Akhir-akhir ini ada banyak model baru dalam qurban. Ada qurban online, arisan qurban, dan ada juga yang dibagikan sudah masak seperti di Saudi Arabia? Arisan qurban itu sendiri adalah beberapa orang yang bersepakat untuk patungan qurban, tapi pequrbannya diatasnamakan seseorang di antara mereka. Hal seperti ini kemudian diberlakukan setiap tahunnya dengan saling bergantian di antara mereka? 0812-2469-xxxx
Qurban online adalah qurban dari jarak jauh yang tidak dihadiri oleh pequrbannya. Ini hakikatnya sama dengan program tebar qurban yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga zakat. Hukumnya tentu halal dan sah selama dipastikan bahwa dana yang dititipkan benar-benar dibelikan hewan qurban dan disembelih sebagaimana tuntunan syari’at.
Mengenai arisan qurban, ada berbagai kemungkinan akad. Pertama, jika ada akad dari para peserta arisan bahwa uang yang mereka kumpulkan dihibahkan untuk si A (salah seorang peserta arisan), maka berarti si A tersebut qurban dari harta miliknya sendiri yang diperoleh dari hibah rekan-rekan arisannya. Meski akad hibah ini bersyarat, karena mereka yang menghibahkan hartanya tersebut memberi syarat bahwa kelak mereka harus mendapat hibah kembali dari peserta lainnya. Mengenai hibah bersyarat dalam hadits ada pembenarannya meski sebagian ulama menentangnya. Jadi akad hibah ini diperbolehkan bagi ulama yang membenarkan hadits tersebut.
مَنْ وَهَبَ هِبَةً فَهُوَ أَحَقُّ بِهَا مَا لَمْ يُثَبْ عَلَيْهَا
Siapa yang hibah satu pemberian maka ia masih paling berhak memilikinya kembali selama belum dibalas (Riwayat al-Hakim dalam Bulughul-Maram bab al-hibah. Al-Hafizh Ibn Hajar menilainya shahih sebagai mauquf dari perkataan ‘Umar).
Kedua, jika tidak ada akad hibah berarti si A sebagai peserta arisan yang terpilih, berqurban dengan utang yang dipinjam dari rekan-rekan arisan lainnya. Kembali pada hukum berutang secara umum yang hukumnya mubah selama tidak ada riba, maka arisan yang seperti ini pun hukumnya mubah.
Yang tidak sesuai syari’at itu jika kemudian semua orang yang terlibat arisan itu bersama-sama sebagai pequrban dari satu kambing atau satu saham sapi qurban, sebab standar minimal qurban itu satu kambing atau satu saham sapi qurban untuk satu orang beserta keluarga intinya (Sunan Ibn Majah kitab al-adlahi bab man dlahha bi syatin ‘an ahadin no. 3147).
Kami sendiri tidak menganjurkan qurban dengan cara arisan ini karena kemungkinan macet hibah atau pembayaran utang dari sebagian peserta akan menjadi zhalim untuk peserta lainnya. Kami menganjurkan untuk menjalankan tabungan qurban saja, ini tentu lebih aman. Menabung saja dahulu, sesudah terkumpul dan cukup, baru kemudian berqurban. Qurban itu sendiri disyari’atkan bagi mereka yang mampu, bukan bagi yang belum mampu.
Sementara membagikan qurban dalam keadaan masak, kedudukannya tidak dilarang dan tidak juga diperintah. Jadi statusnya al-ashlu bara`atudz-dzimmah (yang pokok tidak ada tuntutan apapun). Yang seperti ini kembali pada pertimbangan kemaslahatan. Dalam konteks normal, maka tentu tidak maslahat jika daging qurban itu diolah atau dimasak, karena mengurus hewan qurbannya sendiri sudah sangat melelahkan, sehingga jadi lebih merepotkan. Pastinya penerima daging qurban juga tidak akan semuanya merasa cocok dengan hasil olahannya itu. Ada yang maunya dibakar, digoreng, disayur, dijadikan rendang, dan sebagainya. Termasuk jika dijadikan kornet yang akan menghilangkan kemungkinan diolah jadi masakan. Akan lebih maslahat jika dibagikan langsung kepada mustahiqnya, lebih cepat diurusnya dan lebih cepat diterima mustahiqnya.
Akan tetapi jika pertimbangannya untuk dikirimkan ke daerah-daerah yang lebih membutuhkan dan akan lebih baik jika sudah masak, seperti dijadikan kornet misalnya, maka berdasarkan kemaslahatan tersebut, hukumnya diperbolehkan. Wal-‘Llahu a’lam.