Seorang istri yang sudah beberapa bulan tidak dinafkahi batin oleh suaminya dan tidak pernah berbuat keji atau munkar tiba-tiba ditalak oleh suaminya. Apakah talaq seperti itu sah? 0857-1866-xxxx
Ukuran sah thalaq itu adalah diucapkan oleh suami bukan karena paksaan dan diucapkan dalam kondisi sadar. Tidak ada syarat motifnya harus karena kemunkaran yang dilakukan oleh salah satu pihak. Meski suami atau istri tidak ada yang melakukan kemunkaran tetap saja thalaq sah jika diikrarkan oleh suami dari kebulatan hatinya. Bahkan kalaupun niatnya main-main, thalaq tersebut tetap sah, karena thalaq tidak boleh dijadikan main-main. Jika seorang lelaki hendak melanjutkan hubungan pernikahannya berarti ia rujuk dan sudah dihitung thalaq satu.
ثَلاَثٌ جِدُّهُنَّ جِدٌّ وَهَزْلُهُنَّ جِدٌّ النِّكَاحُ وَالطَّلاَقُ وَالرَّجْعَةُ
Ada tiga hal yang seriusnya dikategorikan serius, dan main-mainnya juga dikategorikan serius; nikah, talaq, dan rujuk (Hadits Abu Hurairah dalam Sunan Abi Dawud bab at-thalaq ‘alal-hazl no. 2196 dan Sunan at-Tirmidzi bab al-jidd wal-hazl fit-thalaq no. 1184)
Terkait fiqih hadits di atas, al-Qadli menjelaskan:
اِتَّفَقَ أَهْلُ الْعِلْمِ عَلَى أَنَّ طَلَاقَ الْهَازِلِ يَقَعُ فَإِذَا جَرَى صَرِيحُ لَفْظَةِ الطَّلَاقِ عَلَى لِسَانِ الْعَاقِلِ الْبَالِغِ لَا يَنْفَعُهُ أَنْ يَقُولَ كُنْت فِيهِ لَاعِبًا أَوْ هَازِلًا لِأَنَّهُ لَوْ قُبِلَ ذَلِكَ مِنْهُ لَتَعَطَّلَتْ الْأَحْكَامُ
Para ulama sepakat bahwa talaq dari orang yang tidak sengaja/serius apabila telah keluar lafazh talaq dengan jelas dari lisan orang yang berakal dan baligh tidak bermanfaat baginya ia berkata: “Aku hanya main-main atau tidak serius.” Seandainya pengakuan itu diterima pasti akan hancur hukum-hukum (Tuhfatul-Ahwadzi syarah Sunan at-Tirmidzi).
Thalaq dikategorikan tidak sah jika ada paksaan atau dalam kondisi tidak sadar. Al-Hafizh Ibn Hajar dalam Bulughul-Maram bab thalaq menuliskan hadits sebagai berikut:
1113- وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنِ النَّبِيِّ r قَالَ: إِنَّ اللهَ تَعَالَى وَضَعَ عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ. رَوَاهُ ابْنُ مَاجَهْ وَالْحَاكِمُ وَقَالَ أَبُو حَاتِمٍ: لَا يَثْبُتُ
1113- Dari Ibn ‘Abbas ra, dari Nabi saw, beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah menggugurkan dari umatku kesalahan tidak disengaja, lupa, dan yang dipaksa untuk melakukannya.” Ibn Majah dan al-Hakim meriwayatkannya. Tetapi Abu Hatim berkata: “Tidak kuat.” (al-Hafizh Ibn Hajar dalam at-Talkhishul-Habir mengutip penilaian hasan dari Imam an-Nawawi, meski ia mengutip juga penilaian dla’if dari Imam Abu Hatim dan Ahmad. Artinya dla’ifnya tidak parah dan saling menguatkan sehingga menjadi hasan. Syaikh al-Albani dalam Irwa`ul-Ghalil juga menguraikan sanad-sanad hadits ini yang kesemuanya memang tidak ada yang luput dari cacat, tetapi jadi saling menguatkan karena banyaknya sanad. Terlebih sesuai dengan firman Allah swt dalam QS. al-Baqarah [2] : 286 tentang kesalahan tidak disengaja dan lupa, dan an-Nahl [16] : 106 tentang dipaksa).
Sementara terkait motif yang tidak ada cela agama atau akhlaq, sebagaimana dalam hadits khulu’ (gugat cerai istri Tsabit ibn Qais), Nabi saw tetap memerintahkan Tsabit ibn Qais untuk menjatuhkan thalaq kepada istrinya, dan itu sah berlaku thalaqnya.
يَا رَسُولَ اللَّهِ ثَابِتُ بْنُ قَيْسٍ مَا أَعِيبُ عَلَيْهِ فِي خُلُقٍ وَلَا دِينٍ وَلَكِنِّي أَكْرَهُ اَلْكُفْرَ فِي الْإِسْلَامِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ r أَتَرُدِّينَ عَلَيْهِ حَدِيقَتَهُ؟ قَالَتْ: نَعَمْ قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r اِقْبَلِ اَلْحَدِيقَةَ وَطَلِّقْهَا تَطْلِيقَةً
“Wahai Rasulullah, aku tidak menemukan ‘aib pada Tsabit ibn Qais baik dalam akhlaq atau agama, namun aku takut kufur dalam Islam (tidak hormat kepada suami).” Lalu Rasulullah saw bersabda: “Apakah engkau mau mengembalikan kebun kepadanya?” Ia menjawab: “Ya.” Maka Rasulullah saw bersabda (kepada Tsabit ibn Qais): “Terimalah kebun itu dan ceraikanlah ia sekali thalaq.” (Shahih al-Bukhari bab al-khul’ no. 5273)