Semangat Salaf Belajar Hadits
Imam al-Bukhari menuliskan satu bab khusus dalam kitab Shahihnya bab al-khuruj fi thalabil-‘ilm. Maksudnya dijelaskan al-Hafizh Ibn Hajar “melakukan perjalanan/safar untuk mencari ilmu”. Imam al-Bukhari menuliskan secara ta’liq (kutipan) bahwa shahabat Jabir ibn ‘Abdillah ra sampai harus safar satu bulan hanya untuk mencari satu hadits langsung dari sumbernya yakni ‘Abdullah ibn Unais ra.
Al-Hafizh Ibn Hajar dalam Fathul-Bari menjelaskan bahwa satu hadits yang dicari oleh Jabir ibn ‘Abdillah ra (16 SH-78 H) dari ‘Abdullah ibn Unais ra (w. 54 H) adalah hadits tentang qishash (hukuman balas dosa) pada hari kiamat nanti. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Ya’la, al-Bukhari dalam al-Adabul-Mufrad, dan at-Thabrani. Berikut disajikan riwayat dari Imam Ahmad:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ يَقُولُ: بَلَغَنِي حَدِيثٌ عَنْ رَجُلٍ سَمِعَهُ مِنْ رَسُولِ اللهِ ﷺ فَاشْتَرَيْتُ بَعِيرًا، ثُمَّ شَدَدْتُ عَلَيْهِ رَحْلِي، فَسِرْتُ إِلَيْهِ شَهْرًا، حَتَّى قَدِمْتُ عَلَيْهِ الشَّامَ فَإِذَا عَبْدُ اللهِ بْنُ أُنَيْسٍ، فَقُلْتُ لِلْبَوَّابِ: قُلْ لَهُ: جَابِرٌ عَلَى الْبَابِ، فَقَالَ ابْنُ عَبْدِ اللهِ؟ قُلْتُ: نَعَمْ، فَخَرَجَ يَطَأُ ثَوْبَهُ فَاعْتَنَقَنِي، وَاعْتَنَقْتُهُ، فَقُلْتُ: حَدِيثًا بَلَغَنِي عَنْكَ أَنَّكَ سَمِعْتَهُ مِنْ رَسُولِ اللهِ ﷺ فِي الْقِصَاصِ، فَخَشِيتُ أَنْ تَمُوتَ، أَوْ أَمُوتَ قَبْلَ أَنْ أَسْمَعَهُ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ ﷺ يَقُولُ: ” يُحْشَرُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ – أَوْ قَالَ: الْعِبَادُ – عُرَاةً غُرْلًا بُهْمًا ” قَالَ: قُلْنَا: وَمَا بُهْمًا؟ قَالَ: ” لَيْسَ مَعَهُمْ شَيْءٌ، ثُمَّ يُنَادِيهِمْ بِصَوْتٍ يَسْمَعُهُ مِنْ [بُعْدٍ كَمَا يَسْمَعُهُ مِنْ] قُرْبٍ: أَنَا الْمَلِكُ، أَنَا الدَّيَّانُ، وَلَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ أَهْلِ النَّارِ، أَنْ يَدْخُلَ النَّارَ، وَلَهُ عِنْدَ أَحَدٍ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَقٌّ، حَتَّى أَقُصَّهُ مِنْهُ، وَلَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ أَنْ يَدْخُلَ الْجَنَّةَ، وَلِأَحَدٍ مِنْ أَهْلِ النَّارِ عِنْدَهُ حَقٌّ، حَتَّى أَقُصَّهُ مِنْهُ، حَتَّى اللَّطْمَةُ” قَالَ: قُلْنَا: كَيْفَ وَإِنَّا إِنَّمَا نَأْتِي اللهَ عَزَّ وَجَلَّ عُرَاةً غُرْلًا بُهْمًا؟ قَالَ: بِالْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ
Dari Jabir ibn ‘Abdillah ra ia berkata: Sampai kepadaku satu hadits dari seorang shahabat yang ia dengar dari Rasulullah saw. Maka aku pun membeli seekor unta dan aku kuatkan pelanaku di atasnya. Lalu aku menempuh perjalanan selama satu bulan hingga tiba di Syam di rumah ‘Abdullah ibn Unais ra. Aku berkata kepada penjaga pintunya: “Katakan kepadanya ada Jabir menunggu di pintu.” ‘Abdullah bertanya: “Putra ‘Abdillah?” Aku jawab: “Ya.” Ia lalu keluar sambil memakai bajunya lalu memelukku dan aku pun memeluknya. Aku bertanya: “Ada satu hadits sampai kepadaku darimu bahwasanya kamu mendengarnya dari Rasulullah saw tentang qishash (hukuman balas dosa). Aku takut kamu atau aku meninggal dunia sebelum aku mendengarnya langsung.” ‘Abdullah menjawab: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Manusia akan dikumpulkan pada hari kiamat dalam keadaan tidak berpakaian, belum berkhitan, dan buhman.” Kami (para shahabat yang ada pada waktu itu) bertanya: “Apa buhman itu?” Beliau saw menjawab: “Tidak memiliki apa pun. Kemudian menyeru mereka satu suara yang terdengar dari kejauhan sebagaimana terdengar dari dekat: Aku Raja, Aku Penguasa. Tidak ada seorang pun dari penghuni neraka akan masuk neraka sementara ia masih memiliki dosa dari penghuni surga hingga aku memproses balasannya. Demikian halnya tidak ada seorang pun dari penghuni surga akan masuk surga sementara ia masih memiliki dosa dari penghuni neraka hingga aku memproses balasannya, meski itu hanya satu tamparan.” Kami bertanya lagi: “Bagaimana kami bisa datang dalam keadaan telanjang, belum berkhitan, dan tidak memiliki apa-apa?” Beliau menjawab: “Tergantung amal baik dan amal jelek.” (Musnad Ahmad bab hadits ‘Abdillah ibn Unais no. 16042).
Dalam riwayat at-Thabrani (al-Mu’jamul-Ausath no. 8593) disebutkan bahwa Jabir ibn ‘Abdillah ra menempuh perjalanan satu bulan untuk menemui ‘Abdullah ibn Unais ra itu di Mesir. Dalam matan haditsnya disebutkan bahwa yang akan di-qishash itu sampai lathmah fa ma siwaha; satu tamparan atau yang lebih kecil dari itu. Kemudian keadaan telanjang dan tidak beralas kaki di hari kiamat dijelaskan oleh Nabi saw dengan redaksi: bi a’malikum; sesuai dengan amal-amal kalian. Kedua data yang berbeda ini tidak menjadikan status hadits di atas dla’if, karena diketahui ‘Abdullah ibn Unais ra tinggal di Mesir, lalu menjelang wafatnya pindah ke Syam. Yang jelas Jabir ibn ‘Abdillah benar-benar sampai melakukan perjalanan selama satu bulan untuk menemui ‘Abdullah ibn Unais hanya untuk mengetahui satu hadits saja.
Hadits tentang manusia dikumpulkan dalam keadaan telanjang dan belum berkhitan ini diriwayatkan juga oleh Imam al-Bukhari dalam Shahih al-Bukhari kitab ahadits al-anbiya bab qaulil-‘Llah wat-takhadza Ibrahim khalilan no. 3349. Dalam hadits tersebut disebutkan bahwa kemudian manusia akan diberi pakaian. Yang pertama Nabi Ibrahim as, lalu Nabi Muhammad saw, dan kemudian berturut-turut orang-orang lainnya. Jadi kemungkinan yang tergantung amal itu dalam hal diberi pakaiannya.
Al-Hafizh Ibn Hajar menulis dalam Fathul-Bari bahwa yang dilakukan Jabir ra di atas itu banyak dilakukan juga oleh shahabat dan generasi salaf lainnya. Imam Abu Dawud misalnya meriwayatkan:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ أَنَّ رَجُلاً مِنْ أَصْحَابِ النَّبِىِّ ﷺ رَحَلَ إِلَى فَضَالَةَ بْنِ عُبَيْدٍ وَهُوَ بِمِصْرَ فَقَدِمَ عَلَيْهِ فَقَالَ أَمَا إِنِّى لَمْ آتِكَ زَائِرًا وَلَكِنِّى سَمِعْتُ أَنَا وَأَنْتَ حَدِيثًا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ رَجَوْتُ أَنْ يَكُونَ عِنْدَكَ مِنْهُ عِلْمٌ. قَالَ وَمَا هُوَ قَالَ كَذَا وَكَذَا قَالَ فَمَا لِى أَرَاكَ شَعِثًا وَأَنْتَ أَمِيرُ الأَرْضِ قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ كَانَ يَنْهَانَا عَنْ كَثِيرٍ مِنَ الإِرْفَاهِ. قَالَ فَمَا لِى لاَ أَرَى عَلَيْكَ حِذَاءً قَالَ كَانَ النَّبِىُّ ﷺ يَأْمُرُنَا أَنْ نَحْتَفِىَ أَحْيَانًا
Dari ‘Abdullah ibn Buraidah, ada seorang shahabat Nabi saw melakukan perjalanan untuk menemui Fadlalah ibn ‘Ubaid di Mesir. Setelah tiba ia berkata: “Sungguh aku tidak datang kepada anda untuk sengaja bertamu, melainkan karena aku dan anda pernah mendengar satu hadits dari Rasulullah saw. Aku berharap anda memiliki ilmu (masih mengingat dan bisa menjelaskannya—pen).” Fadlalah bertanya: “Hadits yang mana?” Ia menjawab: “Yang begini dan begini.” Fadlalah bertanya: “Kenapa anda terlihat kusut rambutnya padahal anda pejabat pemerintahan?” Ia berkata: “Rasulullah saw melarang kita terlalu banyak bergaya/berdandan.” Ia balik bertanya: “Kenapa anda tidak beralas kaki?” Ia menjawab: “Nabi saw memerintah kita untuk sesekali tidak beralas kaki.” (Sunan Abi Dawud bab an-nahy ‘an katsir minal-irfah no. 4162).
Riwayat-riwayat lainnya di antaranya:
وَرَوَى الْخَطِيب عَنْ عُبَيْد اللَّه بْن عَدِيّ قَالَ : بَلَغَنِي حَدِيث عِنْد عَلِيّ فَخِفْت إِنْ مَاتَ أَنْ لَا أَجِدهُ عِنْد غَيْره فَرَحَلْت حَتَّى قَدِمْت عَلَيْهِ الْعِرَاق
Al-Khathib meriwayatkan dari ‘Ubaidullah ibn ‘Adi, ia berkata: “Sampai kepadaku satu hadits dari ‘Ali. Aku khawatir jika beliau sudah meninggal dunia aku tidak akan mendapatkannya pada shahabat lainnya. Maka aku pun menempuh perjalanan jauh hingga datang ke Irak.”
وَرَوَى مَالِك عَنْ يَحْيَى بْن سَعِيد عَنْ سَعِيد بْن الْمُسَيِّب قَالَ : إِنْ كُنْت لَأَرْحَل الْأَيَّام وَاللَّيَالِي فِي طَلَب الْحَدِيث الْوَاحِد
Imam Malik meriwayatkan dari Yahya ibn Sa’id dari Sa’id ibn al-Musayyib, ia berkata: “Sungguh aku pernah melakukan perjalanan berhari-hari dan beberapa malam hanya untuk mendapatkan satu hadits.”
وَأَخْرَجَ الْخَطِيب عَنْ أَبِي الْعَالِيَة قَالَ : كُنَّا نَسْمَع عَنْ أَصْحَاب رَسُول اللَّه ﷺ فَلَا نَرْضَى حَتَّى خَرَجْنَا إِلَيْهِمْ فَسَمِعْنَا مِنْهُمْ .
Al-Khathib meriwayatkan dari Abul-‘Aliyah, ia berkata: “Dahulu jika kami mendengar hadits yang katanya dari para shahabat Rasulullah saw, kami tidak akan merasa puas hingga menempuh perjalanan untuk menemui mereka dan mendengar langsung dari mereka.”
وَقِيلَ لِأَحْمَد : رَجُل يَطْلُب الْعِلْم يَلْزَم رَجُلًا عِنْده عِلْم كَثِير أَوْ يَرْحَل؟ قَالَ : يَرْحَل، يَكْتُب عَنْ عُلَمَاء الْأَمْصَار ، فَيُشَافِه النَّاس وَيَتَعَلَّم مِنْهُمْ
Imam Ahmad ditanya: “Seseorang menuntut ilmu apakah terus belajar kepada seorang ulama yang banyak ilmunya ataukah melakukan perjalanan/rihlah (untuk mencari ilmu)?” Imam Ahmad menjawab: “Ia harus melakukan perjalanan/rihlah, menulis dari berbagai ulama di berbagai negeri, bertemu dengan banyak orang, dan belajar dari mereka.” (Fathul-Bari bab al-khuruj fi thalabil-‘ilm).
Imam al-Bukhari sendiri dalam bab ‘melakukan perjalanan/safar untuk mencari ilmu’ ini menuliskan hadits Nabi Musa as yang harus melakukan perjalanan jauh mengarungi lautan untuk belajar sedikit ilmu dari Nabi Khadlir ra. Meski Musa as sudah menjadi Nabi dan statusnya lebih tinggi daripada Khadlir ra, tetapi Nabi Musa as tetap menyempatkan melakukan rihlah untuk mencari ilmu.
Demikianlah uswah hasanah para Nabi dan generasi salaf dalam belajar hadits. Sesuatu hal yang sudah langka ditemukan di zaman ini, sehingga pemahaman hadits masyarakat cenderung lambat bertambahnya. Wal-‘Llahu a’lam.