Aqidah

Sandiwara Natal dan Tahun Baru

#tahun baru #tahunbaru #natal

Natal (kelahiran/milad), Christmas atau Christ-mass adalah hari raya tahunan yang dirayakan oleh umat Kristen untuk memperingati kelahiran Yesus (Nabi Isa as yang dianggap sebagai anak Tuhan). Ironisnya, keempat Injil, Kisah Rasul dan surat-surat Paulus yang terkumpul dalam Alkitab (kitab suci umat Kristen) tidak tahu dan kehilangan jejak tentang tanggal dan bulan kelahiran Yesus. Hamid Qadri dalam bukunya, Dimension of Christianity (terj. Masyhur Abudi dan Lis Amalia R., Dimensi Keimanan Kristen. Pustaka Da’i, 1999) menguraikan data yang lengkap seputar Natal ini, sebagaimana akan diuraikan di bawah ini.

Hanya dua Injil yang bernama Matius dan Lukas mencatat cerita seorang perawan melahirkan, tetapi keduanya tidak menunjukkan secara pasti waktu kelahirannya. Lukas mengatakan, di malam ketika Yesus lahir, penggembala di pinggiran kota yang berada di luar, di bawah langit terbuka cerah, melihat malaikat dan sejumlah besar tentara sorga yang memuji Tuhan: “Kemuliaan bagi Tuhan di tempat yang maha tinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepadanya.” (Lukas 2: 14).

Pernyataan ini jikalau benar, berarti kelahiran Yesus kemungkinan besar jatuh pada bulan musim panas dimana para penggembala keluar di malam hari untuk menjaga domba-dombanya. Clement dari Aleksandria, seorang tokoh Kristen pertama, mengatakan bahwa Kristen Basilidius meyakini Yesus lahir tanggal 24 atau 25 pada bulan yang dinamakan oleh orang Mesir Pharmuthi (April). Sekte Kristen lainnya menegaskan bahwa kelahirannya tepat pada waktu Augustus Caesar berusia 28 tahun pada tanggal 25 bulan Pachon yang sama dengan tanggal 20 Mei. Gereja juga memiliki buku kecil yang ditemukan di antara tulisan-tulisan orang-orang Cypria, ditulis tahun 243 M, yang menyatakan bahwa kelahiran Yesus tertanggal 28 Maret (Hasting’s Encyclopedia of Religion and Ethics, vol 3, hal. 603).

 

Awal Sandiwara Natal

Ketika Kristen menjadi agama resmi kekaisaran Romawi, ia berusaha menyusun secara resmi dogma ritualistiknya. Sekitar tahun 530 M, seorang pendeta Scythian bernama Dionysius Exiguus, yang dikenal sebagai ahli astronomi, ditunjuk untuk menetapkan tanggal dan tahun kelahiran Yesus (Edward Carpenter dalam Pagan and Christian Creeds). Ia pun kemudian menetapkan tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus yang pengukuhannya dimulai pada tahun 534 M. Tetapi, sebagaimana diakui oleh tokoh-tokoh Kristen masa awal, pengukuhan itu tidak memiliki dasar tradisional dari gereja. J.M. Robertson mengatakan: “Beberapa sekte, sungguh sangat lama telah menetapkan hari kelahiran Yesus pada tanggal 24 atau 25 April… sementara yang lain menempatkannya pada tanggal 25 Mei; dan sebagian besar Gereja Timur selama berabad-abad menjadikan tanggal 26 Januari sebagai hari kelahiran Yesus.” (Hasting’s Encyclopedia of Religion and Ethics, vol 4, hal. 603)

Oleh karena itu, disinyalir kuat bahwa penetapan tanggal 25 Desember sebagai hari Natal Yesus merupakan jiplakan murni dari ritual keagamaan Paganisme (agama penyembah berhala). The Racionalist Encyclopedia mencatat: “Sejak masa yang sangat awal orang-orang Romawi telah merayakan hari Saturnalia untuk menghormati dewa-dewa tumbuh-tumbuhan kuno yang pada waktu itu mereka mengadakan pertunjukan besar yang terdiri dari hadiah-hadiah, lilin-lilin, boneka-boneka… dari pemerintahan kaisar Aurelian (270-276), yang memperkenalkan penyembahan matahari dalam karakter etis yang tinggi. Tanggal 25 Desember merupakan hari yang terkenal dari kalender mereka dan secara resmi digambarkan sebagai Hari Kelahiran Matahari Yang Tak Tertandingi.”

Di kawasan Mediterania sendiri, sejak era pra-Kristen, tanggal 25 Desember selalu dijadikan hari suci dari banyak penyembahan berhala. Orang-orang kuno mengira bahwa pada awal musim dingin matahari memulai perjalanan tahunannya mengelilingi langit, dan oleh sebab itu, tanggal 25 Desember dianggap sebagai hari kelahirannya yang secara tahunan dirayakan dengan perayaan-perayaan besar di banyak bagian dunia seperti Cina, India, Persia, Mesir, Yunani, Roma, Jerman, Skandinavia, Inggris, Irlandia, dan Amerika kuno.

Akibatnya banyak dewa-dewa matahari diyakini lahir pada tanggal yang sama atau sehari atau dua hari sebelum atau sesudahnya. Mithra (Romawi) dilahirkan pada tanggal 25 Desember, Isis dan Osiris (Mesir) pada hari ke-362, dan Horus serta Apollo (Yunani) pada hari ke-362, yang berarti minggu terakhir dari bulan Desember. Dengan demikian minggu terakhir dari tahun, khususnya tanggal 25 Desember, menandai hari lahirnya berbagai dewa matahari Mediterania (Edward Carpenter dalam Pagan and Christian Creeds).

Kristen kemudian mencoba berkompromi dengan kebudayaan dimana ia hidup. Bukannya mengubah budaya yang ada, Kristen malah terbawa arus budaya pagan tersebut. R. Gregory dalam hal ini mengakui kenyataan bahwa Natal ini sebenarnya bukan perayaan Kristen, melainkan bid’ah yang dijiplak dari kebudayaan non-Kristen, sebagaimana dinyatakannya berikut ini: “Faktor yang mendorong pengambilan festival pagan (penyembah berhala) ini oleh Kristen adalah upaya dari para bapak gereja untuk menghentikan para pemeluk baru melaksanakan upacara-upacara pagan yang terjadi pada waktu itu.” (Racionalist Encyclopaedia, hal. 102).

Akan tetapi akibatnya, Kristen sendiri tanpa sadar—atau justru menyadari sepenuhnya namun menganggapnya tidak masalah—semakin menyimpang dari agama wahyu sebagaimana ia pertama kali diturunkan kepada Nabi ‘Isa as. Di samping telah kufur dengan menganggap Allah swt mempunyai anak, yakni Yesus/Nabi ‘Isa as, perayaan kelahiran sang anak tuhan ini pun dijiplak mentah-mentah dari kebudayaan non-Kristen dan dijadikan sebagai ritual yang paling sakral. Jadinya, sudah kufur kemudian semakin bertambah lagi kufurnya.

 

Sandiwara Santa Claus

Dampak lainnya, tradisi dalam perayaan Natalnya itu sendiri betul-betul—dengan sadar—diambil dari budaya non-Kristen. Salah satunya tentang sosok Santa Claus yang digambarkan sebagai orang tua ramah berjanggut putih, bermantel dan bertopi kerucut merah, mendatangi rumah-rumah orang Kristen pada malam 25 Desember untuk memberikan hadiah kepada anak-anak. Sosok Santa Claus ini sebenarnya sama sekali tidak ada kaitannya dengan agama Kristen, meski hari ini tampak mendominasi suasana Natal di seluruh penjuru dunia. Setiap menjelang dan berlangsungnya Natal sampai Tahun Baru, hotel-hotel dan mall-mall memasang patung dan gambar Santa Claus. Semua karyawan pun diharuskan memakai topi khas Santa.

Santa Claus dinilai tidak ada kaitannya dengan Kristen, sebab memang tidak ada satu sumber ajaran Kristen pun yang menyebutkan keberadaannya dalam kaitan Natal. Awal keberadaannya itu sendiri bahkan tidak jelas benar. Konon ia berasal dari seorang bernama Nicholas, dilahirkan di kota Lycia, pelabuhan kuno di Patara (Asia Kecil). Nicholas digambarkan sebagai uskup yang ramah, suka menolong anak dan orang miskin. Cerita lainnya, Santo Nicholas ini juga konon seorang pemberi hadiah dari kalangan kaum pagan yang memiliki kekuatan sihir yang menghukum anak-anak nakal dan memberi hadiah kepada anak-anak yang baik. Disebabkan sejarah kehidupan Nicholas yang tidak jelas ini, maka Paus Paulus VI menanggalkan perayaan Santo Nicholas dari kalender resmi gereja Roma Katholik pada tahun 1969 (Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat, hlm. 175-176).

Dalam salah satu situs resminya, sebuah yayasan Kristen memberikan himbauan terkait Santa Claus ini: “Mengenang maraknya perayaan Natal di akhir tahun 2003 yang lebih menonjolkan figur Santa Klaus daripada figur Tuhan Yesus, sudah tiba saatnya umat Kristen sadar dan menempatkan dirinya lebih berpusat Injil dan berhati Tuhan Yesus, dan tidak makin jauh terpengaruh komersialisasi yang sudah begitu jauh dimanfaatkan oleh toko-toko mainan, makanan & minuman, dan bisnis hiburan” (www.sabda.org).

Terkait banyaknya hal yang dibuat-buat dalam Natal ini sehingga ibarat “sandiwara”, seorang budayawan dan seniman Kristen, Remi Sylado menulis di majalah Gatra (27 Desember 2003) dengan judul “Gatal di Natal”. Ia menulis antara lain:

Sebab, memang tradisi pesta ceria Natal, yang sekarang gandrung dinyanyikan bahasa kereseh-reseh Inggris, belum lagi terlembaga. Sapaan Natal, “Merry Cristmas”—dari bahasa Inggris Lama, Christese Maesse, artinya “misa Kristus”—baru terlembaga pada abad ke-16, dan perayaannya bukan pada 25 Desember, melainkan 6 Januari.

Dengan gambaran ini, keramaian Natal sebagai perhitungan tahun Masehi memang berkaitan dengan leluri Barat, istiadat kafir, atau tradisi pagan, yang tidak berhubungan dengan Yesus sendiri sebagai sosok historis-antropologis bangsa Semit, lahir dari garis Ibrahim dan Daud, yang merupakan bangsa tangan pertama yang mengenal monoteisme absolut lewat Yehwah.

Saking gempitanya pesta Natal itu, sebagaimana yang tampak saat ini, karuan nilai-nilai rohaninya tergeser dan kemudian yang menonjol adalah kecenderungan-kecenderungan duniawinya semata: antara lain di Manado orang mengatakan “makang riki puru polote en minung riki mabo” (makan sampai pecah perut dan minum sampai mabuk)

Demikianlah, soal Natal sekali lagi merupakan gambaran pengaruh Barat, dan persisnya Barat yang kafir, yang dirayakan dengan keliru.

 

Tampak jelas kekufuran yang berlipat-lipat dari Kristen sesudah mereka menjadikan Nabi ‘Isa/Yesus sebagai anak Tuhan yang disembah. Semua itu berawal dari tasyabbuh (menjiplak ritual) agama dan kepercayaan di luar Kristen. Di sinilah pentingnya larangan Nabi saw kepada umatnya untuk tasyabbuh dengan agama lain. Sebab ketika itu secara sadar ditempuh, Islamnya akan hilang dan menjelma menjadi ritual-ritual kosong yang jauh dari makna.

 

Sandiwara Tahun Baru

Hal yang sama tidak jauh berbeda dengan ritual perayaan tahun baru yang pada asalnya hanyalah ritual-ritual penyembahan dewa bangsa Romawi. Tepatnya sebuah ritual yang ditujukan kepada dewa Janus di sebuah tempat pemujaan khusus. Tapi bukan hanya awal Januari saja, bulan-bulan lainnya pun ada, seperti Maret (dewa Mars), April (dewi Aprilia), Mei (dewi Maia), Juni (dewa Juno), Juli (kaisar Julius Caesar), Agustus (kaisar Augustus), dll.

Ketika gereja turut menguasai penanggalan, tepatnya di saat Romawi beralih agama dari pagan menjadi Kristen, ditetapkanlah tahun yang disebut Masehi (kelahiran Yesus) terhitung dari tahun kelahiran Yesus yang saat itu dirayakan 6 Januari. Sehingga perayaan tahun baru pun dimulai pada awal Januari. Padahal awalnya, Januari-Februari itu bulan ke-11 dan 12. Itu tampak dari penamaan September yang berasal dari sapta yang berarti 7; oktober dari okta yang berarti 8; November dari nova yang berarti 9; dan Desember dari dasa yang berarti 10. Artinya bulan-bulan itu adalah bulan ke-7 s.d 10, bukan bulan ke-9 s.d 12 seperti yang ada sekarang. Tetapi karena kepentingan perayaan yang bertepatan dengan kelahiran Yesus di bulan Januari (yang kemudian digeser mundur lagi pada tanggal 25 Desember), maka bulan-bulan pun digeser sehingga Januari dijadikan bulan pertama untuk merayakan tahun baru. Maka dari itu dari sejak awal sampai hari ini ucapan selamat Natal tidak pernah bisa dilepaskan dari Tahun Baru. Artinya merayakan tahun baru pada hakikatnya merayakan Yesus sebagai anak tuhan. Subhanal-‘Llahil-‘Azhim.

Terlebih faktanya, di balik perayaan Tahun Baru banyak sekali kepalsuan yang dibuat-buat. Klaimnya, kalender masehi dirujukkan pada peredaran bumi mengelilingi matahari yang lamanya 365 hari 5 jam 48 menit 45,1814 detik. Kalau kemudian ditetapkan satu tahun 365 hari, tentu itu bukan tahun yang sebenarnya, sebab masih kurang sekitar 6 jam. Jadi merayakan tahun baru setiap tanggal 1 Januari jam 00.00, itu hanya merupakan sandiwara saja.

Kepalsuan lainnya, tahun baru masehi dirayakan setiap jam 00.00 tanggal 1 Januari. Di Madura dirayakan jam 00.00, di Surabaya, Bandung, dan Jakarta juga jam 00.00, padahal posisi matahari pada jam 00.00 di keempat daerah tersebut tidak mungkin sama. Ketika di Madura pada jam 00.00 matahari sudah dinyatakan masuk tahun baru, maka pasti di Surabaya, Bandung, Jakarta sampai ke Barat di Sumatera, posisi matahari belum sampai pada fase tahun baru. Tetapi itu semua dianggap tidak masalah karena memang hanya sandiwara semata. Wal-‘iyadzu bil-‘Llah

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button