Meraih Cinta Ilahi

Do’a Ketika Berada dalam Kesulitan

Tidak ada seorang pun yang hidupnya akan lepas dari kesulitan, bahkan seorang Nabi sekalipun. Satu-satunya cara ketika kesulitan itu menimpa adalah berlindung kepada Rabb Yang Maha Menghilangkan kesulitan. Dalam konteks ini Nabi saw mengajarkan satu do’a khusus agar permohonan perlindungan dan bantuan ketika kesulitan itu datang mendapatkan ijabah yang tepat dari Allah swt.

Imam al-Bukhari menuliskan satu bab khusus dalam kitab Shahihnya:

بَاب الدُّعَاءِ عِنْدَ الْكَرْبِ

Bab: Do’a ketika Berada dalam Kesulitan.
Al-Karb sebagaimana dijelaskan oleh al-Hafizh Ibn Hajar adalah:

هُوَ مَا يُدْهِم الْمَرْء مِمَّا يَأْخُذ بِنَفْسِهِ فَيَغُمّهُ وَيُحْزِنهُ

Sesuatu yang menghancurkan seseorang dari yang menimpa dirinya sehingga menyusahkannya dan menyedihkannya (Fathul-Bari).
Imam al-Bukhari menuliskan dua matan hadits yang bersumber dari Ibn ‘Abbas ra:
كَانَ النَّبِيُّ r يَدْعُو عِنْدَ الْكَرْبِ يَقُولُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ الْعَظِيمُ الْحَلِيمُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ رَبُّ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ
Nabi saw berdo’a ketika berada dalam kesulitan: “Tidak ada tuhan selain Allah Yang Mahaagung Maha Penyantun. Tidak ada tuhan selain Allah Rabb langit dan bumi dan Rabb ‘arasy yang agung.” (Shahih al-Bukhari bab ad-du’a ‘indal-karb no. 6345)

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ كَانَ يَقُولُ عِنْدَ الْكَرْبِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ الْعَظِيمُ الْحَلِيمُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ رَبُّ السَّمَوَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ

Dari Ibn ‘Abbas ra: Sesungguhnya Rasulullah saw berdo’a ketika berada dalam kesulitan: “Tidak ada tuhan selain Allah Yang Mahaagung Maha Penyantun. Tidak ada tuhan selain Allah Rabb ‘arasy yang agung. Tidak ada tuhan selain Allah Rabb langit dan bumi dan Rabb ‘arasy yang agung.” (Shahih al-Bukhari bab ad-du’a ‘indal-karb no. 6345).
Dalam hadits ‘Ali riwayat an-Nasa`i dan al-Hakim disebutkan waktunya:

لَقَّنَنِي رَسُول اللَّه ﷺ هَؤُلَاءِ الْكَلِمَات وَأَمَرَنِي إِنْ نَزَلَ بِي كَرْب أَوْ شِدَّة أَنْ أَقُولهَا

Rasulullah saw mendiktekan kepadaku kalimat-kalimat ini (yang ditulis di atas) dan memerintahku jika menimpaku kesulitan atau kesusahan yang berat untuk membacanya (Fathul-Bari).
Terdapat banyak variasi lafazh dari berbagai jalur periwayatan hadits seputar do’a ketika al-karb (kesulitan yang berat) ini. Tetapi semuanya bermuara pada lafazh-lafazh dzikir. Ini menegaskan bahwa lafazh-lafazh dzikir itu pada hakikatnya do’a, atau bahkan lebih istimewa daripada lafazh-lafazh do’a yang mengungkapkan permohonan. Sebagaimana Nabi saw sabdakan dalam kesempatan lain:

مَنْ شَغَلَهُ ذِكْرِي عَنْ مَسْأَلَتِي أَعْطَيْتُهُ أَفْضَلَ مَا أُعْطِي السَّائِلِينَ

Siapa yang tersibukkan oleh dzikir kepada-Ku dari memohon kepada-Ku maka Aku akan memberinya yang lebih baik daripada yang aku berikan kepada orang-orang yang sebatas memohon (diriwayatkan Imam al-Bukhari dalam at-Tarikhul-Kabir no. 423 dan Khalq Af’alil-‘Ibad bab qira`atul-fatihah khalfal-imam fis-shalat bil-jahr).
Ditinjau dari aspek lain lafazh-lafazh dzikir yang dipanjatkan itu akan menghapus dosa, sementara dosa adalah penyebab datangnya kesulitan dan kesusahan. Maka lafazh-lafazh dzikir yang dipanjatkan otomatis akan menghilangkan kesulitan dan kesusahan karena biang dari kesulitan dan kesusahan tersebut sudah dihilangkan olehnya. Allah swt berfirman:

مَن يَعۡمَلۡ سُوٓءٗا يُجۡزَ بِهِۦ وَلَا يَجِدۡ لَهُۥ مِن دُونِ ٱللَّهِ وَلِيّٗا وَلَا نَصِيرٗا 

Siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah (QS. an-Nisa` [4] : 123).
Nabi saw menjelaskan maksud ayat di atas sebagai berikut:

غَفَرَ اللَّهُ لَكَ يَا أَبَا بَكْرٍ أَلَسْتَ تَمْرَضُ أَلَسْتَ تَنْصَبُ أَلَسْتَ تَحْزَنُ أَلَسْتَ تُصِيبُكَ اللَّأْوَاءُ؟ قَالَ بَلَى قَالَ فَهُوَ مَا تُجْزَوْنَ بِهِ

“Semoga Allah mengampunimu wahai Abu Bakar. Bukankah engkau pernah sakit, terkena musibah, sedih, dan pernah hidup susah?” Abu Bakar menjawab: “Tentu.” Beliau saw kemudian meyatakan: “Itulah balasan yang dimaksud ayat itu.” (Musnad Ahmad bab musnad Abi Bakar as-Shiddiq no. 69. Syu’aib al-Arnauth: Hadits shahih li ghairihi)
Ada banyak hadits yang menjelaskan bahwa lafazh-lafazh dzikir itu menghapus dosa yang banyak sekalipun. Jadi kalau kesulitan ada disebabkan dosa, maka dengan dihapuskan dosanya, kesulitan pun akan dihilangkan, dan itu dengan cara memanjatkan lafazh-lafazh dzikir:

مَنْ قَالَ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ فِي يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ حُطَّتْ خَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ

Siapa yang mengucapkan “Mahasuci Allah dan Maha Terpuji” dalam satu hari 100 kali, maka akan dihapus dosa-dosanya meski sebanyak buih di lautan (Shahih al-Bukhari bab fadllit-tasbih no. 6405; Shahih Muslim bab fadllit-tahlil wat-tasbih wad-du’a  no. 7018)

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ مَنْ سَبَّحَ اللَّهَ فِى دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ وَحَمِدَ اللَّهَ ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ وَكَبَّرَ اللَّهَ ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ فَتِلْكَ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ وَقَالَ تَمَامَ الْمِائَةِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ غُفِرَتْ خَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ

Dari Abu Hurairah ra, dari Rasulullah saw: “Siapa yang bertasbih 33 kali, tahmid 33 kali, takbir 33 kali, maka itu 99. Dan ia mengucapkan sebagai penyempurna 100: Tiada tuhan selain Allah Yang Mahaesa tiada sekutu bagi-Nya. Hanya milik-Nya lah segala kerajaan dan hanya milik-Nya lah segala pujian. Dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.” Maka akan dihapus dosa-dosanya meski sebanyak buih di lautan (Shahih Muslim bab istihbabidz-dzikr ba’das-shalat no. 1380).
Maka dari itu, ketika Nabi Yunus as ditimpa al-karb, yakni ditelan ikan paus, beliau cukup memanjatkan lafazh-lafazh dzikir dan tasbih. Allah swt berfirman:

فَلَوۡلَآ أَنَّهُۥ كَانَ مِنَ ٱلۡمُسَبِّحِينَ لَلَبِثَ فِي بَطۡنِهِۦٓ إِلَىٰ يَوۡمِ يُبۡعَثُونَ 

Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak bertasbih mengingat Allah,  niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit (QS. As-Shaffat [37] : 143-144).

وَذَا ٱلنُّونِ إِذ ذَّهَبَ مُغَٰضِبٗا فَظَنَّ أَن لَّن نَّقۡدِرَ عَلَيۡهِ فَنَادَىٰ فِي ٱلظُّلُمَٰتِ أَن لَّآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنتَ سُبۡحَٰنَكَ إِنِّي كُنتُ مِنَ ٱلظَّٰلِمِينَ  ٨٧ فَٱسۡتَجَبۡنَا لَهُۥ وَنَجَّيۡنَٰهُ مِنَ ٱلۡغَمِّۚ وَكَذَٰلِكَ نُ‍ۨجِي ٱلۡمُؤۡمِنِينَ  ٨٨

Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: “Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim”. Maka Kami telah memperkenankan do’anya dan menyelamatkannya dari pada kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman (QS. Al-Anbiya` [21] : 87-88).
Terkait hal ini, Nabi saw bersabda:

دَعْوَةُ ذِي النُّونِ إِذْ دَعَا وَهُوَ فِي بَطْنِ الحُوتِ: لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ، فَإِنَّهُ لَمْ يَدْعُ بِهَا رَجُلٌ مُسْلِمٌ فِي شَيْءٍ قَطُّ إِلَّا اسْتَجَابَ اللَّهُ لَهُ

Do’a Dzun-Nun ketika ia berdo’a di dalam perut ikan paus: “Tidak ada tuhan selain Engkau. Mahasuci Engkau sungguh aku termasuk orang yang zhalim.” Sesungguhnya tidak ada seorang muslim pun yang berdo’a dengannya dalam satu urusan apa pun melainkan Allah akan mengijabahnya (Sunan at-Tirmidzi bab no. 3505).
Dalam riwayat al-Hakim ada pertanyaan:

فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَلْ كَانَتْ لِيُونُسَ خَاصَّةً أَمْ لِلْمُؤْمِنِينَ عَامَّةً؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” أَلَا تَسْمَعُ قَوْلَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ: {وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ، وَكَذَلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِينَ}

Seseorang bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah do’a itu khusus untuk Yunus atau umum untuk kaum mukminin?” Rasulullah saw menjawab: “Tidakkah kamu mendengar firman Allah ‘azza wa jalla: {dan Kami menyelamatkannya dari kesulitan, dan demikianlah kami menyelamatkan kaum mukminin—QS. 21 : 88} (al-Mustadrak al-Hakim kitab ad-du’a wat-takbir wat-tasbih wat-tahlil no. 1865)

Related Articles

Back to top button