Aqidah

Karena Iman Tidak Kunjung Naik

Meski faktanya iman terkadang turun dan naik, tetapi faktanya juga kadar iman orang beriman pasti akan selalu naik. Jadi ketika seseorang tidak kunjung naik imannya, pertanda bahwa keimanannya bermasalah. Masalahnya iman kurang bergairah karena tidak pernah tertantang untuk menaikkan kualitasnya. Padahal amal-amal shalih sudah Allah swt sediakan agar seorang mukmin selalu tertantang menaikkan kualitasnya. Iman yang tidak bergairah berujung pada kebosanan dalam beramal shalih dan Allah swt pun membalasnya dengan menghentikan rahmat dan karunia-Nya.

Iman dan amal shalih selalu disandingkan dalam berbagai ayat al-Qur`an. Sebuah pertanda bahwa keduanya ibarat dua sisi mata uang yang saling terkait dan tidak terpisahkan. Kualitas iman sangat tergantung kualitas amal shalihnya, demikian juga sebaliknya. Jika iman ingin ditingkatkan maka tingkatkan amal shalihnya. Sebaliknya jika kualitas amal memburuk maka kualitas iman pun otomatis memburuk. Atau jika iman menurun maka amal shalih pun akan menurun. Jika ingin dinaikkan kembali maka tingkatkan semangat beramal shalihnya. Keduanya saling mengisi dan menguatkan. Dalam bahasa para ulama keduanya diungkapkan dengan ungkapan:

اَلْإِيْمَانُ قَوْلٌ وَفِعْلٌ وَيَزِيدُ وَيَنْقُصُ

Iman itu perkataan dan perbuatan, serta bertambah dan berkurang (Shahih al-Bukhari muqaddimah kitab al-iman).

Al-Qur`an konsisten mengajarkan bahwa orang-orang beriman pasti akan selalu bertambah imannya, dan itu pasti karena selalu bersemangat meningkatkan kualitas amalnya.

إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ ٱلَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ ٱللَّهُ وَجِلَتۡ قُلُوبُهُمۡ وَإِذَا تُلِيَتۡ عَلَيۡهِمۡ ءَايَٰتُهُۥ زَادَتۡهُمۡ إِيمَٰنٗا وَعَلَىٰ رَبِّهِمۡ يَتَوَكَّلُونَ 

Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal (QS. al-Anfal [8] : 2).

وَإِذَا مَآ أُنزِلَتۡ سُورَةٞ فَمِنۡهُم مَّن يَقُولُ أَيُّكُمۡ زَادَتۡهُ هَٰذِهِۦٓ إِيمَٰنٗاۚ فَأَمَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ فَزَادَتۡهُمۡ إِيمَٰنٗا وَهُمۡ يَسۡتَبۡشِرُونَ  ١٢٤ وَأَمَّا ٱلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٞ فَزَادَتۡهُمۡ رِجۡسًا إِلَىٰ رِجۡسِهِمۡ وَمَاتُواْ وَهُمۡ كَٰفِرُونَ  ١٢٥

Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafiq) ada yang berkata: “Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini?” Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, dan mereka merasa gembira. Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, di samping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir (QS. at-Taubah [9] : 124-125).

وَٱلَّذِينَ ٱهۡتَدَوۡاْ زَادَهُمۡ هُدٗى وَءَاتَىٰهُمۡ تَقۡوَىٰهُمۡ  ١٧

Dan orang-orang yang mau menerima petunjuk, Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan balasan ketaqwaannya (QS. Muhammad [47] : 17).

وَلَمَّا رَءَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ ٱلۡأَحۡزَابَ قَالُواْ هَٰذَا مَا وَعَدَنَا ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥ وَصَدَقَ ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥۚ وَمَا زَادَهُمۡ إِلَّآ إِيمَٰنٗا وَتَسۡلِيمٗا  ٢٢

Dan tatkala orang-orang mukmin melihat pasukan golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata: “Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita”. Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan (QS. al-Ahzab [33] : 22).

هُوَ ٱلَّذِيٓ أَنزَلَ ٱلسَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ لِيَزۡدَادُوٓاْ إِيمَٰنٗا مَّعَ إِيمَٰنِهِمۡۗ وَلِلَّهِ جُنُودُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۚ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمٗا  ٤

Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (QS. al-Fath [48] : 4).

وَمَا جَعَلۡنَآ أَصۡحَٰبَ ٱلنَّارِ إِلَّا مَلَٰٓئِكَةٗۖ وَمَا جَعَلۡنَا عِدَّتَهُمۡ إِلَّا فِتۡنَةٗ لِّلَّذِينَ كَفَرُواْ لِيَسۡتَيۡقِنَ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ وَيَزۡدَادَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِيمَٰنٗا وَلَا يَرۡتَابَ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ وَٱلۡمُؤۡمِنُونَ

Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu (meskipun 19 malaikat saja) melainkan dari malaikat: dan tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk jadi cobaan bagi orang-orang kafir, supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab menjadi yakin dan supaya orang yang beriman bertambah imannya dan supaya orang-orang yang diberi Al Kitab dan orang-orang mukmin itu tidak ragu-ragu… (QS. al-Muddatstsir [74] : 31)

Sebagaimana terbaca dari ayat-ayat di atas, orang-orang beriman pasti tidak mengenal kamus bosan dalam hidupnya karena imannya selalu bergairah untuk selalu ditingkatkan melalui amal-amal shalih yang Allah swt tuntunkan. Merujuk ayat-ayat di atas, iman akan selalu terkerek naik ke atas melalui amal-amal berikut:

Pertama, membaca atau menyimak al-Qur`an dan menghayatinya dengan hati (QS. al-Anfal [8] : 2 dan at-Taubah [9] : 124). Allah swt menyebutkan al-Qur`an itu obat hati (QS. Yunus [10] : 57, al-Isra [17] : 82, dan Fushshilat [41] : 44), tentunya jika disertai penghayatan dengan hati. Ibarat charger, al-Qur`an akan selalu mampu mengisi battery hati sehingga selalu on sepanjang waktu, bergairah, dan bersih dari segala kotorannya. Sebaliknya orang yang selalu jaga jarak dari al-Qur`an atau kalaupun dekat tetapi hatinya tidak pernah dilibatkan, maka hati akan mengeras dan terus semakin keras (QS. al-Hadid [57] : 16) malah akan lebih keras daripada gunung batu. Gunung batu saja seandainya mampu menyimak al-Qur`an dengan baik pasti akan bergetar dan hancur (QS. al-Hasyr [59] : 21). Tetapi hati manusia yang keras, jangankan bergetar, tersentuh pun tidak, dan itu menunjukkan kekerasannya yang lebih keras daripada batu. Al-Qur`an akan membuat hati selalu tergetar dengan hidayahnya karena kandungannya yang mutasyabih; saling menguatkan dan matsani; selalu diulang-ulang dan dipasang-pasangkan (QS. az-Zumar [39] : 23). Maka sungguh keterlaluan jika hati yang membaca al-Qur`an tidak tergetar atau bahkan jaga jarak jauh sekali dari al-Qur`an.

Kedua, aktif meningkatkan ilmu dan bermajelis ilmu. Konteks ayat surat Muhammad [47] : 17 di atas adalah ketika selesai dari majelis ilmu bersama Rasulullah saw, orang-orang munafiq menyampaikan sindiran kepada orang-orang berilmu dengan mempertanyakan apa yang tadi dibahas di majelis ilmu. Melalui ayat di atas Allah swt menyatakan bahwa orang-orang yang tidak terhasut oleh orang-orang munafiq itu adalah orang-orang yang mendapatkan hidayah dan akan selalu bertambah hidayahnya. Hal itu disebabkan mereka utul-‘ilma; diberi ilmu. Maka syarat seseorang selalu bertambah iman dan hidayahnya adalah tidak lepas dari kegiatan menambah ilmu, sebab iman akan terkerek naik jika ilmunya selalu ditingkatkan sebagaimana Allah swt singgung juga dalam QS. al-Mujadilah [58] : 11.

Ketiga, selalu menghadapi rintangan dan halangan sebagai tantangan untuk semakin menggairahkan iman. Orang-orang beriman dituntut untuk selalu berprasangka baik (positive thinking) terhadap taqdir Allah, khususnya ketika hidup penuh dengan tekanan, halangan, dan rintangan. Jika semuanya selalu dipandang buruk maka itu sama dengan menanamkan noda kemunafiqan dalam hati dan akan melukai iman (QS. Ali ‘Imran [3] : 154). Maka setiap hinaan dan serangan musuh harus ditanggapi dengan positif sehingga menjadi sakinah yang menenteramkan hati, jauh dari gelisah dan gundah gulana. Demikian Allah swt maklumatkan dalam QS. al-Ahzab [33] : 22 dan al-Fath [48] : 4 sebagaimana sudah dikutip di atas. Surat al-Ahzab konteksnya perang Khandaq, sedangkan surat al-Fath konteksnya perang Hudaibiyyah. Ada satu ayat lagi yang mirip yakni QS. Ali ‘Imran [3] : 173 dengan latar kejadiannya perang Uhud.

Keempat, tidak terpengaruh celotehan dan hinaan dari musuh-musuh Islam melainkan semakin menambah imannya sebagaiama disebutkan dalam surat al-Muddatstsir [74] : 31 di atas. Dalam level yang lebih luas berarti tidak terpengaruh pola pikir musuh-musuh Islam yang hari ini berwujud sekularisme, liberalisme, pluralisme, dan semacamnya. Semua isme-isme itu hanya akan mendangkalkan iman dan menanamkan keraguan yang tiada berujung. Jadinya seorang muslim bermuka dua dengan liberalisme yang dianutnya. Di satu sisi beribadah di masjid dengan menampakkan kekhusyuan, tetapi di sisi lain melepaskan identitas keimanannya hanya karena sedang beraktifitas duniawi yang menuntutnya harus demikian. Jika tidak seperti itu pasti akan distigma intoleran, teroris, garis keras, taliban, dan sebagainya. Menghadapi semua celotehan, hinaan, dan isme-isme sesat itu seorang mukmin malah akan semakin mempertebal imannya dan menjadikannya imun dari serangan-serangan faham kufur.

Demikian sedikit ulasan dari langkah-langkah yang harus ditempuh untuk selalu menaikkan keimanan agar senantiasa bergairah dan penuh semangat, serta jauh dari kebosanan. Wal-‘Llahu a’lam.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button