Sosial Politik

Akibat Orang Munafiq Enggan Berperang

Akibat Orang Munafiq Enggan Berperang

Ciri utama orang munafiq yang sering dikupas al-Qur`an adalah enggan ikut berperang di jalan Allah swt karena gila dunia takut mati. Problem utama Palestina tidak kunjung merdeka pun karena banyak rakyatnya yang enggan berperang dan bahkan menyalahkan para mujahidin HAMAS yang terus gigih berjuang memerdekakan tanah airnya. Sesuatu hal yang tidak terjadi di Indonesia pada masa perjuangan kemerdekaan dahulu karena semboyannya tegas: Merdeka atau Mati!

Kemerdekaan dari penjajah tanah air adalah harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar dengan apapun. Kebulatan tekad untuk merebut kemerdekaan dari penjajah tidak boleh luntur apalagi hilang hanya karena kepentingan duniawi. Jika harus dibayar dengan nyawa sekalipun maka itu harus dibayar dengan lunas, tanpa harus diangsur karena kebimbangan dan banyak pertimbangan. Selama hayat dikandung badan semua rakyat harus siap sedia menjadi pembela tanah air yang dirampas penjajah untuk dimiliki kembali secara utuh dengan kemerdekaan sempurna. Ini bukan sebatas tuntunan ideologi nasionalisme melainkan tuntunan wahyu Allah swt.

إِنَّمَا يَنۡهَىٰكُمُ ٱللَّهُ عَنِ ٱلَّذِينَ قَٰتَلُوكُمۡ فِي ٱلدِّينِ وَأَخۡرَجُوكُم مِّن دِيَٰرِكُمۡ وَظَٰهَرُواْ عَلَىٰٓ إِخۡرَاجِكُمۡ أَن تَوَلَّوۡهُمۡۚ وَمَن يَتَوَلَّهُمۡ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ ٩

Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim (QS. al-Mumtahanah [60] : 9).

Ayat ini tegas melarang kompromi dengan penjajah atau sekedar mendukung penjajahannya, apalagi sampai melegalkan penjajahannya.

إِلَّا ٱلَّذِينَ عَٰهَدتُّم مِّنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ ثُمَّ لَمۡ يَنقُصُوكُمۡ شَيۡئًا وَلَمۡ يُظَٰهِرُواْ عَلَيۡكُمۡ أَحَدٗا فَأَتِمُّوٓاْ إِلَيۡهِمۡ عَهۡدَهُمۡ إِلَىٰ مُدَّتِهِمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُتَّقِينَ ٤ فَإِذَا ٱنسَلَخَ ٱلۡأَشۡهُرُ ٱلۡحُرُمُ فَٱقۡتُلُواْ ٱلۡمُشۡرِكِينَ حَيۡثُ وَجَدتُّمُوهُمۡ وَخُذُوهُمۡ وَٱحۡصُرُوهُمۡ وَٱقۡعُدُواْ لَهُمۡ كُلَّ مَرۡصَدٖۚ

“Kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatu pun (dari isi perjanjian) mu dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa. Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu di mana saja kamu jumpai mereka dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian…” (QS. at-Taubah [9] : 4-5)

Ayat ini mengajarkan umat Islam untuk bersikap tegas kepada orang-orang kafir yang melanggar perjanjian di mana mereka malah menjajah atau membantu para penjajah untuk menjajah umat Islam. Para penjajah itu harus dibunuh, ditangkap, dikepung, dan diintai untuk disergap. Di penggalan berikutnya dijelaskan pengecualiannya kalau mereka bertaubat, shalat, dan zakat maka harus diakui sebagai saudara seagama; atau bersedia membayar jizyah (upeti) (ayat 29); atau sebagaimana disinggung di bagian awal ayat yang dikutip di atas bersedia hidup berdampingan tanpa ada penjajahan (ayat 4 dan QS. al-Anfal [8] : 61).

Lebih tegasnya lagi Allah swt menyeru umat Islam untuk tidak ragu bersikap kepada para penjajah:

أَلَا تُقَٰتِلُونَ قَوۡمٗا نَّكَثُوٓاْ أَيۡمَٰنَهُمۡ وَهَمُّواْ بِإِخۡرَاجِ ٱلرَّسُولِ وَهُم بَدَءُوكُمۡ أَوَّلَ مَرَّةٍۚ أَتَخۡشَوۡنَهُمۡۚ فَٱللَّهُ أَحَقُّ أَن تَخۡشَوۡهُ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ ١٣ قَٰتِلُوهُمۡ يُعَذِّبۡهُمُ ٱللَّهُ بِأَيۡدِيكُمۡ وَيُخۡزِهِمۡ وَيَنصُرۡكُمۡ عَلَيۡهِمۡ وَيَشۡفِ صُدُورَ قَوۡمٖ مُّؤۡمِنِينَ ١٤

Mengapakah kamu tidak memerangi orang-orang yang merusak sumpah (janjinya), padahal mereka telah keras kemauannya untuk mengusir Rasul dan merekalah yang pertama mulai memerangi kamu? Mengapakah kamu takut kepada mereka padahal Allah-lah yang berhak untuk kamu takuti, jika kamu benar-benar orang yang beriman. Perangilah mereka, niscaya Allah akan menghancurkan mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman (QS. at-Taubah [9] : 13-14).

Allah swt menegaskan lebih lanjut bahwa perintah perang kepada penjajah dan tidak berkompromi dengan mereka hingga merdeka ini bagian dari ujian keimanan bagi orang-orang yang mengaku beriman:

أَمۡ حَسِبۡتُمۡ أَن تُتۡرَكُواْ وَلَمَّا يَعۡلَمِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ جَٰهَدُواْ مِنكُمۡ وَلَمۡ يَتَّخِذُواْ مِن دُونِ ٱللَّهِ وَلَا رَسُولِهِۦ وَلَا ٱلۡمُؤۡمِنِينَ وَلِيجَةٗۚ وَٱللَّهُ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ ١٦

Apakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan (setelah mengaku beriman), sedang Allah belum mengetahui (dalam kenyataan) orang-orang yang berjihad di antara kamu dan tidak mengambil menjadi teman yang setia selain Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS. at-Taubah [9] : 16).

Dari ujian inilah Allah swt bisa memperlihatkan mana mukmin sejati dan mana yang sebenarnya munafiq.

وَلَيَعۡلَمَنَّ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَلَيَعۡلَمَنَّ ٱلۡمُنَٰفِقِينَ ١١

Dan sesungguhnya Allah benar-benar mengetahui orang-orang yang beriman dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang munafiq (QS. al-‘Ankabut [29] : 11).

وَلِيَعۡلَمَ ٱلَّذِينَ نَافَقُواْۚ وَقِيلَ لَهُمۡ تَعَالَوۡاْ قَٰتِلُواْ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ أَوِ ٱدۡفَعُواْۖ قَالُواْ لَوۡ نَعۡلَمُ قِتَالٗا لَّٱتَّبَعۡنَٰكُمۡۗ هُمۡ لِلۡكُفۡرِ يَوۡمَئِذٍ أَقۡرَبُ مِنۡهُمۡ لِلۡإِيمَٰنِۚ يَقُولُونَ بِأَفۡوَٰهِهِم مَّا لَيۡسَ فِي قُلُوبِهِمۡۚ وَٱللَّهُ أَعۡلَمُ بِمَا يَكۡتُمُونَ ١٦٧ ٱلَّذِينَ قَالُواْ لِإِخۡوَٰنِهِمۡ وَقَعَدُواْ لَوۡ أَطَاعُونَا مَا قُتِلُواْۗ قُلۡ فَٱدۡرَءُواْ عَنۡ أَنفُسِكُمُ ٱلۡمَوۡتَ إِن كُنتُمۡ صَٰدِقِينَ ١٦٨

Dan supaya Allah mengetahui siapa orang-orang yang munafiq. Kepada mereka dikatakan: “Marilah berperang di jalan Allah atau pertahankanlah (dirimu)”. Mereka berkata: “Sekiranya kami mengetahui akan terjadi peperangan, tentulah kami mengikuti kamu”. Mereka pada hari itu lebih dekat kepada kekafiran daripada keimanan. Mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak terkandung dalam hatinya. Dan Allah lebih mengetahui dalam hatinya. Dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan. Orang-orang yang mengatakan kepada saudara-saudaranya dan mereka tidak turut pergi berperang: “Sekiranya mereka mengikuti kita, tentulah mereka tidak terbunuh”. Katakanlah: “Tolaklah kematian itu dari dirimu, jika kamu orang-orang yang benar” (QS. Ali ‘Imran [3] : 167-168).

Perihal ketakutan akut orang-orang munafiq akan kematian, Allah swt sudah mengingatkan di kelanjutan ayatnya:

وَلَا تَحۡسَبَنَّ ٱلَّذِينَ قُتِلُواْ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ أَمۡوَٰتَۢاۚ بَلۡ أَحۡيَآءٌ عِندَ رَبِّهِمۡ يُرۡزَقُونَ ١٦٩

Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki (QS. Ali ‘Imran [3] : 169).

Maka dari itu Nabi saw bersabda dengan tegas:

مَنْ مَاتَ وَلَمْ يَغْزُ وَلَمْ يُحَدِّثْ بِهِ نَفْسَهُ مَاتَ عَلَى شُعْبَةٍ مِنْ نِفَاقٍ

Siapa yang mati dan belum pernah berperang atau belum pernah membulatkan niat untuk berperang dalam hatinya maka ia mati dengan memiliki sebagian kemunafiqan (Shahih Muslim bab dzammi man mata wa lam yaghzu no. 5040).

Allah swt menyebutkan “besar kemurkaan-Nya” kepada orang yang mengaku beriman tetapi malah enggan berperang di jalan-Nya secara kompak:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفۡعَلُونَ ٢ كَبُرَ مَقۡتًا عِندَ ٱللَّهِ أَن تَقُولُواْ مَا لَا تَفۡعَلُونَ ٣ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلَّذِينَ يُقَٰتِلُونَ فِي سَبِيلِهِۦ صَفّٗا كَأَنَّهُم بُنۡيَٰنٞ مَّرۡصُوصٞ ٤

Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh (QS. as-Shaff [61] : 2-4).

Dalam surat al-Qital/Muhammad [47] ayat 20 sampai akhir Allah swt jelas menyebut mereka sebagai orang-orang yang berpenyakit hatinya karena takut mati, dilaknat Allah sehingga buta dan tuli, serta tidak mampu tadabbur al-Qur`an karena sudah dikunci mati hatinya. Dalam surat an-Nisa` [4] Allah swt menegur keras sifat kecut hati mereka yang takut mati karena ingin menikmati dunia:

…قُلۡ مَتَٰعُ ٱلدُّنۡيَا قَلِيلٞ وَٱلۡأٓخِرَةُ خَيۡرٞ لِّمَنِ ٱتَّقَىٰ وَلَا تُظۡلَمُونَ فَتِيلًا ٧٧ أَيۡنَمَا تَكُونُواْ يُدۡرِككُّمُ ٱلۡمَوۡتُ وَلَوۡ كُنتُمۡ فِي بُرُوجٖ مُّشَيَّدَةٖۗ … ٧٨

Katakanlah: “Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertaqwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikit pun. Di mana saja kamu berada, kematian akan menjemput kamu, kendati pun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh…” (QS. an-Nisa` [4] : 77-78).

Masalahnya mau mati mulia sebagai syahid ataukah mati hina sebagai orang munafiq? Rakyat Palestina beserta umat Islam di seluruh dunia harus tegas menyuarakan kewajiban jihad ini, bukan malah sebaliknya mencibir para mujahidin yang rela mengorbankan harta dan nyawanya. Mereka para pencibir itu jelas sebagai orang-orang munafiq yang ber-wala (berpihak) kepada orang-orang kafir penjajah.

Wal-‘Llahul-Musta’an

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button