Keluarga

Kewajiban Memberi Nafkah Anak dari Zina

Menyambung dari pertanyaan sebelumnya, apakah status anak dari zina tidak boleh dinasabkan kepada ayah kandungnya? Siapa yang wajib memberinya nafkah? Lalu bagaimana dengan status warisnya? Selanjutnya apakah hak upah untuk ibunya sampai anaknya baligh ataukah sampai menikah? 0813-1942-xxxx

Jika perselingkuhan dilakukan ketika perempuan menjadi istri sah dari seorang suami, maka anaknya dinasabkan kepada suami sah dari ibunya, sebagaimana Nabi saw sabdakan:

الْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ وَلِلْعَاهِرِ الْحَجَرُ

Anak itu untuk yang punya kasur (suami sah ibunya), dan untuk pezina dirajam (Shahih al-Bukhari kitab al-buyu’ bab tafsir al-musyabbahat no. 2053).

Terkecuali jika suami ibunya tidak mengakui anak tersebut dan menceraikan ibunya, maka dikembalikan pada wujud fisik anak tersebut lebih mirip ke siapa; apakah ke suami ibunya ataukah selingkuhan ibunya. Untuk konteks hari ini bisa dengan tes DNA. Dalam kasus li’an dimana suami menuduh istrinya berzina dan tidak mengakui anak yang dikandungnya sebagai anaknya, Nabi saw bersabda:

أَبْصِرُوهَا فَإِنْ جَاءَتْ بِهِ أَبْيَضَ سَبِطًا قَضِىءَ الْعَيْنَيْنِ فَهُوَ لِهِلاَلِ بْنِ أُمَيَّةَ وَإِنْ جَاءَتْ بِهِ أَكْحَلَ جَعْدًا حَمْشَ السَّاقَيْنِ فَهُوَ لِشَرِيكِ ابْنِ سَحْمَاءَ. قَالَ فَأُنْبِئْتُ أَنَّهَا جَاءَتْ بِهِ أَكْحَلَ جَعْدًا حَمْشَ السَّاقَيْنِ

Telitilah anak itu. Jika ia berkulit putih, rambutnya lurus, dan matanya kemerah-merahan berarti ia anak Hilal ibn Umayyah (suami sah ibunya). Tetapi jika kelopak matanya kehitam-hitaman, rambutnya gimbal, dan kedua betisnya kecil berarti ia anak Syarik ibn Sahma` (selingkuhan ibunya).” Anas berkata: “Aku diberitahu bahwa ternyata anak itu kelopak matanya kehitam-hitaman, rambutnya gimbal, dan kedua betisnya kecil.” (Shahih Muslim kitab al-li’an no. 3830).

Ketentuan nafkah dan warisnya otomatis mengikuti status sah anak tersebut anak siapa; apakah anak dari suami sah ibunya ataukah dari lelaki selingkuhan ibunya. Siapapun itu yang jelas ayah sahnya yang berkewajiban memberi nafkah anaknya tersebut.

Sebagaimana difirmankan Allah swt dalam QS. at-Thalaq [65] : 6-7 kewajiban ayah memberi nafkah kepada anaknya berlaku sampai ia mampu hidup mandiri. Sementara kepada ibu yang mengurusnya, memberi upah yang wajar sebatas ketika hamil dan menyusui saja. Selepas disapih ibunya tidak lagi berhak mendapatkan upah/nafkah. Nafkah hanya wajib diberikan kepada putra kandungnya saja sampai ia berusia nikah atau mampu hidup mandiri.

وَإِن كُنَّ أُوْلَٰتِ حَمۡلٖ فَأَنفِقُواْ عَلَيۡهِنَّ حَتَّىٰ يَضَعۡنَ حَمۡلَهُنَّۚ فَإِنۡ أَرۡضَعۡنَ لَكُمۡ فَئَاتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ وَأۡتَمِرُواْ بَيۡنَكُم بِمَعۡرُوفٖۖ وَإِن تَعَاسَرۡتُمۡ فَسَتُرۡضِعُ لَهُۥٓ أُخۡرَىٰ  ٦ لِيُنفِقۡ ذُو سَعَةٖ مِّن سَعَتِهِۦۖ وَمَن قُدِرَ عَلَيۡهِ رِزۡقُهُۥ فَلۡيُنفِقۡ مِمَّآ ءَاتَىٰهُ ٱللَّهُۚ لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفۡسًا إِلَّا مَآ ءَاتَىٰهَاۚ سَيَجۡعَلُ ٱللَّهُ بَعۡدَ عُسۡرٖ يُسۡرٗا  ٧

…Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya. Hendaklah orang yang mampu, memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan (QS. at-Thalaq [65] : 6-7).

وَٱبۡتَلُواْ ٱلۡيَتَٰمَىٰ حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغُواْ ٱلنِّكَاحَ فَإِنۡ ءَانَسۡتُم مِّنۡهُمۡ رُشۡدٗا فَٱدۡفَعُوٓاْ إِلَيۡهِمۡ أَمۡوَٰلَهُمۡۖ

Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya (QS. an-Nisa` [4] : 6).

Ayat terakhir ini menunjukkan bahwa kewajiban mengurus nafkah anak berlaku sampai anak berusia nikah atau mampu hidup mandiri. Wal-‘Llahu a’lam

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button