Hukum Makanan Tahlilan, Muludan, dan Ritual Bid’ah Lainnya

Bismillah. Bagaimana hukumnya makan makanan dari ritual tahlilan, muludan, yasinan, dan ritual bid’ah lainnya? 0817-7085-xxxx

Sepanjang makanan yang dimaksud bukan makanan yang haram seperti daging babi, bangkai, atau yang dipersembahkan sebagai sesajen untuk selain Allah, maka hukum makanan tersebut tetap halal. Dalam ritual tahlilan, muludan, dan yasinan dipastikan tidak akan ada makanan yang haram atau yang dijadikan sesajen untuk selain Allah swt. Berbeda halnya dengan ritual sedekah bumi atau sedekah laut misalnya yang memang menyajikan sesajen untuk sesuatu yang ghaib selain Allah, maka itu jelas haram.

Dalam Mushannaf Ibn Abi Syaibah ada dua atsar yang menjelaskan hukum makanan dari ritual yang tidak diajarkan syari’at Islam, yaitu:

أَنَّ امْرَأَةً سَأَلَتْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: إِنَّ لَنَا أَطْيَارًا مِنَ الْمَجُوسِ، وَإِنَّهُ يَكُونُ لَهُمُ الْعِيدُ فَيُهْدُونَ لَنَا، فَقَالَتْ: أَمَّا مَا ذُبِحَ لِذَلِكَ الْيَوْمِ فَلَا تَأْكُلُوا، وَلَكِنْ كُلُوا مِنْ أَشْجَارِهِمْ

Sesungguhnya seorang perempuan bertanya kepada ‘Aisyah: “Sungguh kami memiliki beberapa tetangga dari Majusi, dan mereka memiliki beberapa ritual yang kemudian selalu memberikan hadiah makanan kepada kami dari ritual tersebut?” ‘Aisyah menjawab: “Adapun yang disembelih untuk hari itu maka jangan dimakan. Tetapi silahkan makan yang dari pepohonan mereka.” (Mushannaf Ibn Abi Syaibah bab fi ma yu`kalu min tha’amil-majus no. 24371)

عَنْ أَبِي بَرْزَةَ، أَنَّهُ كَانَ لَهُ سُكَّانٌ مَجُوسٌ، فَكَانُوا يُهْدُونَ لَهُ فِي النَّيْرُوزِ، وَالْمِهْرَجَانِ، فَكَانَ يَقُولُ لِأَهْلِهِ: مَا كَانَ مِنْ فَاكِهَةٍ فَكُلُوهُ، وَمَا كَانَ مِنْ غَيْرِ ذَلِكَ فَرُدُّوهُ

Dari Abu Barzah, bahwasanya ia bertetangga dengan beberapa penduduk beragama Majusi. Mereka sering memberikan hadiah kepadanya pada waktu perayaan Nairuz (tahun baru) dan Mihrajan (awal musim semi). Maka ia berkata kepada keluarganya: “Jika itu buah-buahan maka silahkan makan. Jika yang selain itu maka tolaklah.” (Mushannaf Ibn Abi Syaibah bab fi ma yu`kalu min tha’amil-majus no. 24372).

Dua shahabat di atas membedakan hukum makanan yang disembelih dan buah-buahan karena yang disembelih diperuntukkan sebagai sesajen/persembahan untuk Tuhan selain Allah sehingga pasti haram. Maka dari itu harus ditolak dan dikembalikan. Tetapi jika buah-buahan maka itu bukan yang disembelih untuk selain Allah, sehingga hukumnya halal.

Jadi selama makanannya halal, baik itu ritual bid’ah atau ritual kafir sekalipun seperti ritual agama Majusi, maka status hukumnya halal.

Meski demikian setiap muslim dituntut untuk beramar ma’ruf nahyi munkar berdasarkan hadits yang umum seputar itu. Jadi ketika ada yang memberi makanan dari ritual tahlilan, ia wajib menjelaskan bahwa ia tidak sependapat dengan ritual tersebut karena tidak ada ajarannya dari Nabi saw, dan dianjurkan untuk berani mengatakan bahwa lain kali tidak boleh mengiriminya makanan dari ritual tersebut. Ini penting untuk menunjukkan tidak ada persetujuan darinya terhadap ritual-ritual bid’ah seperti itu.

Meski tentunya harus tetap diperhatikan adab-adab bertetangga yang baik, jangan sampai kemudian memutuskan hubungan sama sekali. Tetap harus saling bertegur sapa, menyebarkan salam, berkomunikasi, saling memberi, menjenguk yang sakit, membantu yang tidak mampu, dan adab-adab lainnya. Termasuk menasihati tetangga dengan cara yang terbaik agar meninggalkan ritual-ritual bid’ah, bukan dengan kata-kata kasar dan penuh dendam. Wal-‘Llahu a’lam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *