Amal Syukur Nabi Dawud dan Sulaiman as

Di antara sedikit hamba Allah SWT yang bersyukur setelah diberi kekuasaan dan kekayaan yang melimpah adalah Nabi Dawud dan Sulaiman as. Kepada mereka berdua Allah SWT menitahkan tegas untuk konsisten mengamalkan amal-amal syukur. Kedua Nabi mulia tersebut kemudian konsisten mengamalkan shalat Dawud, shaum Dawud, dan dzikir pagi dan petang. Sebuah teladan bagi siapapun yang hendak beramal maksimal dalam syukur, khususnya mereka yang sudah diberi kekayaan dan kekuasaan.
Setelah menguraikan dengan rinci nikmat keahlian, kekayaan, dan kekuasaan yang diberikan kepada Dawud dan Sulaiman as, Allah swt kemudian memerintahkan:
…ٱعۡمَلُوٓاْ ءَالَ دَاوُۥدَ شُكۡرٗاۚ وَقَلِيلٞ مِّنۡ عِبَادِيَ ٱلشَّكُورُ ١٣
…Beramallah hai keluarga Dawud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur (QS. Saba` [34] : 13).
Al-Hafizh Ibn Katsir menjelaskan lafazh syukur dalam ayat di atas bisa bermakna maf’ul bih; syukur sebagai amal yang harus diamalkan, atau maf’ul lah; sebagai motif dari amal shalih, yakni beramal shalih sebagai bentuk syukur kepada Allah swt. Yang jelas wujud syukur itu harus dalam wujud amal, dan sangat langka sekali hamba-hamba Allah swt yang mewujudkan syukur dalam amal tersebut.
Al-Hafizh Ibn Katsir kemudian menyajikan beberapa dalil yang menunjukkan amal-amal yang rutin diamalkan keluarga Dawud sebagai bentuk syukur kepada Allah swt. Beberapa di antaranya dikritik oleh para ahli tahqiq sebagai riwayat dla’if. Riwayat yang shahihnya hanya hadits ‘Abdillah ibn ‘Amr ra riwayat muttafaq ‘alaihi:
أَحَبُّ الصَّلاَةِ إِلَى اللهِ صَلاةُ دَاوُدَ وَأَحَبُّ الصِّيَامِ إِلَى اللهِ صِيَامُ دَاوُدَ وَكَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ وَيَقُومُ ثُلُثَهُ وَيَنَامُ سُدُسَهُ وَيَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا
Shalat yang paling Allah cintai adalah shalatnya Nabi Dawud as dan shaum yang paling Allah cintai adalah shaumnya Nabi Dawud. Nabi Dawud tidur hingga pertengahan malam lalu shalat pada sepertiganya kemudian tidur kembali pada seperenam akhir malamnya. Dan Nabi Dawud shaum sehari dan berbuka sehari (Shahih al-Bukhari kitab at-tahajjud bab man nama ‘indas-sahar no. 1131; Shahih Muslim kitab as-shiyam bab an-nahy ‘an shaumid-dahr li man tadlarrara bihi no. 2796-2797).
Shalat dan shaum Dawud di atas disebut sebagai shaum terbaik, menurut para ulama, karena ada unsur dawam (rutin) dan seimbang sehingga tidak akan menimbulkan kejenuhan. Seimbang antara tidur dan shalat, demikian juga antara shaum dan berbukanya. Ini tentunya dalam konteks umat secara umum. Bagi orang-orang tertentu yang hendak melebihkannya diperbolehkan jika tidak ada madlarat dan tidak menimbulkan kejenuhan atau memberatkan (Fathul-Bari).
Maka dari itu al-Qur`an dan hadits Nabi saw banyak menganjurkan pengamalan shalat malam. Dalam satu kesempatan, ketika ‘Aisyah ra mengusulkan agar Nabi saw tidak memaksakan diri mengamalkan shalat malam, Nabi saw malah berbalik menegur ‘Aisyah ra kenapa melarangnya mengamalkan syukur. Justru itu diamalkan oleh Nabi saw sebagai bentuk syukur kepada Allah swt.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ ﷺ كَانَ يَقُومُ مِنْ اللَّيْلِ حَتَّى تَتَفَطَّرَ قَدَمَاهُ فَقَالَتْ عَائِشَةُ لِمَ تَصْنَعُ هَذَا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَقَدْ غَفَرَ اللَّهُ لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ قَالَ أَفَلَا أُحِبُّ أَنْ أَكُونَ عَبْدًا شَكُورًا فَلَمَّا كَثُرَ لَحْمُهُ صَلَّى جَالِسًا فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَرْكَعَ قَامَ فَقَرَأَ ثُمَّ رَكَعَ
Dari ‘Aisyah ra, sesungguhnya Nabi saw melaksanakan shalat malam hingga kaki beliau bengkak-bengkak. Aisyah berkata: “Wahai Rasulullah, kenapa Anda melakukan ini padahal Allah telah mengampuni dosa anda yang telah berlalu dan yang akan datang?” Beliau bersabda: “Apakah tidak boleh jika aku ingin menjadi hamba yang bersyukur?” Dan tatkala beliau gemuk, beliau shalat sambil duduk, apabila beliau hendak ruku’ maka beliau berdiri kemudian membaca beberapa ayat lalu ruku (Shahih al-Bukhari kitab tafsir al-Qur`an bab qaulihi ta’ala liyaghfira lakal-‘Llah ma taqaddama min dzanbika wa ma ta`akhkhara no. 4837).
Saking konsistennya Nabi saw dengan amal syukur, bahkan ketika kaki beliau bengkak-bengkak pun, shalat malamnya tidak libur, melainkan hanya dikurangi saja berdirinya menjadi lebih banyak duduk. Berdirinya hanya ketika menjelang ruku’ saja.
Demikian halnya shaum Nabi saw yang bahkan lebih dari shaum Dawud, tetapi tetap menyeimbangkannya dengan berbuka di setiap fase bulannya, disebutkan dalam hadits Umamah ra agar seimbang antara syukur dan merendah kepada Allah swt.
عَرَضَ عَلَيَّ رَبِّي لِيَجْعَلَ لِي بَطْحَاءَ مَكَّةَ ذَهَبًا، قُلْتُ: لَا يَا رَبِّ وَلَكِنْ أَشْبَعُ يَوْمًا وَأَجُوعُ يَوْمًا فَإِذَا جُعْتُ تَضَرَّعْتُ إِلَيْكَ وَذَكَرْتُكَ، وَإِذَا شَبِعْتُ شَكَرْتُكَ وَحَمِدْتُكَ
Rabbku menawariku untuk menjadikan tanah Makkah emas untukku. Aku menjawab: “Tidak wahai Rabb. Tetapi aku ingin kenyang satu hari dan lapar satu hari. Ketika aku lapar aku merendah di hadapan-Mu dan berdzikir kepada-Mu, dan ketika aku kenyang, aku bersyukur kepada-Mu dan memuji-Mu (Sunan at-Tirmidzi abwab az-zuhd bab ma ja`a fil-kafaf no. 2347. Imam at-Tirmidzi menilainya hasan. Meski ada rawi ‘Ali ibn Yazid yang dinilainya dla’if, tetapi menurut al-Hafizh Ibn Hajar hadits ini dikuatkan oleh hadits ‘Aisyah ra bahwa Nabi saw dan keluarganya tidak pernah makan kenyang setiap harinya, selalu ada shaumnya [Shahih al-Bukhari bab kaifa kana ‘aisyun-Nabi saw wa ashhabihi no. 6454-6455]).
Al-Hafizh Ibn Katsir juga menyinggung amal shalat dan shaum Dawud ini sebagai pembuktian status Nabi Dawud as sebagai dzal-aid; orang yang kuat dalam ilmu dan amal yang disinggung dalam QS. Shad sebagai berikut:
ٱصۡبِرۡ عَلَىٰ مَا يَقُولُونَ وَٱذۡكُرۡ عَبۡدَنَا دَاوُۥدَ ذَا ٱلۡأَيۡدِۖ إِنَّهُۥٓ أَوَّابٌ ١٧ إِنَّا سَخَّرۡنَا ٱلۡجِبَالَ مَعَهُۥ يُسَبِّحۡنَ بِٱلۡعَشِيِّ وَٱلۡإِشۡرَاقِ ١٨ وَٱلطَّيۡرَ مَحۡشُورَةٗۖ كُلّٞ لَّهُۥٓ أَوَّابٞ ١٩
Bersabarlah atas segala apa yang mereka katakan; dan ingatlah hamba Kami Dawud yang mempunyai kekuatan; sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhan). Sesungguhnya Kami menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih bersama dia di waktu petang dan pagi, dan (Kami tundukkan pula) burung-burung dalam keadaan terkumpul. Masing-masingnya amat taat kepada Allah (QS. Shad [38] : 17-19).
Amal lain yang menjadikan status Dawud as dzal-aid dan awwab (sangat taat) adalah rutinitas tasbih di waktu pagi dan petang. Bahkan sebagai bagian dari mu’jizat untuk Nabi Dawud as, setiap kali beliau bertasbih maka gunung, pepohonan, dan burung-burung selalu ikut berkumpul dan mendekat, ikut bertasbih bersamanya.
Rutinitas ini dipertahankan juga oleh Nabi Sulaiman as. Maka dari itu ketika pada suatu hari dzikir petangnya terlewat karena terlalaikan oleh kuda-kuda istimewa yang sedang diurusnya, Nabi Sulaiman as kemudian merasa bersalah dan menyembelih kuda-kuda yang sudah membuatnya lalai dari tasbih petang tersebut. Allah swt mengabadikan peristiwa ini dalam kelanjutan surat Shad dari ayat-ayat di atas sebagai berikut:
وَوَهَبۡنَا لِدَاوُۥدَ سُلَيۡمَٰنَۚ نِعۡمَ ٱلۡعَبۡدُ إِنَّهُۥٓ أَوَّابٌ ٣٠ إِذۡ عُرِضَ عَلَيۡهِ بِٱلۡعَشِيِّ ٱلصَّٰفِنَٰتُ ٱلۡجِيَادُ ٣١ فَقَالَ إِنِّيٓ أَحۡبَبۡتُ حُبَّ ٱلۡخَيۡرِ عَن ذِكۡرِ رَبِّي حَتَّىٰ تَوَارَتۡ بِٱلۡحِجَابِ ٣٢ رُدُّوهَا عَلَيَّۖ فَطَفِقَ مَسۡحَۢا بِٱلسُّوقِ وَٱلۡأَعۡنَاقِ ٣٣
Dan Kami karuniakan kepada Daud, Sulaiman, dia adalah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya). (ingatlah) ketika dipertunjukkan kepadanya kuda-kuda yang tenang ketika berhenti dan cepat ketika berlari pada waktu sore. Maka ia berkata: “Sesungguhnya aku menyukai kesenangan terhadap barang yang baik (kuda) sehingga aku lalai mengingat Tuhanku sampai kuda itu hilang dari pandangan (tenggelam matahari). Bawalah semua kuda itu kembali kepadaku”. Lalu ia potong kaki dan leher kuda itu (QS. Shad [38] : 30-33).
Syari’at dzikir pagi dan petang ini kemudian dilestarikan dalam al-Qur`an. Allah swt sering memerintah manusia untuk berdzikir kepada-Nya di waktu pagi (ghuduw, qabla thulû’is-syams, bukratan, ibkâr, isyrâq,) dan sore (âshâl, qabla ghurûbiha, ashîlan, ‘asyiy). Rujuk misalnya QS. al-A’raf [7] : 205, Thaha [20] : 130, an-Nur [24] : 36-37, al-Ahzab [33] : 42, Shad [38] : 18, Ghafir [40] : 55, al-Fath [48] : 9 dan al-Insan [76] : 25. Maksud dari ayat-ayat itu adalah perintah untuk beribadah sepanjang hari dari sejak pagi sampai sore, atau shalat wajib dan sunat di antara waktu-waktu itu, dan yang paling pokok adalah berdzikir khusus di waktu pagi dan sore. Disebut yang paling pokok karena memang Nabi saw memberi contoh dzikir-dzikir khusus untuk waktu pagi dan sore. Al-Hafizh Ibn Hajar dalam hal ini menjelaskan, waktu pagi yang dimaksud oleh istilah al-Qur`an dan hadits adalah dari sejak shubuh sampai menjelang zhuhur. Sementara sore adalah dari sejak shalat ‘ashar sampai menjelang tidur. Itu berarti dzikir-dzikir pagi dan sore bisa diamalkan setiap ba’da shalat shubuh dan dluha untuk waktu pagi, dan ba’da shalat ‘ashar, maghrib, dan isya untuk waktu sore, tepatnya sesudah bacaan dzikir/wirid ba’da shalat wajib. Bisa juga menyengajakan diri di luar moment shalat untuk duduk berdzikir sebagaimana halnya dzikir wiridan.
Semua amal yang dijelaskan di atas merupakan amal nyata dari syukur. Jika rutin diamalkan maka nikmat pasti akan bertambah. Sebaiknya jika sering sengaja ditinggalkan, maka siksa Allah swt sungguh sangat dahsyat. Wal-‘Llahu a’lam