Enggan Mengisi Ceramah karena Amplop Kecil

Enggan Mengisi Ceramah karena Amplop Kecil
Ustadz, bagaimana hukum seorang penceramah agama yang menentukan tarif? Bagaimana juga hukum seorang penceramah yang tidak mau mengisi ceramah karena amplopnya kecil? 0852-2165-xxxx
Para penceramah agama dan pengajar al-Qur`an termasuk pekerja profesional yang berhak mendapatkan upah. Nabi saw bersabda kepada seorang shahabat yang diberi upah 30 ekor kambing setelah meruqyah dengan al-Fatihah:
إِنَّ أَحَقَّ مَا أَخَذْتُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا كِتَابُ اللَّهِ
Sungguh, upah yang paling berhak kamu ambil adalah dari mengajarkan/meruqyahkan kitab Allah (Shahih al-Bukhari bab as-syarth fir-ruqyah no. 5737).
Maka dari itu berlaku semua ketentuan syari’at dan adat terkait perupahan untuk para penceramah dan pengajar agama sebagaimana berlaku pada sektor pekerjaan lainnya. Faktor kepantasan dan kelayakan yang diukurkan pada kualitas penceramah sekaligus kemampuan jama’ah tentunya dapat dijadikan pertimbangan. Hal ini tidak bertentangan dengan ajaran al-Qur`an yang dijadikan kode etik oleh para Nabi as:
وَمَآ أَسۡأَلُكُمۡ عَلَيۡهِ مِنۡ أَجۡرٍۖ إِنۡ أَجۡرِيَ إِلَّا عَلَىٰ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ١٠٩
Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan-ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam (QS. as-Syu’ara` [26] : 109, 127, 145, 164, 180).
Maksud ayat ini jangan sampai dakwah menjadi transaksional. Jika diberi bayaran upah apalagi besar, maka tema dakwah bisa disesuaikan dengan pesanan pemberi upah, atau bahkan bisa dihentikan demi menyenangkan pemberi upah. Maka dari itu jika sampai seorang penceramah menentukan tarif maka hukumnya haram berdasarkan ayat di atas.
Pertimbangan siap dan tidak siap mengajar agama harus murni berdasarkan pertimbangan kewajiban dan kemampuan. Apakah ceramah dan mengajar itu wajib dilakukan oleh penceramah yang bersangkutan atau tidak wajib. Kemudian apakah ceramah dan mengajar agama tersebut mampu ia lakukan atau tidak.
Ceramah dan mengajar wajib dilakukan oleh setiap penceramah kepada keluarga dan lingkungan terdekatnya. Jika seorang penceramah atau pengajar agama menolak berceramah dan mengajar kepada mereka berarti ia berdosa karena meninggalkan kewajiban. Meskipun ia tidak mendapatkan upah atas ceramah dan mengajarnya itu. Hal ini berdasarkan firman Allah swt:
وَأَنذِرۡ عَشِيرَتَكَ ٱلۡأَقۡرَبِينَ ٢١٤ وَٱخۡفِضۡ جَنَاحَكَ لِمَنِ ٱتَّبَعَكَ مِنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ ٢١٥
Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat, dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman (QS. as-Syu’ara` [26] : 214-215).
Sementara itu ceramah dan mengajar kepada mereka yang di luar lingkungan terdekatnya hukumnya tidak wajib ‘ain, maka dari itu dikembalikan kepada kemampuan. Jika seorang da’i mampu maka dianjurkan untuk berceramah dan mengajar, dan jika tidak mampu maka tidak jadi soal. Kemampuan itu pun pasti terkait dengan upah yang diterima. Jika ia mampu mengamalkannya meski tidak mendapatkan upah atau sebatas menerima dalam jumlah yang kecil, maka dianjurkan untuk menjalaninya. Jika tidak mampu maka tidak berdosa jika sampai tidak menyanggupinya.
Tentunya perlu dipertimbangkan juga kemampuan objek dakwahnya. Jika jama’ah objek dakwah tidak berkemampuan ekonominya, maka dianjurkan untuk bisa berceramah dan mengajar kepada mereka meski tidak sampai rutin. Tetapi jika jama’ah objek dakwah berkemampuan ekonomi yang baik, dan ternyata mereka tidak memberikan upah yang layak, maka tidak berdosa menolak untuk mengisi dakwah di jama’ah yang bersangkutan karena memang statusnya tidak wajib. Wal-‘Llahu a’lam.