Bukan Jihad, Bukan Syahid
Aksi bom bunuh diri yang—berdasarkan keterangan Polri—dilakukan oleh sepasang suami istri beberapa hari yang lalu (29/3/2021) di Katedral Makassar tidak termasuk jihad dan tidak pula termasuk mati syahid. Jihad tidak boleh ditujukan kepada orang kafir yang hidup damai bersama kaum muslimin (kafir mu’ahad). Syahid juga hanya bagi mereka yang mengorbankan diri dalam perang fi sabilillah, bukan praktik teror yang salah kaprah.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِيُّ جَٰهِدِ ٱلۡكُفَّارَ وَٱلۡمُنَٰفِقِينَ وَٱغۡلُظۡ عَلَيۡهِمۡۚ وَمَأۡوَىٰهُمۡ جَهَنَّمُۖ وَبِئۡسَ ٱلۡمَصِيرُ
Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafiq itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka jahannam. Dan itu adalah tempat kembali yang seburuk-buruknya (QS. At-Taubah [9] : 73, at-Tahrim [66] : 9).
وَقَٰتِلُواْ ٱلۡمُشۡرِكِينَ كَآفَّةٗ كَمَا يُقَٰتِلُونَكُمۡ كَآفَّةٗۚ
Dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa (QS. At-Taubah [9] : 36).
Dikecualikan dari sasaran perang itu orang-orang kafir mu’ahad (yang sudah terikat perjanjian atau kesepakatan untuk hidup damai bersama). Orang kafir mu’ahad haram diperangi, dibunuh, atau bahkan sekedar dizhalimi biasa sekalipun tetap haram.
إِلَّا ٱلَّذِينَ عَٰهَدتُّم مِّنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ ثُمَّ لَمۡ يَنقُصُوكُمۡ شَيْـًٔا وَلَمۡ يُظَٰهِرُواْ عَلَيۡكُمۡ أَحَدٗا فَأَتِمُّوٓاْ إِلَيۡهِمۡ عَهۡدَهُمۡ إِلَىٰ مُدَّتِهِمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُتَّقِينَ
Kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatu pun (dari isi perjanjian)-mu dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa (QS. at-Taubah [9] : 4).
Kaum Kristen yang dibom di Katedral Makassar tidak memerangi umat Islam, maka dari itu haram menyerang mereka dengan senjata. Nabi saw juga mengingatkan:
مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرِحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيحَهَا تُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا
Siapa yang membunuh mu’ahad (orang kafir yang terikat perjanjian untuk hidup bersama secara damai), ia tidak akan mencium wangi surga. Padahal sungguh wanginya tercium dari jarak perjalanan 40 tahun (Shahih al-Bukhari kitab al-jizyah bab itsmi man qatala mu’ahadan bi ghairi jurmin no. 3166).
أَلاَ مَنْ ظَلَمَ مُعَاهِدًا أَوِ انْتَقَصَهُ أَوْ كَلَّفَهُ فَوْقَ طَاقَتِهِ أَوْ أَخَذَ مِنْهُ شَيْئًا بِغَيْرِ طِيبِ نَفْسٍ فَأَنَا حَجِيجُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Camkan! Siapa yang menzhalimi mu’ahad (orang kafir yang terikat perjanjian untuk hidup bersama secara damai) atau mengurangi haknya, atau membebani tugas di luar kemampuannya, atau mengambil sesuatu tanpa persetujuannya, maka aku akan menggugatnya di hari kiamat (Sunan Abi Dawud kitab al-kharaj bab ta’syir ahlidz-dzimmah idza ikhtalafu no. 3054. al-Albani: Shahih).
Semua penganut agama non-Islam yang diakui Negara sudah terikat perjanjian untuk hidup damai bersama umat Islam melalui Negara. Maka dari itu mereka termasuk mu’ahad. Orang kafir mu’ahad haram diperangi. Menyerang mereka dengan senjata bukan termasuk jihad, melainkan teror yang mendatangkan laknat.
Maka secara otomatis mengorbankan diri dalam praktik teror seperti itu tidak bisa dikategorikan mati syahid, sebab mati syahid hanya untuk yang mengorbankan diri dalam jihad fi sabilillah. Sementara jika itu hanya teror maka matinya berdosa besar karena sudah melukai orang lain dan bunuh diri.
Mengorbankan diri dalam jihad tidak termasuk bunuh diri, melainkan aksi berani menggentarkan musuh yang dihargai Allah swt dalam QS. Al-Ahzab [33] : 23:
مِّنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ رِجَالٞ صَدَقُواْ مَا عَٰهَدُواْ ٱللَّهَ عَلَيۡهِۖ فَمِنۡهُم مَّن قَضَىٰ نَحۡبَهُۥ وَمِنۡهُم مَّن يَنتَظِرُۖ وَمَا بَدَّلُواْ تَبۡدِيلٗا ٢٣
Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak mengubah (janjinya) (QS. Al-Ahzab [33] : 23).
Maksud ayat di atas, dijelaskan oleh Anas ibn Malik ra sebagai berikut:
غَابَ عَمِّي أَنَسُ بْنُ النَّضْرِ عَنْ قِتَالِ بَدْرٍ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ غِبْتُ عَنْ أَوَّلِ قِتَالٍ قَاتَلْتَ الْمُشْرِكِينَ لَئِنْ اللَّهُ أَشْهَدَنِي قِتَالَ الْمُشْرِكِينَ لَيَرَيَنَّ اللَّهُ مَا أَصْنَعُ فَلَمَّا كَانَ يَوْمُ أُحُدٍ وَانْكَشَفَ الْمُسْلِمُونَ قَالَ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعْتَذِرُ إِلَيْكَ مِمَّا صَنَعَ هَؤُلَاءِ يَعْنِي أَصْحَابَهُ وَأَبْرَأُ إِلَيْكَ مِمَّا صَنَعَ هَؤُلَاءِ يَعْنِي الْمُشْرِكِينَ ثُمَّ تَقَدَّمَ فَاسْتَقْبَلَهُ سَعْدُ بْنُ مُعَاذٍ فَقَالَ يَا سَعْدُ بْنَ مُعَاذٍ الْجَنَّةَ وَرَبِّ النَّضْرِ إِنِّي أَجِدُ رِيحَهَا مِنْ دُونِ أُحُدٍ قَالَ سَعْدٌ فَمَا اسْتَطَعْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا صَنَعَ قَالَ أَنَسٌ فَوَجَدْنَا بِهِ بِضْعًا وَثَمَانِينَ ضَرْبَةً بِالسَّيْفِ أَوْ طَعْنَةً بِرُمْحٍ أَوْ رَمْيَةً بِسَهْمٍ وَوَجَدْنَاهُ قَدْ قُتِلَ وَقَدْ مَثَّلَ بِهِ الْمُشْرِكُونَ فَمَا عَرَفَهُ أَحَدٌ إِلَّا أُخْتُهُ بِبَنَانِهِ قَالَ أَنَسٌ كُنَّا نُرَى أَوْ نَظُنُّ أَنَّ هَذِهِ الْآيَةَ نَزَلَتْ فِيهِ وَفِي أَشْبَاهِهِ {مِنْ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ} إِلَى آخِرِ الْآيَةِ
Pamanku, Anas ibnun-Nadlr, sedang tidak ada ketika perang Badar terjadi. Ia pun berkata: “Wahai Rasulullah aku tidak ikut serta pada peperangan pertama melawan kaum musyrikin. Tetapi sungguh jika Allah menghadirkanku dalam perang dengan kaum musyrikin lainnya, Allah akan mengetahui apa yang akan aku perbuat.” Maka pada perang Uhud ketika kaum muslimin berlarian (akibat serangan balik musuh), ia berkata: “Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu untuk memahami udzur mereka, para shahabat (yang berlarian). Aku juga berlepas diri kepada-Mu dari apa yang diperbuat mereka, kaum musyrikin.” Ia kemudian merangsek maju ke depan. Sa’ad ibn Mu’adz saat itu berpapasan muka dengannya. Ia berkata kepada Sa’ad: “Wahai Sa’ad ibn Mu’adz, itu surga, demi Rabb an-Nadlr, sungguh aku telah mencium wangi surga di balik bukit Uhud itu.” Sa’ad sendiri berkata kepada Rasulullah saw: “Saya sendiri, wahai Rasulullah, tidak mampu untuk melakukan hal yang sama dengan Anas ibn an-Nadlr.” (Anas ibn Malik menlanjutkan:) Kami menemukannya dengan 80 lebih sayatan pedang, tusukan tombak, dan tembakan panah. Kami menemukannya sudah meninggal bahkan dimutilasi oleh kaum musyrikin. Tidak ada seorang pun yang mengenalnya, kecuali saudara perempuannya dari ujung-ujung jarinya. Kami menilai ayat berikut turun terkait dia dan orang-orang yang semacamnya: “Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah…sampai akhir ayat.” (Shahih al-Bukhari kitab al-jihad was-siyar bab qaulil-‘Llah ta’a minal mu`minin… no. 2805).
Al-Hafizh Ibn Hajar juga menjelaskan bahwa apa yang dilakukan oleh Anas ibnun-Nadlr itu adalah badzlun-nafs fil-jihad; mengorbankan nyawa dalam jihad. Ini tidak termasuk pada bunuh diri yang diharamkan, sebab memang berbeda dalam niat dan tempat. Pada bunuh diri, niatnya pasti putus asa dari taqdir dan tempatnya pun tidak di medan jihad. Sementara “mengorbankan nyawa di jalan Allah swt” niatnya betul-betul karena ingin segera menikmati wanginya surga dan tempatnya juga di medan jihad. Demikian halnya, tegas al-Hafizh, apa yang dilakukan Anas ibnun-Nadlr ini tidak termasuk larangan menjerumuskan diri dalam kebinasaan sebagaimana difirmankan Allah swt dalam QS. al-Baqarah [2] : 195, sebab sebagaimana disinggung dalam asbabun-nuzul-nya, ayat tersebut justru menyinggung kebinasaan yang dimaksud itu adalah meninggalkan jihad itu sendiri. Wal-‘Llahu a’lam