
Kegiatan memancing di kolam seringkali disertai dengan pembayaran tertentu yang sama bagi seluruh pemancingnya tetapi kemudian mendapatkan hasil yang berbeda-beda? Apakah model kegiatan memancing berbayar seperti itu dihalalkan? 0877-8040-xxxx
Model memancing seperti yang anda tanyakan bisa jadi halal, bisa juga haram. Halal jika pembayaran itu diperuntukkan sebagai sewa tempat dan fasilitas memancing saja atau HTM (harga tiket masuk). Sementara ikan yang diperoleh dari hasil pemancingan kemudian diberlakukan akad jual beli sesuai jumlah kiloan gram ikan yang diperoleh. Misalnya pemancing A 5 kg, pemancing B 3 kg, dan pemancing C 1 kg. Ketiga pemancing tersebut membayar harga ikan sesuai hasil kiloan gram yang diperolehnya tersebut. Jika harga 1 kg Rp. 30.000,- berarti pemancing A harus membayar Rp. 150.000,-, pemancing B membayar Rp. 90.000,-, dan pemancing C Rp. 30.000,-. Pembayaran untuk ikan itu di luar pembayaran HTM di awal.
Demikian halnya halal jika model pembayarannya seperti di atas yakni sebagai sewa tempat dan fasilitas atau untuk konsumsi, kemudian ikan yang diperoleh oleh masing-masing pemancing itu diakadkan shadaqah, hibah, atau hadiah dari penyelenggara. Model memancing seperti ini diselenggarakan hanya sebagai hiburan semata dari penyelenggara kegiatan.
Kegiatan memancing berbayar bisa menjadi haram jika pembayaran itu diperuntukkan sewa tempat sekaligus membeli ikan yang dipancing di kolam, terlepas dari berapa banyak ikan yang kemudian diperoleh. Model seperti ini termasuk menggabungkan dua akad dalam satu akad, yakni satu akad bayar, tetapi untuk sewa (pinjam) dan beli sekaligus. Model akad seperti ini dilarang karena termasuk gharar (gambling/tidak pasti). Dari sekian pemancing yang membayar uang sewa tempat dan sekaligus diperbolehkan langsung memiliki ikan yang dipancingnya, ada gharar dalam hal ikan yang diperolehnya. Ada pemancing yang mendapatkan ikan lebih banyak dari harga sewanya, dan jika jumlah mereka banyak pasti akan merugikan pemilik kolam pemancingan. Ada juga pemancing yang mendapatkan ikan lebih sedikit dari harga sewanya atau bahkan tidak mendapatkan ikan yang dipancingnya. Yang seperti ini merugikan pemancingnya. Unsur gharar seperti ini otomatis menjadikan akad berbayar dalam kegiatan memancingnya menjadi haram.
Kegiatan memancing berbayar juga bisa menjadi haram jika pembayaran yang dimaksud untuk membeli atau menyediakan ikan yang akan dipancing oleh sesama pemancing. Semua pemancing diharuskan membayar nominal yang sama untuk menyediakan ikan sebanyak 30 kg misalnya. Kemudian ikan yang akan dimiliki oleh masing-masingnya tergantung hasil pemancingan masing-masing. Maka pastinya hasil memancingnya akan berbeda-beda. Ada yang akan memperoleh 5 kg, 4 kg, 3 kg, 1 kg, atau bahkan ada yang sama sekali tidak memperoleh ikan satu pun. Model memancing berbayar seperti ini masuk pada kategori judi karena masing-masingnya membayar di muka dalam nominal yang sama tetapi kemudian mendapatkan hasil yang berbeda-beda; ada yang untung dan ada yang buntung.
Kegiatan memancing yang termasuk judi sebagaimana dijelaskan di atas juga sering dipraktikkan dalam kegiatan perlombaan memancing atau populer dengan sebutan galatama. Unsur haramnya karena karena masing-masing peserta membayar dalam jumlah nominal yang sama tetapi kemudian mendapatkan hasil yang berbeda-beda tergantung pada ketangkasan dan keberuntungan semata.
Dikecualikan tentunya jika perlombaan itu memberlakukan pembayaran bukan untuk hadiah atau ikan yang kemudian akan dimiliki oleh pemancing, melainkan sebatas untuk sewa tempat, konsumsi, dan atau transportasi. Sementara ikan dan hadiah disediakan oleh penyelenggara dari pihak lain yang tidak terlibat kegiatan memancing sebagai hadiah atau hibah dari para donatur tersebut.
Larangan menggabungkan dua akad dalam satu akad atau secara khusus menggabungkan akad sewa dan beli disabdakan Nabi saw sebagai berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: نَهَى رَسُولُ اللهِ ﷺ عَنْ بَيْعَتَيْنِ فِي بَيْعَةٍ
Dari Abu Hurairah ra ia berkata: “Rasulullah saw melarang dua transasksi dalam satu transaksi.” (Sunan at-Tirmidzi bab an-nahyi ‘an bai’ataini fi bai’atin no. 1231)
لاَ يَحِلُّ سَلَفٌ وَبَيْعٌ وَلاَ شَرْطَانِ فِى بَيْعٍ وَلاَ رِبْحُ مَا لَمْ تَضْمَنْ وَلاَ بَيْعُ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ
Tidak halal pinjam dan beli, dua syarat dalam satu transaksi, keuntungan yang belum terjamin, dan menjual yang tidak kamu miliki (Sunan Abi Dawud bab fir-rajul yabi’ ma laisa ‘indahu no. 3506; Sunan at-Tirmidzi bab karahiyah bai’ ma liasa ‘indahu no. 1234)
Wal-‘Llahu a’lam