa’id ra, ia berkata: Pada saat perang Tabuk, pasukan tertimpa kelaparan. Mereka berkata: “Wahai Rasulullah, seandainya anda izinkan kami menyembelih unta-unta pengangkut air untuk kami makan dan jadikan minyak lemak.” Rasulullah saw bersabda: “Silahkan.” ‘Umar lalu datang dan berkata: “Wahai Rasulullah, jika anda menyetujui maka kendaraan akan berkurang. Sebaiknya anda minta sisa perbekalan pasukan, kemudian anda berdo’a memohon keberkahan untuk mereka atas sisa perbekalan tersebut, semoga Allah menjadikan keberkahan padanya.” Rasulullah saw menjawab: “Baik.” Beliau lalu meminta hamparan kulit, lalu dibentangkan, kemudian meminta sisa perbekalan pasukan. Ada orang yang datang membawa segenggam tepung. Ada orang yang datang membawa segenggam kurma. Ada juga yang datang membawa remah-remah makanan. Hingga terkumpul di atas hamparan itu sedikit makanan sisa. Rasulullah saw kemudian mendo’akan keberkahan atasnya dan bersabda: “Silahkan ambil dan simpan di wadah-wadah kalian.” Orang-orang pun mengambil dan menyimpan di wadah-wadah mereka sehingga tidak ada satu wadah pun di pasukan kecuali penuh dengan makanan tadi. Mereka makan hingga kenyang dan menyisakan sisa. Rasulullah saw bersabda: “Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah dan sungguh aku Rasul Allah. Tidak ada seorang hamba pun yang bertemu Allah dengan syahadat itu tanpa ada keraguan lalu ia dihijab dari surga.” (Shahih Muslim bab man laqiyal-‘Llah bil-iman wa huwa ghairu syakk no. 148).

Imam an-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim menjelaskan bahwa hadits ini menunjukkan adab usul kepada pemimpin yakni dengan model pertanyaan. Hadits ini juga mengajarkan adab bahwa pasukan tidak boleh mengurangi kendaraan tanpa seizin pimpinan. Usulan ‘Umar ra menunjukkan bahwa keputusan Nabi saw sepanjang bukan merupakan wahyu ketetapan dari Allah swt boleh disanggah dengan usulan yang lebih baik, tentunya dengan adab usul yang baik juga. Nabi saw yang kemudian menerima usulan ‘Umar ra menunjukkan bahwa seorang pemimpin harus terbuka dengan usulan terbaik dari umatnya.

Apa yang diusulkan ‘Umar ra di atas sebenarnya mengikuti ajaran Nabi saw sendiri ketika beliau memuji adat kebiasaan kaum Asy’ariyyin, salah satu suku dari Yaman, yang pemimpin mereka adalah Abu Musa al-Asy’ari:

إِنَّ الْأَشْعَرِيِّينَ إِذَا أَرْمَلُوا فِي الْغَزْوِ أَوْ قَلَّ طَعَامُ عِيَالِهِمْ بِالْمَدِينَةِ جَمَعُوا مَا كَانَ عِنْدَهُمْ فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ ثُمَّ اقْتَسَمُوهُ بَيْنَهُمْ فِي إِنَاءٍ وَاحِدٍ بِالسَّوِيَّةِ فَهُمْ مِنِّي وَأَنَا مِنْهُمْ

Kaum Asy’ari itu apabila mereka kehabisan bekal dalam perang atau simpanan makanan keluarga mereka menipis di Madinah, mereka mengumpulkan makanan yang tersisa di satu helai kain, kemudian mereka membagikannya rata di antara mereka pada satu wadah masing-masing. Mereka dariku dan aku dari mereka (Shahih al-Bukhari bab as-syirkah fit-tha’am no. 2486; Shahih Muslim bab min fadla`ilil-asy’ariyyin no. 6465).

Sabda Nabi saw yang menyinggung syahadat “tanpa ragu” dengan jaminan surga sesudah dialog seputar solusi mengatasi kelaparan di atas menunjukkan bahwa demikianlah pembuktian syahadat yang “tanpa ragu”. Hal ini tentunya untuk menegaskan pembedaan dari orang-orang munafiq yang mereka juga bersyahadat tetapi syahadat mereka dinyatakan bohong oleh Allah swt (QS. al-Munafiqun [63] : 1) karena mereka selalu terjebak dalam keraguan ketika menghadapi situasi jihad yang sangat memprihatinkan. Ujung-ujungnya mereka selalu meminta izin untuk tidak ikut berjihad. Jangankan bahu membahu saling membantu dengan kaum muslimin dalam situasi sulit, sekedar bertahan bersama kaum muslimin pun mereka tidak akan kuat, melainkan ingin selalu memisahkan diri dan tidak mau ikut terlibat dalam kesulitan.

إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ثُمَّ لَمۡ يَرۡتَابُواْ وَجَٰهَدُواْ بِأَمۡوَٰلِهِمۡ وَأَنفُسِهِمۡ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِۚ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلصَّٰدِقُونَ  ١٥

Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar (QS. al-Hujurat [49] : 15).

إِنَّمَا يَسۡتَأْذِنُكَ ٱلَّذِينَ لَا يُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ وَٱرۡتَابَتۡ قُلُوبُهُمۡ فَهُمۡ فِي رَيۡبِهِمۡ يَتَرَدَّدُونَ  ٤٥

Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keraguannya (QS. at-Taubah [9] : 45).

وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَقُولُ ءَامَنَّا بِٱللَّهِ فَإِذَآ أُوذِيَ فِي ٱللَّهِ جَعَلَ فِتۡنَةَ ٱلنَّاسِ كَعَذَابِ ٱللَّهِۖ وَلَئِن جَآءَ نَصۡرٞ مِّن رَّبِّكَ لَيَقُولُنَّ إِنَّا كُنَّا مَعَكُمۡۚ أَوَ لَيۡسَ ٱللَّهُ بِأَعۡلَمَ بِمَا فِي صُدُورِ ٱلۡعَٰلَمِينَ وَلَيَعۡلَمَنَّ  ١٠ وَلَيَعۡلَمَنَّ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَلَيَعۡلَمَنَّ ٱلۡمُنَٰفِقِينَ  ١١

Dan di antara manusia ada orang yang berkata: “Kami beriman kepada Allah“, maka apabila ia disakiti (karena ia beriman) kepada Allah, ia menganggap fitnah manusia itu sebagai azab Allah (lalu mereka murtad dari Islam). Dan sungguh jika datang pertolongan dari Tuhanmu, mereka pasti akan berkata: “Sesungguhnya kami adalah besertamu“. Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada semua manusia? Dan sesungguhnya Allah benar-benar mengetahui orang-orang yang beriman, dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang munafiq (QS. al-‘Ankabut [29] 10-11).

Dalam al-Qur`an, Allah swt menjelaskan jaminan taubat dari-Nya untuk mereka yang mampu bertahan dalam situasi sulit dan prihatin di jalan jihad.

لَّقَد تَّابَ ٱللَّهُ عَلَى ٱلنَّبِيِّ وَٱلۡمُهَٰجِرِينَ وَٱلۡأَنصَارِ ٱلَّذِينَ ٱتَّبَعُوهُ فِي سَاعَةِ ٱلۡعُسۡرَةِ مِنۢ بَعۡدِ مَا كَادَ يَزِيغُ قُلُوبُ فَرِيقٖ مِّنۡهُمۡ ثُمَّ تَابَ عَلَيۡهِمۡۚ إِنَّهُۥ بِهِمۡ رَءُوفٞ رَّحِيمٞ  ١١٧

Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang muhajirin dan orang-orang anshar yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka (QS. at-Taubah [9] : 117)

Wal-‘Llahu a’lam.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button