Ikhlash Menggetarkan Langit dan Bumi

Ikhlash Menggetarkan Langit dan Bumi

 

“Ada tiga hal yang dengannya hati seorang muslim tidak akan kotor: ikhlash amal untuk Allah, tulus taat kepada pemimpin kaum muslimin, dan setia kepada jama’ah kaum muslimin.” Hadits Nabi saw ini dalam konteks Indonesia menemukan wujud nyatanya pada kontestasi Pilpres 2024. Betapa keikhlasan karena Allah, ketulusan kepada pemimpin, dan kecintaan pada Indonesia semuanya bersatu padu hingga menggetarkan langit dan bumi Indonesia.

Umumnya kontestasi Pemilihan Umum (Pemilu) baik itu Pemilihan Presiden (Pilpres) atau Pemilihan Anggota Legislatif (Pileg) akan mengeluarkan modal besar untuk menggerakkan massa dan mengumpulkan masyarakat dalam jumlah yang banyak. Modal besar itu diperlukan juga untuk menghadirkan tokoh-tokoh masyarakat atau figur publik ternama guna memancing dukungan masyarakat banyak. Akan tetapi keumuman tersebut menemukan pengecualiannya dalam Pilpres 2024 ini di mana ada banyak masyarakat, tokoh-tokoh masyarakat, figur publik, influencer (pemengaruh masyarakat), dan komponen masyarakat lainnya yang selalu mudah bergerak mengampanyekan kebaikan tanpa mengeluarkan modal yang besar. Mereka semua tergerak karena keikhlasan dan ketulusan semata kepada Allah swt, bukan karena dibayar besar. Bahkan iming-iming bayaran besar dari kubu lain pun mereka abaikan begitu saja karena keikhlashan yang tiba-tiba muncul secara alami dalam hati mereka. Keikhlasan tersebut berjalin kelindan dengan ketulusan mendukung pemimpin mereka yang diusung menjadi calon Presiden. Kemudian bersatu padu dengan kecintaan mereka yang tulus kepada Negara dan Tanah Air mereka yakni Indonesia.

Kesatupaduan dari tiga hal di atas menjadi kekuatan dahsyat yang menggetarkan langit dan bumi Indonesia. Membuat tercengang siapa pun yang masih terjebak pada budaya dangkal berburu upah recehan meski nilainya ada yang sampai miliaran rupiah. Membuat bingung masyarakat yang baru akan tergerak sesudah pasti ada bayarannya ketika faktanya ada kelompok lain selain mereka malah bersemangat bergerak meski tidak ada bayarannya. Termasuk membuat patah hati para pemasok bayaran yang biasa mengeluarkan bayaran besar demi meraih dukungan masyarakat banyak ketika ada banyak masyarakat yang siap mengorbankan tenaga dan hartanya tanpa harus distimulus oleh pasokan bayaran yang besar.

Fenomena yang membuat siapapun tergeleng-geleng kepalanya ini sebenarnya sudah diajarkan Nabi saw berabad-abad yang lalu dan telah juga menemukan fenomenanya pada zaman Nabi saw dan salaf. Dalam salah satu sabdanya Nabi saw mengajarkan:

ثَلاَثٌ لاَ يَغِلُّ عَلَيْهِنَّ قَلْبُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ: إِخْلاَصُ الْعَمَلِ لِلَّهِ وَالنُّصْحُ لأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَلُزُومُ جَمَاعَتِهِمْ

Ada tiga hal yang dengannya hati seorang muslim tidak akan kotor: ikhlash amal untuk Allah, tulus taat kepada pemimpin kaum muslimin, dan setia kepada jama’ah kaum muslimin (Sunan Ibn Majah kitab al-iftitah bab man ballagha ‘ilman no. 230. Syaikh al-Albani menilai hadits ini shahih).

Yaghillu bisa dari ghulul yang maknanya khianat atau dari ghill yang maknanya dengki dan dendam. Baik Imam as-Sindi dalam hasyiyah Sunan Ibn Majah atau Ibnul-Atsir dalam kitab an-Nihayah menjelaskan, maksudnya adalah hati seorang muslim akan senantiasa konsisten dalam kebenaran dan tidak akan pernah berkhianat dari kebenaran. Mereka juga tidak akan terjebak pada dengki dan dendam sehingga melenceng dari nilai-nilai kebenaran. Hati muslim yang selamat dari ghulul dan ghill itu hati muslim yang penuh dengan ikhlas dan ketulusan.

Ikhlash arti asalnya bersih dan murni hanya untuk Allah swt dan kehidupan akhirat, bukan untuk dunia. Nush-hu artinya bersih dan tulus. Taubat yang tulus dan murni disebut taubat nashuha. Nabi saw mengajarkan dalam hadits lain bahwa agama Islam menuntut nashihah; ketulusan kepada lima pihak, yaitu Allah, Rasul-Nya, kitab-Nya, pemimpin kaum muslimin, dan seluruh umatnya. Al-Hafizh Ibn Hajar dalam Fathul-Bari menjelaskan bagaimana amal nyata dari tulus kepada para pemimpin kaum muslimin sebagai berikut.

وَالنَّصِيحَة لِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ إِعَانَتهمْ عَلَى مَا حَمَلُوا الْقِيَام بِهِ، وَتَنْبِيههمْ عِنْد الْغَفْلَة، وَسَدّ خُلَّتهمْ عِنْد الْهَفْوَة، وَجَمْع الْكَلِمَة عَلَيْهِمْ، وَرَدّ الْقُلُوب النَّافِرَة إِلَيْهِمْ، وَمِنْ أَعْظَم نَصِيحَتهمْ دَفْعهمْ عَنْ الظُّلْم بِاَلَّتِي هِيَ أَحْسَن

Nashihat terhadap para pemimpin kaum muslimin adalah membantu mereka dalam perkara yang bisa membuat mereka tegak (dalam kedudukannya), mengingatkan mereka ketika lalai, menutupi celah kelemahan mereka ketika keliru, menyatukan kalimat persatuan untuk mereka, menepis hati-hati yang membangkang kepada mereka, dan yang paling besar dari nashihat terhadap mereka adalah menolak perbuatan zhalim mereka dengan cara yang terbaik (Fathul-Bari bab qaulin-Nabi saw ad-din an-nashihah).

Setia kepada jama’ah kaum muslimin maknanya dua; bisa pemerintahan kaum muslimin yang dalam konteks Indonesia adalah Negara Indonesia, atau mayoritas kaum muslimin yang bersama-sama konsisten memperjuangkan nilai-nilai kebenaran yang dalam konteks Indonesia adalah bangsa Indonesia. Gerak perjuangan mereka yang dahsyat bermuara pada kesetiaan dan kecintaan penuh pada Negara dan bangsa mereka, Indonesia. Kecintaan ini bersatu padu dengan keikhlasan karena Allah dan ketulusan berkorban untuk pemimpin, sehingga melahirkan fenomena dahsyat di langit dan bumi Indonesia pada ajang Pilpres 2024.

Lihatlah bagaimana umat Islam Indonesia dalam kontestasi Pilpres 2024 ini memperlakukan pemimpin mereka sama persis dengan yang Nabi saw ajarkan dan para ulama jelaskan di atas. Perlakuan istimewa dari umat Islam kepada pemimpin mereka seperti ini memang sudah mulai tampak terlihat dalam Pilpres sebelumnya meski belum sedahsyat Pilpres 2024 ini. Bahkan ketika pemimpin mereka yang didukung pada Pilpres 2019 berbalik badan membelakangi mereka pun, umat Islam Indonesia tetap tidak terpengaruh berkhianat atau la yaghillu. Hati mereka tetap tulus ikhlash mendukung pemimpin mereka yang baru dan tidak pernah bergeser sedikit pun dari nilai-nilai kebenaran karena terjebak dengki dan dendam. Mereka senantiasa siap berduyun-duyun dan berdesak-desakan hanya untuk menghadiri acara dialog dengan pemimpin mereka meski tanpa ada bayaran, nasi kotak, uang transport, ajakan dari artis papan atas, atau hiburan para seniman. Mereka bahkan rela mengeluarkan modal sendiri, uang transport sendiri, makan sendiri, dan kemudian rela berpanas-panasan, berhujan-hujanan, dan berdesak-desakan.

Gerakan rakyat khususnya umat Islam yang dahsyat dalam Pilpres 2024 ini benar-benar alami dan cair begitu saja tanpa digerakkan oleh kekuatan kekuasaan atau kekuatan dana yang besar. Mereka tidak peduli pada lembaga-lembaga survey yang selalu memenuhi pemberitaan nasional bahwa pemimpin mereka tidak akan memenangkan Pilpres 2024. Mereka acuh tak acuh dengan semuanya itu karena keikhlasan, ketulusan, dan kecintaan jelas tidak harus berbalas kontan di dunia. Ia akan secara alami saja menghiasi kehidupan orang-orang mulia sepanjang hidupnya hingga akhirat nanti.

Fenomena yang dikategorikan langka di Indonesia ini sebenarnya sudah diteladankan berabad-abad sebelumnya oleh Nabi saw, para shahabat, dan generasi awal/salaf. Al-Qur`an misalnya mengabadikan dalam al-Qur`an:

… وَٱذۡكُرُواْ نِعۡمَتَ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ إِذۡ كُنتُمۡ أَعۡدَآءٗ فَأَلَّفَ بَيۡنَ قُلُوبِكُمۡ فَأَصۡبَحۡتُم بِنِعۡمَتِهِۦٓ إِخۡوَٰنٗا وَكُنتُمۡ عَلَىٰ شَفَا حُفۡرَةٖ مِّنَ ٱلنَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنۡهَاۗ … 

… dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya…(QS. Ali ‘Imran [3] : 103).

al-Hafizh Ibn Katsir menjelaskan:

“Potongan ayat ini terkait Aus dan Khazraj yang pernah terlibat dalam peperangan yang lama, permusuhan yang tajam, dan kedengkian yang mengakar di masa Jahiliyyah, sehingga menyebabkan timbulnya peperangan dan peristiwa-peristiwa kelam lainnya di antara mereka. Maka ketika Allah datang dengan Islam, lalu sebagian besar dari mereka masuk Islam, jadilah mereka bersaudara, saling mencintai dengan sebab kemuliaan Allah, saling berhubungan baik dalam zat Allah, dan saling menolong dalam kebaikan dan taqwa.”

Al-Qur`an juga menyebutkan fenomena dahsyat kaum Muhajirin; mereka yang berani mengorbankan dan meninggalkan harta, rumah, dan usaha mereka hanya untuk berjuang bersama Rasulullah saw. Demikian juga fenomena dahsyat kaum Anshar yang merasa senang dengan para “pengungsi” (Muhajirin) yang datang; berbahagia membantu mereka; dan bahkan siap menyusahkan diri hanya untuk melayani mereka. Semuanya dilakukan tanpa pamrih dan janji bayaran apapun yang duniawi (QS. al-Hasyr [59] : 8-9). Mereka kemudian selalu kompak berjuang bersama Rasulullah saw meski seseringnya menemukan kekalahan dan kekalahan, walau kemudian berakhir dengan kemenangan Fathu Makkah sesudah 20 tahun berjuang bersama.

Sebuah fakta akan kebenaran ajaran Islam yang di berbagai ayat dan haditsnya selalu menekankan ikhlash sebagai pokok amal setiap muslim. Dengan ikhlash, gunung dan lautan tidak akan pernah menjadi rintangan, melainkan akan selalu diarungi demi meraih kebahagiaan. Dengan ikhlash, tidak akan ada satu pekerjaan pun yang dirasakan berat meski minim modal, semuanya justru akan terasa dahsyat sampai menggetarkan langit dan bumi. Wal-‘Llahul-Muwaffiq.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *