Sosial Politik

Bersabar Hidup di Negeri Sampah

Bersabar Hidup di Negeri Sampah

 

Masyarakat yang sudah menyia-nyiakan amanah disebut oleh Nabi H masyarakat sampah; hina, rendah, tidak bernilai. Masyarakat Indonesia yang baru saja menjalani Pemilu 2024 bisa dikategorikan masyarakat sampah ketika faktanya mereka abai dari amanah memilih pemimpin. Masyarakat lebih memilih caleg dan capres yang tidak layak hanya karena tergiur bantuan uang atau sembako dari mereka. Celakanya Negara ikut terlibat dalam Pemilu Kotor (Dirty Vote) ini. Sebuah petunjuk yang jelas bahwa Negara Indonesia juga Negara Sampah.

Dalam kitab Shahihnya, Imam al-Bukhari menuliskan satu judul bab:

بَاب إِذَا بَقِيَ فِي حُثَالَةٍ مِنْ النَّاسِ

Bab: Apabila tinggal di tengah-tengah masyarakat sampah.

Hadits yang dituliskannya adalah hadits tentang dicabutnya amanah dari hati setiap orang sehingga nyaris tidak bisa ditemukan seorang manusia pun yang amanah. Orang yang diklaim oleh pengikutnya orang baik dan terhormat pun pada kenyataannya orang jahat dan terhina.

قَالَ حُذَيْفَةُ حَدَّثَنَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ حَدِيثَيْنِ رَأَيْتُ أَحَدَهُمَا وَأَنَا أَنْتَظِرُ الْآخَرَ حَدَّثَنَا أَنَّ الْأَمَانَةَ نَزَلَتْ فِي جَذْرِ قُلُوبِ الرِّجَالِ ثُمَّ عَلِمُوا مِنْ الْقُرْآنِ ثُمَّ عَلِمُوا مِنْ السُّنَّةِ وَحَدَّثَنَا عَنْ رَفْعِهَا قَالَ يَنَامُ الرَّجُلُ النَّوْمَةَ فَتُقْبَضُ الْأَمَانَةُ مِنْ قَلْبِهِ فَيَظَلُّ أَثَرُهَا مِثْلَ أَثَرِ الْوَكْتِ ثُمَّ يَنَامُ النَّوْمَةَ فَتُقْبَضُ فَيَبْقَى فِيهَا أَثَرُهَا مِثْلَ أَثَرِ الْمَجْلِ كَجَمْرٍ دَحْرَجْتَهُ عَلَى رِجْلِكَ فَنَفِطَ فَتَرَاهُ مُنْتَبِرًا وَلَيْسَ فِيهِ شَيْءٌ وَيُصْبِحُ النَّاسُ يَتَبَايَعُونَ فَلَا يَكَادُ أَحَدٌ يُؤَدِّي الْأَمَانَةَ فَيُقَالُ إِنَّ فِي بَنِي فُلَانٍ رَجُلًا أَمِينًا وَيُقَالُ لِلرَّجُلِ مَا أَعْقَلَهُ وَمَا أَظْرَفَهُ وَمَا أَجْلَدَهُ وَمَا فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّةِ خَرْدَلٍ مِنْ إِيمَانٍ

Hudzaifah berkata: Rasulullah saw menyampaikan dua hadits kepada kami, aku sudah melihat yang satunya, sementara yang satunya lagi sedang aku tunggu. Beliau menyampaikan hadits: “Sesungguhnya amanah itu turun pada sanubari hati orang-orang. Kemudian mereka pun mengetahui al-Qur’an dan mengetahui sunnah.” Dan beliau memberitahukan lagi tentang dicabutnya amanah: “Seseorang tidur satu kali tidur, lalu dicabut amanah dari dalam hatinya, sehingga tinggallah sisanya seperti noda yang kecil. Kemudian ia tidur lagi, lalu dicabut lagi amanah itu sehingga tinggallah bekasnya di dalam hatinya seperti lepuh (bengkak berisi air). Sama seperti bara api yang kau jatuhkan pada kakimu, kemudian melepuh. Kamu melihatnya membengkak padahal di dalamnya tidak berisi apa-apa. Di keesokan harinya orang-orang saling bertransaksi. Maka hampir tidak ada seorang pun yang menunaikan amanahnya. Ada yang mengatakan, ‘Sungguh di Bani fulan ada seseorang yang amanah.’ Dikatakan tentang orang itu, ‘Alangkah pintarnya ia, alangkah cerdasnya ia, alangkah kuatnya ia.’ Padahal di dalam hatinya tidak ada seberat biji sawi pun keimanan.” (Shahih al-Bukhari bab idza baqiya fi hutsalah minan-nas no. 7086).

Menurut al-Hafizh Ibn Hajar, judul bab yang dituliskan oleh Imam al-Bukhari di atas sebenarnya merujuk pada hadits Nabi saw, tetapi tidak diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari karena tidak memenuhi kriteria keshahihannya, sehingga beliau menuliskan hadits yang semaknanya saja yakni hadits Hudzaifah ra di atas. Hadits yang secara spesifik menyebut tentang “masyarakat sampah” sebagaimana dimaksud Imam al-Bukhari dalam judul bab di atas itu sendiri adalah:

قَالَ أَبُوْ هُرَيْرَةَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ : كَيْفَ أَنْتَ يَا عَبْدَ اللهِ بْنَ عَمْرٍو فِي حُثَالَةٍ مِنَ النَّاسِ؟ قَالَ: وَذَاكَ مَا هُمْ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: ذَاكَ إِذَا مَرَّجَتْ أَمَانَتَهُمْ وَعُهُوْدَهُمْ وَصَارُوْا هَكَذَا وَشَبَّكَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ. قَالَ: فَكَيْفَ تَرَى يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: تَعْمَلُ مَا تَعْرِفُ وَتَدَعُ مَا تُنْكِرُ وَتَعْمَلُ بِخَاصَّةِ نَفْسِكَ وَتَدَعُ عَوَامَّ النّاَسِ.

Abu Hurairah berkata: Rasulullah saw pernah bertanya: “Bagaimana kamu hai ‘Abdullah ibn ‘Amr apabila berada di tengah-tengah masyarakat sampah?” Ia balik bertanya: “Siapa mereka itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Mereka itu adalah orang-orang yang menyelewengkan amanah dan janji mereka, lalu mereka seperti ini. Beliau menjalinkan jari-jarinya (maksudnya marak konflik).” Ia bertanya lagi: “Lalu bagaimana menurut anda wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Kamu amalkan apa yang kamu tahu dan tinggalkan apa yang kamu ingkari. Kamu beramal sesuai kekhususan dirimu dan tinggalkanlah orang-orang keumuman.” (Shahih Ibn Hibban bab ma ja`a fil-fitan dzikr ma yajibu ‘alal-mar`i an yakuna ‘alaihi fi akhiriz-zaman [apa yang wajib atas seseorang untuk ditempuhnya di akhir zaman] no. 5951).

Istilah “masyarakat sampah” ini dalam riwayat lain disebutkan hufalah:

يَذْهَبُ الصَّالِحُونَ الْأَوَّلُ فَالْأَوَّلُ وَيَبْقَى حُفَالَةٌ كَحُفَالَةِ الشَّعِيرِ أَوْ التَّمْرِ لَا يُبَالِيهِمْ اللهُ بَالَةً

Akan meninggal orang-orang shalih satu per satu. Dan tersisalah orang-orang yang rendah seperti cangkang gandum sya’ir atau kurma yang dibuang. Allah tidak akan memperhatikan mereka sedikit pun (Shahih al-Bukhari kitab ar-riqaq bab dzhabis-shalihin no. 6434).

Kata hutsalah dan hufalah keduanya bermakna sama. Al-Khaththabi menjelaskan bahwa hutsalah/hufalah adalah segala sesuatu yang rendah atau hina. Ulama lain menjelaskan maknanya adalah yang tersisa terakhir dari gandum atau kurma. Ibnut-Tin menyatakan bahwa hufalah itu artinya “manusia-manusia yang rendah” berasal dari hufalah yang berarti kulit kurma atau gandum yang dikelupas dan dibuang. Ad-Dawudi juga menyatakan bahwa makna hutsalah/hufalah adalah kulit gandum atau biji kurma yang dibuang. Kesimpulannya adalah sesuatu yang hina dan dibuang, yakni sampah (Fathul-Bari bab dzahabis-shalihin. Dalam bab idza baqiya fi hutsalah minan-nas al-Hafizh Ibn Hajar menyebutkan sudah menjelaskannya dalam kitab ar-riqaq tepatnya dalam bab dzahabis-shalihin ini).

Berdasarkan hadits-hadits di atas “masyarakat sampah” itu, menurut al-Hafizh Ibn Hajar, intinya yang berkarakteristik berikut:

يَجْتَمِع مَعَهُ فِي قِلَّة الْأَمَانَة وَعَدَم الْوَفَاء بِالْعَهْدِ وَشِدَّة الِاخْتِلَاف

Berkumpul padanya karakteristik minimnya amanah, tidak memenuhi janji, dan parahnya perselisihan (Fathul-Bari bab idza baqiya fi hutsalah minan-nas).

Melihat Negara Indonesia saat ini tampak jelas semua kriteria “Negara Sampah” itu sudah ada semuanya dan menjalar sampai lapisan masyarakat terbawah. Keputusan Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang menyatakan salah satu pasangan calon Presiden dan para Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) melanggar etika salah satu buktinya. Ditambah dengan suara-suara dari berbagai Guru Besar di berbagai kampus yang menyerukan hal yang sama yakni agar penyelenggara Negara amanah dan komitmen dengan janji demokrasi agar tidak memancing perselisihan di tengah-tengah masyarakat. Dikuatkan oleh tiga orang pakar hukum tata negara yang mendokumentasikan semua pengkhianatan Pemerintah melalui film dokumenter Dirty Vote. Yang mana dokumentasi di film tersebut baru sebagian kecilnya saja, sebab di lapangan semua masyarakat menjadi saksi betapa mayoritas masyarakat Indonesia hari ini sudah menjadi masyarakat sampah dengan mengabaikan seruan para pembela kebenaran karena malah mendukung pemimpin-pemimpin yang terbukti tidak amanah hanya karena sudah disuap dengan sembako atau uang.

Merujuk hadits Abu Hurairah-‘Abdullah ibn ‘Amr ra di atas, kerusakan masyarakat ini sudah merambah ke semua lapisannya sehingga tidak bisa diubah sama sekali. Yang ada malah sangat besar kemungkinannya menjerumuskan orang-orang baik ke dalam arus kerusakannya. Maka dari itu nasihat Nabi saw kepada shahabat cukup bertahan menjadi orang yang “khusus” dan berbeda dari kebanyakan masyarakat yang sudah rusak. Biar dinilai oleh orang kebanyakan sebagai orang aneh yang penting diri sendiri tidak terbawa rusak oleh masyarakat umum yang sudah rusak. Tetap bertahanlah dalam kesendirian dan minoritas yang penting tetap dalam kebenaran. Jangan terbawa arus masyarakat banyak karena berarti akan terbawa rusak sebagaimana halnya mereka. Tentunya dengan tidak melepaskan kewajiban dakwah serta amar ma’ruf nahyi munkar yang sudah otomatis wajib diamalkan setiap muslim menurut kemampuan maksimalnya.

Sepanjang mayoritas masyarakat Indonesia tidak kunjung berniat melepaskan statusnya sebagai masyarakat sampah, maka hanya tinggal menunggu waktu saja kebinasaan menimpa masyarakat Indonesia. Sebagaimana Nabi saw tegaskan dalam salah satu hadits di atas, karena Allah swt sudah tidak memedulikan masyarakat sampah lagi. Senada dengan firman Allah swt berikut:

قُلْ مَا يَعْبَأُ بِكُمْ رَبِّي لَوْلَا دُعَاؤُكُمْ  فَقَدْ كَذَّبْتُمْ فَسَوْفَ يَكُونُ لِزَامًا٧٧

Katakanlah (kepada orang-orang musyrik): “Tuhanku tidak mengindahkan kamu, melainkan kalau ada ibadahmu. (Tetapi bagaimana kamu beribadah kepada-Nya), padahal kamu sungguh telah mendustakan-Nya? Karena itu kelak (adzab) pasti (menimpamu)” (QS. al-Furqan [25] : 77).

Na’udzu bil-‘Llah min dzalik

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button