Kebangsaan

Palestina Terluka oleh Bangsa Sendiri

Palestina Terluka oleh Bangsa Sendiri

Pernyataan resmi Presiden Otoritas Palestina (Palestinian Authority/PA), Mahmoud Abbas, yang meminta HAMAS menyerah adalah gambaran nyata bagaimana beratnya perjuangan bangsa Palestina melawan penjajah Israel. Mereka bukannya saling mendukung melawan penjajah, malah Pemerintahan yang diakuinya menyalahkan para pejuang yang melawan penjajahan Israel. Sudah nyata biang kerok dari semuanya adalah kebengisan Israel sang penjajah, malah yang disalahkan HAMAS para pejuang pembela rakyat.

Pernyataan itu disampaikan Mahmoud Abbas saat pembukaan sidang ke-32 Dewan Pusat Palestina, di Ramallah, Rabu (23/04/2025). Ia menuntut penyerahan tawanan Israel yang ditahan oleh HAMAS, dengan menggunakan bahasa tidak pantas, menggambarkan HAMAS sebagai “anak anjing”. Dalam pidato yang disampaikan hampir satu jam tersebut, Mahmoud Abbas dengan kasar meminta HAMAS menyerahkan sepenuhnya kewenangan pemerintahan Gaza kepada Otoritas Palestina. Menurutnya tidak boleh di satu negara ada dua pihak yang memegang senjata. Yang berwenang memegang senjata itu hanya satu, yakni pemerintahan resmi.

Pernyataan keras Otoritas Palestina tersebut menggambarkan semrawutnya perjuangan bangsa Palestina. Rakyat yang berjuang melawan penjajah disalahkan, sementara penjajah yang secara membabi buta membunuh rakyat Palestina dibenarkan. Sejak meletusnya kembali perang Israel-Palestina di Gaza pada 7 Oktober 2023, tidak pernah ada kecaman resmi dari Otoritas Palestina kepada Israel. Baru setelah berlangsung 18 bulan perang, kecaman resmi dikeluarkan oleh Otoritas Palestina, tetapi malah ditujukan kepada para pejuang, bukannya kepada penjajah.

Pernyataan sesat Otoritas Palestina tersebut kontan saja mendapatkan kecaman keras umat Islam, termasuk umat manusia secara keseluruhan, sebab faktanya hari ini yang mendukung Palestina bukan hanya dari umat Islam, melainkan juga dari umat luar Islam. Jika selama puluhan tahun sebelum teknologi media berkembang pesat seperti saat ini, narasi resmi dari Israel dan Barat selalu menyatakan bahwa Israel adalah negara yang berhasil merdeka dari penjajahan bangsa Arab untuk memenuhi titah suci merebut kembali tanah suci bangsa Israel (Eretz Israel), maka hari ini narasi resmi Israel tersebut jelas terbantahkan. Faktanya yang terjadi sejak 15 Mei 1948—selepas Israel memproklamirkan diri pada 14 Mei 1948—adalah pembersihan etnis Palestina; penjajahan, pembantaian, perampasan, dan pengusiran rakyat Palestina dari tanah air mereka. Sebuah peristiwa yang kemudian dikenang sebagai nakbah (bencana, malapetaka, kemalangan) oleh bangsa Palestina dan diperingati pada tanggal 15 Mei setiap tahunnya.

Keberadaan Otoritas Palestina itu sendiri dari sejak awal diresmikannya pada 1993 sudah banyak dikecam oleh para ulama internasional. Itu disebabkan pergeseran ideologi para pemegang kekuasaannya dari yang semula membebaskan Palestina dari penjajahan Israel, menjadi membenarkan penjajahan Israel atas bangsa Palestina sekaligus pembagian kekuasaan atas wilayah Palestina antara Israel dan Otoritas Palestina.

Padahal kedudukan Otoritas Palestina itu sendiri dari sejak 32 tahun silam tidak pernah disetujui oleh Israel dan PBB. Maka dari itu sampai hari ini PBB hanya mengakui Israel sebagai negara sah dan tidak mengakui Palestina. Meski sejumlah negara Asia-Afrika dan sebagian Eropa sudah mengakui Palestina sebagai negara sah, akan tetapi hak veto dari AS dan Inggris di Dewan Keamanan PBB masih menjegal pengakuan akan negara Palestina. Status Palestina hanya sebagai negara non-anggota (non-member observer state) PBB melalui Resolusi Majelis Umum PBB No. 67/19 pada 29 November 2012 dimana Indonesia sebagai co-sponsor resolusi sebagaimana halnya Vatikan.

Sebagaimana dilansir oleh portal kemlu.go.id hingga 14 September 2015, tercatat 136 negara dari 193 anggota PBB telah mengakui Palestina sebagai negara. Mayoritas adalah negara-negara kecil dari benua Asia, Afrika, dan Amerika Selatan. Negara-negara besar Asia, Eropa dan Amerika mayoritasnya menolak. Mereka di antaranya adalah Israel, Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Italia, Perancis, Spanyol, Kanada, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru. Jadinya “cinta bertepuk sebelah tangan”. Otoritas Palestina mengakui Israel, tetapi Israel dan negara-negara pendukungnya di PBB sendiri tidak mengakui Palestina.

Semula mereka yang saat ini berkuasa di Otoritas Palestina adalah para pejuang yang menghendaki hengkangnya Israel dari bumi Palestina. Pada 1964, melalui Muktamar Umum Rakyat Palestina didirikan sebuah aliansi perjuangan Palestina bernama PLO (Palestine Liberation Organization/Organisasi Pembebasan Palestina). PLO menggalang dukungan dari negara-negara Arab untuk melancarkan perlawanan bersenjata kepada Israel pada tahun 1967. Mereka kemudian menggempur Israel dalam perang enam hari. Akan tetapi kedigdayaan militer Israel belum bisa dikalahkan oleh bangsa-bangsa Arab. Bahkan setelah perang, wilayah kekuasaan Israel menjadi bertambah. Ketika itu Israel berhasil menguasai seluruh Palestina; Jerusalem, Tepi Barat, dan Jalur Gaza, plus Dataran Tinggi Golan milik Suriah dan Semenanjung Sinai milik Mesir. PBB kemudian mengeluarkan Resolusi No. 242 pada 22 November 1967 yang mengharuskan Israel keluar dari seluruh wilayah yang diduduki dalam perang 1967, yaitu Jerusalem Timur, Tepi Barat, Jalur Gaza, Golan dan Sinai. Padahal Resolusi PBB sebelumnya No. 181 Tahun 1947 hanya memberi 57 persen saja untuk bangsa Israel. Dengan adanya Resolusi 242 ini, maka penjajahan Israel atas 80% bumi Palestina dinyatakan sah. Palestina jadi hanya tinggal menyisakan Tepi Barat dan Jalur Gaza yang terpisah jarak sejauh 115 km, tersekat oleh wilayah pendudukan Israel.

PLO merupakan himpunan sembilan faksi perjuangan rakyat Palestina yang kesemuanya berideologi nasionalisme; menghendaki negara untuk bangsa Palestina karena dasar kebangsaan saja. Setelah kekalahan dalam perang 1967 mereka malah melunak siap berkompromi dengan Israel hanya demi mendapatkan kekuasaan atas negara Palestina saja. Perjuangan mereka bukan dilandasi semangat perjuangan Islam untuk merebut tanah warisan leluhur umat Islam dari bangsa Israel. Faksi terbesarnya adalah Fatah yang dipimpin oleh Mahmoud Abbas dan saat ini menjadi Presiden Palestina meski belum kunjung mendapat pengakuan dari PBB.

Ideologi yang dianut oleh Fatah dan faksi-faksi lainnya di PLO ini tentu berbeda secara diametral dengan ideologi kelompok pejuang Islam Palestina yang menghendaki jihad melawan Israel. Kelompok-kelompok pejuang Islam itu di antaranya adalah Ikhwanul Muslimin (cabang dari Ikhwanul Muslimin Mesir), Jihad Islam (1980), dan Mujahidun Filisthiniyyun (1982). Pada tahun 1987 mereka melancarkan intifadlah (perlawanan); sebuah gerakan rakyat yang spontan dan hanya mengandalkan senjata batu dan parang melawan tentara Israel yang dipersenjatai dengan canggih. Intifadlah ini muncul dipicu oleh pembunuhan enam orang anak-anak Palestina secara biadab oleh tentara Israel.

Para pemuda yang bergerak dalam Intifadlah tersebut kemudian mengorganisasikan diri dalam sebuah gerakan baru yang dideklarasikan oleh Syaikh Ahmad Yasin pada 14 Desember 1987 dengan nama HAMAS (Harakah Muqawamah al-Islamiyyah/Gerakan Perlawanan Islam). HAMAS terlibat aktif dalam gerakan Intifadlah yang berlangsung selama enam tahun; 1987-1993. Intifadlah berhenti seiring Kesepakatan Oslo (The Oslo Accord) yang ditandatangani oleh Yaser Arafat dan Yitsak Rabin pada 13 September 1993 di Washington DC, AS. Inti kesepakatan itu adalah rakyat Palestina menghentikan perlawanan terhadap Israel, Israel menarik pasukannya dari wilayah Tepi Barat dan Gaza, dan PLO membentuk Otorita Palestina (Palestinian Authority) guna menyiapkan pemerintahan resmi di Palestina melalui Pemilihan Umum.

Kesepakatan Oslo memancing reaksi umat Islam di dunia. Selain HAMAS di Palestina yang menolak kesepakatan tersebut, para ulama internasional pun mengutuk keras langkah PLO tersebut. Sebut misalnya Syaikh al-Utsaimin dan Aidl al-Qarni, yang bersama-sama dengan ulama lainnya menandatangani petisi yang berisi protes keras kepada PLO, sebab itu berarti sebuah pengakuan akan keberadaan Israel yang tidak punya hak sedikit pun untuk menguasai tanah Palestina.

Al-Qur`an sendiri dari sejak lama sudah mengajarkan bahwa menghadapi penjajah harus dengan jihad senjata. Umat Islam harus berada di atas penjajah, bukan sebaliknya, sebab faktanya penjajah rentan mengkhianati kesepakatan. Ketika janji penjajah tidak kunjung dipenuhi, semestinya harus dilancarkan perlawanan menyeluruh sekuat tenaga karena pertolongan Allah swt pasti datang di balik jihad, bukan di balik kompromi busuk dengan penjajah.

إِنَّ شَرَّ ٱلدَّوَآبِّ عِندَ ٱللَّهِ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ فَهُمۡ لَا يُؤۡمِنُونَ  ٥٥ ٱلَّذِينَ عَٰهَدتَّ مِنۡهُمۡ ثُمَّ يَنقُضُونَ عَهۡدَهُمۡ فِي كُلِّ مَرَّةٖ وَهُمۡ لَا يَتَّقُونَ  ٥٦ فَإِمَّا تَثۡقَفَنَّهُمۡ فِي ٱلۡحَرۡبِ فَشَرِّدۡ بِهِم مَّنۡ خَلۡفَهُمۡ لَعَلَّهُمۡ يَذَّكَّرُونَ  ٥٧ وَإِمَّا تَخَافَنَّ مِن قَوۡمٍ خِيَانَةٗ فَٱنۢبِذۡ إِلَيۡهِمۡ عَلَىٰ سَوَآءٍۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡخَآئِنِينَ  ٥٨

Sesungguhnya binatang (makhluk) yang paling buruk di sisi Allah ialah orang-orang yang kafir, karena mereka itu tidak beriman. (Yaitu) orang-orang yang kamu telah mengambil perjanjian dari mereka, sesudah itu mereka mengkhianati janjinya pada setiap kalinya, dan mereka tidak takut (akibat-akibatnya). Jika kamu menemui mereka dalam peperangan, maka cerai beraikanlah orang-orang yang di belakang mereka dengan (menumpas) mereka, supaya mereka mengambil pelajaran. Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat (QS. al-Anfal [8] : 55-58).

Dalam ayat-ayat berikutnya, Allah swt menyatakan lebih tegas lagi:

وَإِن نَّكَثُوٓاْ أَيۡمَٰنَهُم مِّنۢ بَعۡدِ عَهۡدِهِمۡ وَطَعَنُواْ فِي دِينِكُمۡ فَقَٰتِلُوٓاْ أَئِمَّةَ ٱلۡكُفۡرِ إِنَّهُمۡ لَآ أَيۡمَٰنَ لَهُمۡ لَعَلَّهُمۡ يَنتَهُونَ  ١٢ أَلَا تُقَٰتِلُونَ قَوۡمٗا نَّكَثُوٓاْ أَيۡمَٰنَهُمۡ وَهَمُّواْ بِإِخۡرَاجِ ٱلرَّسُولِ وَهُم بَدَءُوكُمۡ أَوَّلَ مَرَّةٍۚ أَتَخۡشَوۡنَهُمۡۚ فَٱللَّهُ أَحَقُّ أَن تَخۡشَوۡهُ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ  ١٣ قَٰتِلُوهُمۡ يُعَذِّبۡهُمُ ٱللَّهُ بِأَيۡدِيكُمۡ وَيُخۡزِهِمۡ وَيَنصُرۡكُمۡ عَلَيۡهِمۡ وَيَشۡفِ صُدُورَ قَوۡمٖ مُّؤۡمِنِينَ  ١٤ وَيُذۡهِبۡ غَيۡظَ قُلُوبِهِمۡۗ وَيَتُوبُ ٱللَّهُ عَلَىٰ مَن يَشَآءُۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ  ١٥

Jika mereka merusak sumpah (janji)nya sesudah mereka berjanji, dan mereka mencerca agamamu, maka perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir itu, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang (yang tidak dapat dipegang) janjinya, agar supaya mereka berhenti. Mengapakah kamu tidak memerangi orang-orang yang merusak sumpah (janjinya), padahal mereka telah keras kemauannya untuk mengusir Rasul dan merekalah yang pertama mulai memerangi kamu? Mengapakah kamu takut kepada mereka padahal Allah-lah yang berhak untuk kamu takuti, jika kamu benar-benar orang yang beriman. Perangilah mereka, niscaya Allah akan menghancurkan mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman, dan menghilangkan panas hati orang-orang mukmin. Dan Allah menerima taubat orang yang dikehendaki-Nya. Allah maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (QS. at-Taubah [9] : 12-15).

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button