Kebenaran vs Kebenaran Baru

Ada dua versi kebenaran yang hari ini hadir di tengah-tengah masyarakat; kebenaran dan kebenaran baru. Kebenaran didasarkan pada fakta dan teruji ilmiah, sementara kebenaran baru didasarkan pada persepsi dan terbentuk oleh framing (pengemasan). Kebenaran diajarkan oleh ulama, ilmuwan, dan pers yang bertanggung jawab, sementara kebenaran baru diajarkan oleh buzzer, influencer, dan oligarki yang tidak bertanggung jawab. Celakanya mayoritas masyarakat lebih percaya pada kebenaran baru yang mudah dicerna daripada kebenaran sejati yang lebih susah dipahami. Inilah jahiliyyah model baru.
Istilah “kebenaran baru” (post-truth) dipopulerkan kembali oleh Dahlan Iskan, Pemimpin media Jawa Pos dan mantan Menteri BUMN era SBY dalam salah satu orasi ilmiahnya pada Mei 2023 silam. Ia bahkan berani berseloroh bahwa pendakwah sudah kalah oleh buzzer, sehingga Fakultas Dakwah di Perguruan Tinggi Islam mungkin harus diganti menjadi Fakultas Buzzer agar bisa bersaing pengaruh dengan buzzer.
Buzzer adalah orang yang melakukan buzz; berdengung, mengaum, bising. Ia adalah seseorang yang bekerja untuk mendengungkan (buzz) pesan atau pandangan tertentu mengenai persoalan, gagasan, atau merk, agar terlihat sealami mungkin. Buzzer berupaya memengaruhi opini publik agar sejalan dengan pandangan yang ingin mereka lumrahkan. Buzzer ada yang menggunakan akun-akun bodong atau siluman (sockpuppet); ada juga yang menggunakan akun-akun influencer (orang yang berpengaruh di media sosial) dengan memenuhi komentarnya; dan ada juga yang menggunakan keduanya.
Buzzer menerima imbalan berupa uang yang dihitung berdasarkan jumlah postingan. Ada juga yang imbalannya berupa jabatan komisaris, jejaring sosial, atau patronasi (kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang untuk membuat perjanjian dalam suatu kontrak kerja). Buzzer yang terlibat dalam penyebaran pandangan yang menyangkut pemilu, partai politik, serta kebijakan pemerintah yang berdampak pada publik, kerap disebut sebagai buzzer politik (wikipedia).
Meski demikian, menurut Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG) yang pada tahun 2017 pernah melakukan riset soal sejarah buzzer secara keseluruhan di Indonesia, tidak semua buzzer bekerja karena adanya imbalan. Ada juga yang motifnya sukarela didorong oleh ideologi atau rasa kepuasan tertentu terhadap suatu produk dan jasa (tirto).
Sementara influencer adalah orang yang memiliki pengaruh besar terhadap banyak orang, terutama di media sosial. Influencer sering membagikan konten yang menginspirasi, menghibur, dan informatif. Seseorang dikategorikan influencer jika memiliki pengikut di media sosial setidaknya 10 ribu orang meski levelnya masih mikro. Influencer yang premium pengikutnya satu juta ke atas. Influencer dapat bekerja sama dengan brand untuk mempromosikan produk mereka. Banyak juga dari mereka yang bekerja untuk mempromosikan satu tokoh atau partai politik tertentu.
Produsen utama dari “kebenaran baru” adalah oligarki. Mereka adalah para penyewa buzzer dan influencer. Oligarki adalah bentuk pemerintahan di mana kekuasaan politik dan ekonomi dikendalikan oleh sekelompok kecil individu atau golongan elit. Istilah “oligarki” berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu “oligos” yang berarti “sedikit” dan “arkhein” yang berarti “memerintah”. Dalam konteks modern, oligarki sering merujuk pada penguasaan oleh sekelompok kecil orang atau entitas yang memiliki kekuatan signifikan atas sumber daya, ekonomi, dan kebijakan negara. Mereka adalah para penguasa yang berkongsi dengan para pengusaha untuk melanggengkan kekuasaan politik dan bisnis mereka.
Oligarki ini tentunya tidak hanya menyewa buzzer dan influencer untuk menciptakan “kebenaran baru”, tetapi menggandeng juga para ulama, ilmuwan, dan tokoh masyarakat yang sepaham dalam upaya menciptakan “kebenaran baru” untuk melawan “kebenaran” yang sebenarnya.
Fenomena Pilpres 2024 silam yang berhasil meloloskan Gibran sebagai Wakil Presiden dan kemudian disambut dengan suara penolakan dari para Guru Besar di hampir seluruh Perguruan Tinggi negeri ini menggambarkan dengan jelas bagaimana pertarungan antara “kebenaran” dengan “kebenaran baru”. Meski akhirnya sudah bisa ditebak dari sejak awal dan sudah diketahui hari ini; “kebenaran baru” memenangkan pertarungan mengalahkan “kebenaran” itu sendiri.
Pertarungan wacana “Palestina vs Israel” selama 1,5 tahun terakhir juga merupakan pertarungan antara “kebenaran dan kebenaran baru”. Meski mayoritas masyarakat Indonesia masih ada di pihak “kebenaran”, tetapi dalam konteks dunia, “kebenaran” Palestina masih saja dikalahkan oleh “kebenaran baru” Israel. “Kebenaran baru” versi Israel itu sampai hari ini juga masih sedang dipaksakan terus ke tengah-tengah masyarakat Indonesia agar Indonesia berubah haluan mengikuti beberapa negara Timur Tengah yang kemudian mengakui “kebenaran baru” Israel.
Pertarungan “kebenaran vs kebenaran baru” yang hari ini nyata dirasakan masyarakat adalah persoalan pagar laut yang dibuat oleh pengembang Pantai Indah Kapuk 2 dan sejumlah Proyek Strategis Nasional (PSN) lainnya yang seringkali mengorbankan masyarakat kecil. Dapat dibedakan dengan jelas mana yang berpihak pada kebenaran dan fakta ilmiah, serta mana yang berpihak pada kebenaran baru yang dibangun tidak berdasar fakta ilmiah, melainkan sekadar framing untuk membangun persepsi bahwa sesuatu objek itu benar meskipun banyak fakta yang membuktikannya salah.
Umat Islam diharamkan Allah swt untuk menjadi buzzer dan influencer yang bekerja untuk oligarki dalam memproduk kebenaran-kebenaran baru, sebab kebenaran itu sudah pasti sumbernya; wahyu Allah swt. Apa yang sesuai ajaran wahyu maka benar, dan yang menyimpang pasti salah meski di-framing sebagai kebenaran baru. Demikian juga diharamkan untuk terpengaruh oleh para buzzer dan influencer dengan mengikuti kebenaran baru yang mereka ciptakan. Termasuk mengikuti ulama, cendekiawan, dan tokoh-tokoh masyarakat yang ikut-ikutan menjadi buzzer karena imbalan kekuasaan dan kekayaan.
ٱلۡحَقُّ مِن رَّبِّكَ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ ٱلۡمُمۡتَرِينَ ١٤٧
Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu (QS. al-Baqarah [2] : 147).
Kebenaran baru adalah kesesatan yang dipersepsikan baik. Persepsi itu dasarnya bukan ilmu. Yang tidak berdasar ilmu disebut oleh al-Qur`an dengan ahwa (hawa nafsu).
…وَإِنَّ كَثِيرٗا لَّيُضِلُّونَ بِأَهۡوَآئِهِم بِغَيۡرِ عِلۡمٍۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعۡلَمُ بِٱلۡمُعۡتَدِينَ ١١٩
…Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar-benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas (QS. al-An’am [6] : 119).
Jika kebenaran selalu dikalahkan kebenaran baru, pasti hanya akan berujung kerusakan di langit dan bumi.
وَلَوِ ٱتَّبَعَ ٱلۡحَقُّ أَهۡوَآءَهُمۡ لَفَسَدَتِ ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلۡأَرۡضُ وَمَن فِيهِنَّۚ بَلۡ أَتَيۡنَٰهُم بِذِكۡرِهِمۡ فَهُمۡ عَن ذِكۡرِهِم مُّعۡرِضُونَ ٧١
Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan (Al-Qur`an) mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu (QS. al-Mu`minun [23] : 71).
Mereka yang memproduk kebenaran baru disebutkan al-Qur`an sebagai kongsi-kongsi setan sebab mereka telah berkongsi dengan setan untuk membungkus kesesatan menjadi indah.
وَكَذَٰلِكَ جَعَلۡنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوّٗا شَيَٰطِينَ ٱلۡإِنسِ وَٱلۡجِنِّ يُوحِي بَعۡضُهُمۡ إِلَىٰ بَعۡضٖ زُخۡرُفَ ٱلۡقَوۡلِ غُرُورٗاۚ وَلَوۡ شَآءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُۖ فَذَرۡهُمۡ وَمَا يَفۡتَرُونَ ١١٢
Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan (QS. al-An’am [6] : 112).
Orang-orang yang bekerja sebagai buzzer dan influencer yang memproduk kebenaran baru disebut al-Qur`an sebagai orang-orang munafiq. Allah swt menceritakan sifat mereka secara gamblang di bagian awal surat al-Baqarah:
وَإِذَا قِيلَ لَهُمۡ لَا تُفۡسِدُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ قَالُوٓاْ إِنَّمَا نَحۡنُ مُصۡلِحُونَ ١١ أَلَآ إِنَّهُمۡ هُمُ ٱلۡمُفۡسِدُونَ وَلَٰكِن لَّا يَشۡعُرُونَ ١٢
Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi“. Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan“. Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar (QS. al-Baqarah [2] : 11-12).
وَإِذَا قِيلَ لَهُمۡ ءَامِنُواْ كَمَآ ءَامَنَ ٱلنَّاسُ قَالُوٓاْ أَنُؤۡمِنُ كَمَآ ءَامَنَ ٱلسُّفَهَآءُۗ أَلَآ إِنَّهُمۡ هُمُ ٱلسُّفَهَآءُ وَلَٰكِن لَّا يَعۡلَمُونَ ١٣
Apabila dikatakan kepada mereka: “Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman“. Mereka menjawab: “Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?” Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh; tetapi mereka tidak tahu (QS. al-Baqarah [2] : 13).
وَإِذَا لَقُواْ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قَالُوٓاْ ءَامَنَّا وَإِذَا خَلَوۡاْ إِلَىٰ شَيَٰطِينِهِمۡ قَالُوٓاْ إِنَّا مَعَكُمۡ إِنَّمَا نَحۡنُ مُسۡتَهۡزِءُونَ ١٤ ٱللَّهُ يَسۡتَهۡزِئُ بِهِمۡ وَيَمُدُّهُمۡ فِي طُغۡيَٰنِهِمۡ يَعۡمَهُونَ ١٥
Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: “Kami telah beriman“. Dan bila mereka kembali kepada setan-setan mereka, mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok“. Allah akan (membalas) olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka (QS. al-Baqarah [2] : 13).
Ayat-ayat di atas jelas menyebut orang-orang munafiq sebagai orang-orang yang pandai membungkus kerusakan dengan “kebaikan”, memberikan stigma negatif kepada orang-orang yang benar sebagai orang-orang bodoh, dan bekerja sama dengan setan-setan mereka untuk mengolok-olok dan mempermainkan nilai-nilai kebenaran sehingga masyarakat terombang-ambing dalam kesesatan. Wal-‘Llahul-Musta’an