Shalat Tahajjud Sesudah Tarawih

Ustadz bolehkah shalat Tahajjud di akhir malam sesudah Tarawih di awal malam? Jika boleh bagaimana praktiknya?
0896-1598-xxxx, 0819-1019-xxxx, 0895-3380-xxxx, 0813-1302-xxxx
Baik Tahajjud atau Tarawih, kedua-duanya sama sebagai shalat malam. Tahajjud artinya “terjaga di waktu malam untuk shalat”. Istilah ini berlaku untuk shalat malam secara umum. Sementara Tarawih jama’ dari tarwihah; istirahat sejenak di setiap dua kali salam, dimana satu salamnya dua raka’at. Jadi setiap selesai dua raka’at-dua raka’at (empat raka’at), istirahat dahulu. Inilah yang disebut tarwihah. Karena tarwihah-nya banyak, lebih dari dua kali, maka disebutlah Tarawih. Shalat Tarawih ditujukan secara khusus pada shalat malam berjama’ah di bulan Ramadlan (Fathul-Bari pengantar kitab at-tahajjud dan kitab shalatit-Tarawih).
Para ulama sepakat bahwa shalat malam tidak ada batasan maksimal raka’atnya. A. Hassan dalam Pengajaran Shalat pun menyatakan demikian. Nabi saw sendiri ketika ditanya tentang bagaimana shalat malam, beliau hanya menjawab: “Shalat malam itu dua raka’at-dua raka’at, lalu ada witir minimal satu raka’at.” (Shahih al-Bukhari bab al-halq wal-julus fil-masjid no. 473. Hadits ini diriwayatkan di hampir semua kitab hadits). Jadi Nabi saw sendiri tidak menjelaskan batasan maksimal raka’atnya.
Informasi dari ‘Aisyah ra bahwa Nabi saw tidak pernah shalat malam lebih dari 11 raka’at berarti hanya bersifat informasi perbuatan Nabi saw (hadits fi’ili). Hadits fi’li semacam itu tidak bisa dijadikan batasan yang mengikat. Sama halnya seperti Nabi saw selalu shalat ‘Idul-Fithri di lapang, bukan berarti haram di masjid. Nabi saw selalu masuk Masjidil-Haram dari babus-salam ketika ‘umrah, bukan berarti haram masuk dari pintu lainnya. Nabi saw selalu mandi sebelum ihram haji, bukan berarti bathal jika tidak mandi terlebih dahulu. Hadits fi’li hanya sebatas menjelaskan keutamaan. Jadi fiqihnya yang paling utama shalat malam itu 11 raka’at. Itupun tentunya dengan bacaan yang panjang seperti Nabi saw antara 1-2 juz setiap malamnya. Jika hanya 11 raka’at tetapi bacaan pendek, maka itu tidak masuk kategori yang utama.
Shalat malam dua kali dan otomatis lebih dari 11 raka’at pernah diamalkan oleh shahabat di zaman shahabat dan tidak ada pengingkaran. Artinya sama-sama diketahui dan disepakati bahwa hal itu diperbolehkan. Satu saja yang tidak boleh diamalkannya, yakni mengulang witirnya.
عَنْ قَيْسِ بْنِ طَلْقٍ قَالَ زَارَنَا طَلْقُ بْنُ عَلِىٍّ فِى يَوْمٍ مِنْ رَمَضَانَ وَأَمْسَى عِنْدَنَا وَأَفْطَرَ ثُمَّ قَامَ بِنَا تِلْكَ اللَّيْلَةَ وَأَوْتَرَ بِنَا ثُمَّ انْحَدَرَ إِلَى مَسْجِدِهِ فَصَلَّى بِأَصْحَابِهِ حَتَّى إِذَا بَقِىَ الْوِتْرُ قَدَّمَ رَجُلاً فَقَالَ أَوْتِرْ بِأَصْحَابِكَ فَإِنِّى سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ ﷺ يَقُولُ لاَ وِتْرَانِ فِى لَيْلَةٍ
Dari Qais ibn Thalq, ia berkata: Thalq ibn ‘Ali berkunjung ke rumah kami pada satu hari di bulan Ramadlan. Beliau ada di tempat kami sampai sore hari dan berbuka. Kemudian beliau shalat malam (tarawih) mengimami kami pada malam tersebut dan shalat witir. Kemudian beliau pulang ke masjidnya, dan shalat malam (tarawih) lagi bersama jama’ahnya. Sampai ketika tinggal tersisa witirnya, beliau menyuruh seseorang untuk maju menjadi imam dan berkata: “Witirlah kamu bersama sahabat-sahabat kamu, karena sungguh aku mendengar Rasulullah saw bersabda: ‘Tidak boleh ada dua witir dalam satu malam’ (Sunan Abi Dawud bab fi naqdlil-witr no. 1441).
Jadi hadits ini jelas menginformasikan bahwa shalat malam dua kali boleh diamalkan. Atau seperti yang ditanyakan di atas, shalat Tarawih di awal malam, kemudian shalat Tahajjud di akhir malam. Tidak ada batasan maksimal harus sampai berapa raka’at. Yang jelas seseorang tidak boleh mengulangi lagi shalat witirnya jika sudah mengamalkannya di awal malam. Atau bisa juga jika seseorang sudah meniatkan witir di akhir malam, maka ia shalat Tarawih hanya yang genapnya saja, witirnya ditangguhkan untuk diamalkan di akhir malam.
Wal-‘Llahu a’lam.