Kewajiban Memberi Nafkah Anak Yang Orang Tuanya Bercerai

Kewajiban Memberi Nafkah Anak Yang Orang Tuanya Bercerai
Jika pasangan suami istri bercerai, siapa yang berkewajiban memberi nafkah anaknya? Jika dari suami istri tersebut tidak ada yang sanggup memberi nafkah siapa yang harus memberinya nafkah? 0812-2033-xxxx
Al-Qur`an sudah mengajarkan bahwa suami yang bercerai dari istrinya tetap wajib memberi nafkah kepada mantan istrinya tersebut selama ia mengandung dan menyusui anaknya. Ketentuan syari’at ini berlaku karena keterkaitannya dengan anak. Jika sudah selesai mengandung dan menyusuinya maka kewajiban memberi nafkah itu beralih pada anaknya. Allah swt berfirman:
وَإِنْ كُنَّ أُولَاتِ حَمْلٍ فَأَنْفِقُوا عَلَيْهِنَّ حَتَّى يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ وَأْتَمِرُوا بَيْنَكُمْ بِمَعْرُوفٍ وَإِنْ تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهُ أُخْرَى٦ لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا٧
…Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya. Hendaklah orang yang mampu, memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan (QS. at-Thalaq [65] : 6-7).
Dalam surat al-Baqarah dijelaskan bahwa kewajiban memberi nafkah ini juga menjadi tanggung jawab keluarga ahli warisnya jika ayah dan ibu anak itu merasa kesulitan:
وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا لَا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَهُ بِوَلَدِهِ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَلِكَ
Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan ahli waris pun berkewajiban demikian (QS. Al-Baqarah [2] : 233).
Al-Hafizh Ibn Katsir dalam kitab Tafsirnya menjelaskan:
وَقَوْلُهُ: {وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَلِكَ} قِيلَ: فِي عَدَمِ الضِّرَارِ لِقَرِيبِهِ قَالَهُ مُجَاهِدٌ، وَالشَّعْبِيُّ، وَالضَّحَّاكُ. وَقِيلَ: عَلَيْهِ مِثْلُ مَا عَلَى وَالِدِ الطِّفْلِ مِنَ الْإِنْفَاقِ عَلَى وَالِدَةِ الطِّفْلِ، وَالْقِيَامِ بِحُقُوقِهَا وَعَدَمِ الْإِضْرَارِ بِهَا، وَهُوَ قَوْلُ الْجُمْهُورِ
Firman Allah Ta’ala: {dan ahli waris pun berkewajiban demikian}, maksudnya: “Dalam hal tidak boleh menyusahkan kerabatnya.” Demikian dikemukakan Mujahid, as-Sya’bi, dan ad-Dlahhak. Pendapat lainnya: “Kewajiban baginya sama seperti ayah anak yakni memberi nafkah kepada ibu anak, memenuhi hak-haknya, dan tidak boleh membiarkannya susah.” Ini adalah pendapat mayoritas ulama.
Jika keluarga besar anak itu tidak sanggup memberi nafkah maka kewajiban memberi nafkah jatuh kepada orang-orang kaya di sekitarnya berdasarkan tuntutan syari’at untuk menyantuni fakir miskin dan anak-anak yatim.
Jika penyebab tidak memberi nafkah itu karena tidak bertanggung jawab dan abai, maka itu dosa yang akan ditanggung ayah anak itu sampai mati kelak. Demikian halnya bagi keluarga besarnya tidak mau bertanggung jawab memberi nafkah, ikut terbawa dosa juga. Wal-‘Llahu a’lam